10. In Bandung

1.2K 74 0
                                    

    MAAF JIKA ADA TIPO

🌸

"Saat masa lalu membelenggu, ingin melangkah saja rasanya ragu."

🌸🌸🌸

    "Turun!" perintah Raga ketus pada Echa. Echa menurutinya. Dia tidak banyak protes. Dilihat dari wajah dan didengar dari suaranya, mood Raga sedang buruk, entah karena apa. Dia tidak ingin membuatnya makin buruk.

    "Santai aja kali ngomongnya." Echa melirik Raga sekilas.

     Raga bergeming

    Sesaat, Echa masih terdiam. Lalu, dia menyapukan pandangannya ke sekeliling. Dia baru sadar jika tempat di mana dia berdiri itu adalah pinggir danau.

    "Waw!! Amazing!! Ini keren banget!!!!" Echa berjingkrakan, "kamu sering kesini, Ga?" tanyanya antusias.

    "Waktu kecil." Raga mengamati gadis di sampingnya yang sedang tersenyum lebar sambil merentangkan tangan.

   Echa berlari mendekati air. Raga mengekor.

    "Perasaan Echa doang atau emang kenyataannya?" Echa menatap Raga penuh tanda tanya.

    "Soal?"

    "Jangan ledekin Echa tapi." Echa mengerucutkan bibirnya kesal.

    "Hm, soal apa?"

    "Soal ini. Echa rasa, Echa pernah ke sini." Echa menerawang. Pandangannya lurus ke tengah danau. Angin sepoi-sepoi menerpa wajahnya membuat anak rambut Echa berlarian di wajahnya.

    "Bisa jadi. Bokap lo 'kan orang Bandung. Siapa tahu lo pernah ke sini." Raga mendaratkan pantatnya di rerumputan. Echa mengikuti.

    "Hilang, Ga."

    Raga menaikkan alisnya bingung.

    "Ada yang hilang dari hidup Echa. Echa nggak tahu yang hilang itu apa, kapan, dan di mana. Echa pengin bisa dapetin kenangan itu lagi." Dia menatap Raga sendu.

    "Emang penting banget ya kenangannya?"

    "Kata hati Echa begitu, tapi nggak tahu juga."

    "Kalau ternyata kenangan itu bakalan nyakitin perasaan lo gimana?" Raga menatap wajah Echa serius.

    "Nggak apa. Kalau emang bakal bikin Echa sakit hati, ya orang yang bikin Echa sakit hati Echa suruh ngobatin." Echa memeluk lututnya.

    Raga mematung "Sok bijak lo!" Raga menonyor jidat Echa.

    "Apaan, sih!" Echa berkacak pinggang.

    "Jidat lo lebar, enak ditonyor." Raga terkekeh geli.

    "Enak aja! Jidat kamu, tuh, yang lebarrr. Selebar jalan kenangan."

    Raga mencebik.

    "Kamu mau bantuin Echa nggak, Ga?"

    "Bantuin apa?"

    Echa tersenyum. Matanya menatap Raga lembut. "Nyari kenangan itu."

    Raga tertegun. Dia berpikir sejenak. "Oke, tapi nggak sekarang," setujunya.

    Echa mengangguk kecil.

    "Kalau gue nggak sibuk, ya?"

   "Iya." Echa tersenyum lebar. Masa bodoh dengan Raga yang mau berbaik hati membantunya. Yang dia pikirkan hanya keinginan besarnya bertemu anak laki-laki di mimpinya itu. Jika Raga ingin membantunya, itu artinya kesempatan itu makin dekat untuk terwujud.

Jiwa Raga (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang