3. Dua Tahun

131 7 0
                                    

Kecelakaan itu mengubah banyak duniaku dan lain sebagainya. Aku terus mengunci mulutku tanpa bisa berkata lagi, walaupun mama datang dan terus memohon kepadaku untuk tidak mengakui itu dan mempertanyakan bagaimana itu bisa terjadi. Sekuat apa polisi terus mengorek bagaimana kronologi saat kejadian itu.

Hari ini adalah sidang putusan tentang kasusku beberapa bulan lalu, aku masih terus mengunci mulutku. Sesekali aku hanya menjawab iya dan iya lagi. Ingin rasanya aku berteriak menjawab tidak, tapi apa yang bisa aku lakukan. Diam atau berbicara pun tak akan mengubah rasa bersalahku apa lagi wanita itu kini meninggal. Andai kak Ando mengemudikan mobil dengan benar dan tidak terus memandanku waktu itu.

Semuanya terasa bagaikan mimpi bagiku, sudah berapa bulan sejak kecelakaan itu. Hari ini adalah sidang terakhir dan hakim akan membacakan keputusan hukuman yang akan aku jalani. Sesuai dengan janji kak Ando kalau ia akan menjadi pengacaraku yang mendampingiku disetiap sidang, ia terus mendampingiku dan beberapa kali menengokku selama masa tahanan ini. Selama sidang ia juga berusaha kuat meminta hukuman seringan mungkin untuk ku.

".... Dengan ini saya nyatakan saudara Vanessa Junika bersalah dan dihukum dua tahun penjara potong masa tahanan dua bulan." Kata hakim memutuskan hukuman yang akan aku jalani lalu mengetokkan palunya tiga kali.

Rasanya kepalaku berputar menengar keputusan hakim yang menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara untukku, untuk kesalahan yang tidak aku lakukan. Aku hanya terus terdiam sama seperti pertama dikantor polisi, terus terdiam. Aku melihat kak Ando diam tak bergeming dari tempatnya setelah mendengarkan keputusan hakim.

Mama mendekat kearah ku dan langsung memelukku, menangis, meronta meminta aku untuk tidak mengakui semua ini. Aku sedih melihat mama begini, tapi kenapa aku tak bisa berbicara lagi walaupun aku ingin. Kejadian itu dan semuanya membuat mulutku terkunci entah itu kepada orang lain bahkan kepada kak Ando atau mama.

"Hukuman ini gak sepadan dengan nyawa sesorang yang telah kamu bunuh, setelah ini saya akan membuat perhitungan sendiri dengan kamu." Kata lelaki yang mencekikku di kantor polisi saat pagi setelah kecelakaan itu. Tatapannya amat tajam membunuh dan aku hanya bisa terdiam, kata-katanya itu makin membuat aku merasa bersalah terhadap wanita itu.

Perlahan petugas mengurai pelukan mama kepadaku dan membawa aku pergi menjauh dari ruangan sidang menuju tempat yang akan mengurungku kembali dari kebebasan, menanggung kesalahan yang tidak aku lakukan.

***

Mungkin kalau kalian melihat sinetron yang menceritakan tentang penjara itu bagaimana, kalian akan takut. Begitupun dengan aku, aku takut saat pertama kalinya. Yah ada beberapa yang menyeramkan walau ini adalah penjara wanita, tapi ada seorang teman yang baik kepadaku. Selama didalam sel tahanan dia lah yang banyak membantuku dan menjagaku.

Namanya kak Indah, ia ditahan karena kasus penipuan yang dilakukan temannya. Ia dan temannya join bisnis kosmetik, tapi ternyata temannya menjual kosmetik palsu dan juga melarikan uang pelanggan. Saat polisi melakukan penangkapan hanya kak Indah yang tertangkap, sedangkan temannya sudah kabur dengan semua uang hasil usaha mereka.

"Nes, gimana?" Tanya kak Indah begitu aku masuk kembali ke dalam ruang tahananku. Aku langsung memeluk kak Indah dan menangis tanpa suara, tangisan yang aku tahan sedari di ruang sidang kini pecahlah sudah.

"Dua tahun, kak." Kataku pelan disela air mataku.

"Nes, apa kamu masih gak mau cerita kenapa kamu bisa sampe begini?" lagi-lagi kak Indah ingin tahu kenapa aku sampai masuk kesini. Aku gak pernah menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada siapapun.

Kak Indah membimbingku untuk duduk di lantai. Ia lalu memberikan air minum untukku, mengusap-usap punggungku dengan lembut. Aku yang anak tunggal, perlakuan dan sikap kak Indah selama ini sudah seperti kakak bagiku.

"Kak." Kataku pelan dan aku sudah merasa lebih baik setelah aku menangis barusan. Sejak kejadian itu sampai putusan hukuman yang di berikan hakim tadi, aku tak sedikitpun menangis walau aku ingin.

"Ya." Kata kak Indah lembut lalu meremas tanganku yang ada di genggamannya memberi kekuatan kepadaku.

Aku terus menarik nafas berulang-ulang, mengingat kembali malam naas itu. "Malam itu setelah makan malam dan merayakan hari jadi kami yang ke dua tahun, dia melamarku kak. Setelah itu ia mengantarku pulang, tapi mungkin karena rasa bahagianya dia. Dia selalu menatapku, gak lagi fokus sama jalanan. Tiba-tiba saat aku melihat ke depan ada seseorang berlari menyebrang jalanan. Teriakanku mungkin mengagetkannya."

"Dia membanting stir ke trotoar, kami gak menyangka kalau ada wanita itu. Wanita itu terpental dan mengeluarkan banyak darah. Aku keluar melihat wanita itu, saat aku kembali ke mobil ternyata dia sudah menghilang. Aku yang pergi ke kantor polisi. Jujur kak, aku takut saat itu bahkan sampai saat ini." Tanpa terasa air mataku menyeruak keluar lagi saat mengingat malam itu, kenangan yang benar-benar gak mau aku ingat.

"Dia datang meminta aku untuk menanggung kejadian malam itu, aku gak ada arti apa-apa dibadingkan sama dia dan keluarganya."

"Maksud kamu, dia itu siapa? Pacar kamu siapa?" Kata kak Indah terus memancingku terus bercerita.

"Pacarku, orang yang melamar aku."

"Apa dia yang malam itu mengemudikan mobil, bukan kamu yang mengemudikan?" Tanya kak Indah memastikan ceritaku. Aku hanya dapat mengangguk. Kak Indah menutup mulutnya.

"Siapa pacar kamu?"

"Kurniando Hanggara. Pengacara yang selama ini mendampingiku." Kataku pelan, teramat pelan tapi kak Indah masih dapat mendengar itu dan untuk kedua kalinya ia terkejut lagi.

"Astaga. Dia anak Dwi Hanggara pengacara yang terkenal itu?" Kata kak Indah sambil menutup mulutnya. Aku lagi-lagi hanya mampu menganggukkan kepalaku. Memang kak Ando adalah anak pengacara terkenal, siapa yang gak kenal dengan Dwi Hanggara pengacara yang selalu memenangkan banyak kasus.

"Orang gila. Dia yang nabrak dan kamu yang tanggung jawab. Untuk apa kamu lakuin semua ini?" Kata kak Indah memincingkan matanya melihatku.

"Dia datang memintaku mengakui itu buat dia kak, karirnya baru aja mulai kak. Keluarganya adalah keluarga terhormat, gak mungkin dia mencoreng nama keluarganya. Dan dia janji setelah ini, setelah habis masa tahanan aku, dia mau menikai aku." Kataku memberi alasan.

"Itu bukan cinta, tapi itu obsesi kebahagiaan dia. Apa kamu memikirkan kebahagiaan kamu sendiri?"

Aku hanya menggelengkan kepalaku, "Kak, tolong ini dirahasiakan. Setelah menangis tadi aku merasa lega, baru kali ini aku membuka cerita tentang malam itu."

"Kamu pasti stres berat sampai hari ini maka mulut kamu terkunci gak menceritakan kejadian itu sampai sekarang. Kamu masih terlalu kecil." Lagi-lagi kak Indah meremas tanganku di genggamannya. "Gak akan aku kasih tau siapapun. Tapi aku harap kamu bisa jujur, bukan untuk diri kamu sendiri tapi untuk keluarga kamu."

Aku menggelengkan kepalaku dengan lemah, aku pikir semuanya sudah terlambat. Dan kak Ando gak mungkin akan bertanggung jawab, keluarganya pasti akan melakukan apapun agar kak Ando gak terkait masalah ini.

Semoga kalian suka yah. Masi banyak lagi babnya. Yg ini sampe 47bab. Slow up karena tahap pengkoreksian n di sambil nulis cerita yg lain. Baca cerita aku yg lain yah guys.

Harap koreksi bila terjadi typo dll 😅

Vote n komen yah. Thanks

4 Juni 2019

(Not) An Incurable Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang