51. DeMo(Derita Mao)

445 36 2
                                    

MAAF JIKA ADA TIPO

🌸

"Jangan biasa memendam rasa. Terlalu lama dipendam sendiri sakit rasanya."

🌸🌸🌸

    Sejujurnya Echa merasa aneh dengan kata 'demo' pasalnya, tidak ada kertas manila yang dijereng di atas kepala atau bahkan keramaian dengan orang-orang yang menuntut haknya. Hanya ada beberapa brosur yang sudah dia dapat sejak setengah jam yang lalu. Brosur dari Calon Ketua Osis yang memasuki kelasnya secara bergantian untuk mempromosikan diri.

    Echa membaca satu-persatu brosur di tangannya. Semakin lama, dahinya semakin berkerut dalam. "Echa jadi bingung mau milih siapa."

    "Kak Radega aja. Dia ganteng," ujar Maora bersemangat.

    Kyana menonyor jidat Maora. "Please deh, Mao. Kelebihan Kak Radega itu banyak, bukan cuma kegantengannya aja.
Tapi, kenapa cuma itu yang nyantol di otak lo?"

     "Karena otak Maora nggak nerima info apa pun selain yang dikirim dari mata," tambah Echa dengan cekikikan.

    Maora melotot kesal. Tapi, gadis itu langsung nyengir kuda. "Tapi..., bener juga, sih. Otak gue cuma suka sama yang bening-bening. Huh, apalagi mata, auto melek sehari semalem kalau ada cogan."

     Echa dan Kyana geleng-geleng kepala sambil mendengarkan keantusiasan Maora yang menceritakan kelebihan-kelebihan Calon Ketos. Kok ada orang seperti Maora di dunia ini, hem.... Sepertinya mereka tidak tahu jika sang penciptanya juga gila cogan.

     "Atau Kak Dirga. Uhhh, mata doi bener-bener bikin sesek napas."

     "Ck, tapi kalah sih dia sama Kak Jiwa."

    "Alvaro termasuk nggak?" tanya Kyana menyela.

     Maora terkekeh sinis. Terkutuklah wajah Alvaro yang menyebalkan. Seganteng-gantengnya dia, Maora akan menentang fakta itu bulat-bulat. "Nggak."

    Echa tersenyum jail. "Yakin, nih???"

     "Iya! Itu dulu, Cha! Lo nggak tahu seberapa sakitnya ditipu! Dikasih perhatian lebih, tahu-tahu dia gitu cuma karena Mama!! Dia Softboy, Cha! Softboy!"

    "Siapa yang Softboy?"

     Maora kicep. Gadis itu menatap nanar Alvaro yang berdiri di depan kelas bersama Safira, kakak kelas berjilbab yang tampak menahan tawa. Sial, karena terlalu bawa perasaan dengan pertanyaan Echa, dia sampai tidak tahu kondisi kelas yang mendadak hening. Dia sampai tidak tahu jika Alvarolah sebab kelas menjadi hening, bahwa karena Alvarolah makian Maora terdengar seantero kelas. Maora malu! Sangat malu!!

     "Ngapain lo di sini?!" tanya Maora keki.

    Alvaro terkekeh kecil. "Nih, nganter pacar bagiin brosur. Emangnya apalagi? Nyamperin lo?"

     Maora menggertakkan giginya, tangan gadis itu mengepal di pangkuan.

    "Oh, ya. Kalian semua jangan lupa pilih dia. Coblos nomor 6."

     Andai saja di kelas ini hanya ada Echa dan Kyana, sudah dipastikan, Maora sudah berteriak histeris.

Kurang ajar!

🌸🌸🌸

     "Sabar.... Ini ujian." Tangan Kyana yang bebas menepuk pundak Maora prihatin.

     "Iya, Mao. Ini ujian. Ujian kalau terlalu rumit, capcipcup aja," kata Echa tenang lalu memakan mie ayamnya.

    "Pfttt." Kyana menahan tawa. "Dengerin, tuh, Mao. Capcipcup aja."

Jiwa Raga (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang