29. Anak Papa

746 48 6
                                    

MAAF JIKA ADA TIPO

🌸

"Tuhan selalu punya rencana di luar perkiraan hamba-Nya. Jadi, jangan terlalu berharap pada wacana karena belum tentu terlaksana."

🌸🌸🌸

    Rasanya tempat ini tidak asing bagi Echa. Lapangan hijau dengan sebuah rumah pohon di pinggirnya. Bahkan Echa bisa merasakan hawa sejuk di sekitarnya. Gadis itu memejamkan mata, menghirup udara di sekitar yang ternyata bisa membuat rasa sesak di dadanya perlahan sirna.

     "Pergi!! Jangan pegang-pegang!!"

    Echa membuka pejaman matanya dengan terpaksa. Di hadapannya, di bawah rumah pohon itu. Tampak dirinya saat kecil sedang ditahan oleh sosok anak laki-laki yang sering muncul dalam mimpinya. Anak laki-laki itu memeluk Aren dengan erat, tapi Aren berontak. Dengan rasa penasaran yang membuncah dalam dirinya, Echa berjalan mendekat.

    "Nggak mau. Aku cuma mau main sama kamu. Aku bakal pegangin terus kalau kamu mau kabur."

    Echa bisa melihat dengan jelas napas Aren tersendat-sendat. Aren tampak memegangi kepalanya dan detik berikutnya tubuh mungil itu kehilangan keseimbangannya dan terhuyung ke depan. Beruntung anak laki-laki tadi masih memeluknya erat.

    "Astagfirullah, Aren!"

    Echa mengernyit bingung. Di sana, Ben berlari dan menepis kasar tangan anak laki-laki yang berusaha menahannya. Wajah Ben merah padam. Papanya yang penyayang itu tampak marah besar.

     "Sudah berapa kali saya bilang?! Jangan pernah ganggu anak saya! Jangan pernah ajak main dia! Kamu sebenarnya bisa bahasa manusia tidak?!"

     Echa mengepalkan tangannya kuat. Itu seperti bukan papanya. Ben tidak pernah marah-marah sampai mengatai orang dengan kata-kata kasarnya. Echa berlari mendekati Ben dan meraih tangan pria itu tapi nihil, tangannya menembus tangan Ben.

    "Saya cuma mau main sama Aren, Om. Lagi pula Aren sebenernya pengen main sama saya, tapi takut dimarahin, Om."

    "Diam kamu! Jangan pernah berinteraksi dengan anak saya lagi!"

    "Tapi-"

    "Kamu itu anak pembawa sial! Pergi! Jauhi dia!"

    Napas Echa memburu. Gadis itu menatap sekelilingnya. Ada Raga di sampingnya, menatapnya penuh kekhawatiran.

    "Akhirnya sadar juga."

    Echa mengusap wajahnya kasar. "Papa mana?"

    "Di kamar rawatnya."

    Dengan tergesa-gesa Echa bangkit. Gadis itu bahkan menepis tangan Raga yang mencoba membantunya. "Echa bisa sendiri."

    Raga hanya berdecak kesal dan mengikuti langkah Echa.

     Setelah membuka sebuah pintu bercat putih dengan tulisan kamar kemboja di atasnya, gadis itu bergegas masuk disusul Raga. Echa menatap Ben yang sedang menatapnya dengan tatapan kosong.

    "Kamu siapa?"

    Echa menutup mulutnya dengan tangan kanan, mencoba meredam tangisannya yang mulai keluar. Ben benar-benar melupakannya. "Aku Echa.... Anak-" Raga menepuk bahu Echa. Lelaki itu menggeleng pelan menandakan bahwa dia tidak setuju jika Echa mengatakan siapa dirinya sebelum Ben bertanya lebih lanjut.

Jiwa Raga (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang