"Kak, kamu gak tau kan apa yang aku rasain." Cicit Nessa masih terus merunduk.
"Apa?"
"Aku nyaman sama kamu, terlalu nyaman palah. Jujur aku mau keluar dari rumah ini karena aku takut nanti rasa nyaman itu tiba-tiba hilang. Kamu pergi ninggalin aku, entah itu dengan perempuan lain atau karena apa. Dari sekarang aku berusaha ingin gak tergantung sama kamu kak."
"Kalau begitu kamu tetap disini, disamping aku. Mungkin ini terlambat buat aku sadarin. Ternyata aku jatuh cinta sama kamu Nes. Kamu wanita yang kuat, sabar dan iklas. Aku butuh kamu buat penyeimbang hidup aku." Kata Hiro lembut.
"Tapi aku gak bisa kak. Seharusnya dulu kamu sama pacar kamu, kalau kaya gini apa gak aku terkesan bahagia diatas hancurnya perasaan seseorang walaupun orang itu udah meninggal."
"Nes, mau Indi hidup apa gak, aku sama dia tetap gak mungkin bersatu apa lagi gak ada restu dari orang tua. Dan ternyata orang tua Indi lebih gak berperikemanusiaan, yang seenaknya aja menghilangkan nyawa seseorang demi harta."
"Dan aku juga orang yang secara gak langsung membunuh orang lain karena malam itu aku berada di dalam mobil itu." Kata Nessa yang air matanya mulai turun satu persatu membasahi tangan Hiro yang masih menggenggam tangannya.
"Nes, kalau Indi meninggal itu takdir yang mengharuskan dia meninggal dengan cara apapun. Dan takdir kita juga bertemu dengan cara meninggalnya Indi. Semua udah digariskan, Nes." Kata Hiro sambil memegang dagu Nessa dan mengangkat wajahnya yang dari tadi merunduk sehingga Hiro bisa melihat wajah Nessa.
"Tapi ak-"
Hiro menempelkan bibirnya pada bibir Nessa, membungkam kata yang akan keluar dari mulut Nessa. Hiro sudah putus asa meyakinkan Nessa tentang dirinya dan cintanya, juga rasa takut kehilangan akan Nessa.
Setelah Nessa terdiam lalu ia mulai melumat bibir Nessa yang selalu menjadi candu untuk Hiro, Nessa masih terdiam saat Hiro mulai melumat bibirnya, tubuhnya seakan melemah. Hiro mengigit bibir Nessa agar Nessa membuka bibirnya dan ia mulai menjelajah kedalamnya.
Tanpa Nessa sadari ia lalu meletakkan tangannya di bahu Hiro dan mulai membalas ciuman Hiro. Hiro yang merasa Nessa membalas ciumannya walau agak kaku, makin bersemangat menjelajah bibir dan mulut Nessa.
Akhirnya mereka melepaskan panggutan itu setelah Hiro melihat Nessa mulai kehabisan nafas. Dahi mereka masih menempel dengan napas yang masih belum teratur. Hiro tersenyum samar lalu duduk menghadap tv kembali sedangkan Nessa masih menghadap Hiro dengan muka yang bersemu merah karena ciuman mereka tadi.
"Kamu." Nessa bingung apa yang akan diucapkannya, apa lagi saat ini Hiro sedang menoleh menatap Nessa.
Tangan Hiro langsung bergerak memindahkan Nessa yang duduk disampingnya menjadi diatas pangkuannya. Memeluk pinggang Nessa dengan posesif.
"Kamu jangan memungkiri perasaan kamu juga Nessa. Sampai kapan kita begini?" Tanya Hiro.
"Aku, gak kok." Nessa terlalu bingung apa yang harus dikatakannya, otaknya masih memikirkan ciuman yang ia lakukan dengan Hiro.
"Aduh otak aku lagi konslet kali yah sampe aku ngebales ciuman kak Hiro." Batin Nessa.
"Kamu gak apa? Masih mau bilang kamu juga gak punya perasaan yang sama kaya aku? Kalau emang begitu kenapa tadi kamu balas ciuman aku heum." Kata Hiro yang melihat wajah Nessa. lagi-lagi Nessa hanya merunduk.
"Mungkin tadi otak aku lagi konslet." Kata Nessa pelan.
"Konslet aja otak kamu terus, jadi nanti kalau aku melamar kamu dan menikahi kamu juga kamu bakal terima dan membalas cinta aku." Kata Hiro yang mulai agak sensi dengan sanggahan yang terus dikeluarkan Nessa.
"Semoga gak." Kata Nessa lalu kembali duduk disamping Hiro lagi. Nessa merasa aneh duduk di pangkuan Hiro dan pinggangnya terus dipeluk erat oleh Hiro.
"Nes, rumah kamu sedang aku usahain balik lagi ke kamu. Andai sampai saat rumah itu udah balik ke kamu lagi dan kamu emang gak mau nerima aku. Kamu boleh balik ke rumah kamu dan aku gak akan maksa kamu lagi buat di samping aku, buat nikah sama aku." Nessa mempertimbangkan tawaran Hiro.
"Gimana? Ini lebih baik kan, aku kasih kamu waktu buat berfikir dan kamu kasih aku waktu buat yakinin kamu kalau aku cinta sama kamu, aku serius sama kamu."
"Kalau boleh jujur, baru kamu yang aku yakinin buat jadi istri aku dan juga buat jadi ibu dari anak-anak aku. Dulu memang aku pernah melamar Indi, cuma sama Indi belum ke orang tuanya karena hubungan kami sulit. Aku dulu melamar Indi hanya ingin melamar, layaknya orang yang melalui suatu proses pacaran, melamar dan menikah. Aku gak pernah ngebayangin bakal membangun rumah tangga sama indi walau nikah sama dia dan juga gak terlintas dipikiran aku punya anak sama Indi."
"Bisa dibilang aku hanya mau mengikat dia aja tanpa mikirin menikah dan punya anak. Cuma sama kamu aku baru mikirin ke depan dan punya anak."
"Mama bilang, kalau aku gak mau jadiin kamu istri maka mama bakal jadiin kamu anak angkatnya. Kalau kamu jadi anak angkat mama, aku gak akan pernah bisa sama-sama kamu dan aku bakal kehilangan kamu kalau kamu menikah sama orang lain. Aku gak akan pernah rela itu." Jelas Hiro.
"Ini yang bikin kamu badmood dikantor? Maksud abeoji mau jadiin aku istri kamu atau adik kamu?" Tanya Nessa.
"Ya. Mood aku jadi jelek mikirin kalau aku kehilangan kamu dan lainnya. Aku sadar aku sayang kamu." Kata Hiro bersandar di sofa dan mengusap kasar wajahnya tanda ia benar-benar frustasi meyakinkan Nessa.
"Apakah kamu, abeoji dan mama mau menikahkan atau menjadikan aku anaknya karena dasar kasihan atau hutang budi kepada papa?"
"Nes, gak kaya gitu." Hiro menarik nafasnya berusaha sabar.
"Kalau aku meminta kamu jadi istri aku atas dasar aku cinta sama kamu, takut kehilangan kamu. Abeoji juga mama mendukung kamu jadi menantu mereka mereka karena diri kamu, hati kamu dan kamu pantas untuk kami. Tolong buang pikiran sempit kamu tentang rasa kasihan, rasa bersalah dan hutang budi. Cinta dan restu bukan atas dasar itu Nes. Semua dari diri kamu dan tentang kamu bukan karena orang lain."
"Dan andai kamu gak mau jadi istri aku, kalau kamu diangkat anak sama mama dan abeoji bukan karena semua rasa yang kamu ucapkan tadi. Tapi mama dan abeoji memang menyayangi kamu dan menganggap kamu anak mereka, semua dari diri dan hati kamu, Nes. Kalaupun kamu gak mau jadi istri atau adik angkat aku, kami gak akan memaksakan kamu."
Ruangan terasa sunyi, baik Nessa dan Hiro sama-sama terdiam bergelut dalam pikiran dan hati masing-masing selama beberapa saat setelah Hiro mengatakan apa yang ada di pikirannya.
"Nes, kita sama-sama mikirin semua ini sampai rumah kamu berhasil aku kembaliin ke kamu yah. Setelah itu terserah kamu mau pulang dan berbahagia sama orang lain atau kamu mau tetap sama aku dan kita mulai lembaran baru yang lebih baik." Kata Hiro memecah keheningan antara mereka.
"Makasih. Makasih kamu selalu baik sama aku. Makasih kamu selalu ngertiin aku. Makasih karena kamu nolong aku. Aku pikirin lagi semuanya yang tadi kamu bilang ke aku." Hanya ini yang mampu Nessa ucapkan.
"Hmm. Kita mandi, setelah itu aku tunggu kamu di meja makan. Kita makan malam." Kata Hiro mengakhiri pembicaraan mereka sore ini. Hiro merasa sudah cukup berusaha meyakinkan Nessa bahwa ini semua cinta, bahwa ini adalah rasa yang sama. Semua kembali kepada Nessa dan waktu yang akan menjawabnya.
Mari masuk kedalam hati dan pikiran Nessa saat Nessa dan Hiro terdiam setelah mendengarkan apa yang dikatakan Hiro.
Kalaupun kamu gak mau jadi istri atau adik angkat aku, kami gak akan memaksakan kamu.
Apa yang aku harus pilih? Apakah aku harus menjadi istri kak Hiro? Menjadi adik angkat kak Hiro? Atau hanya menjadi sepenggalan kisah di kehidupan kak Hiro yang nantinya mungkin akan ia lupakan. Apakah aku siap kehilangan serta dilupakan kak Hiro yang selama beberapa bulan ini menemaniku?
TBC.
Cinta hadir karena terbiasa, karena ketulusan dan juga kesabaran. Akh 😃
Tangerang, 9 Agustus 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
(Not) An Incurable Heart
RomanceTAMAT ~Novel 3~ Rank 25 mama (180519) Rank 33 kebebasan (250519) Rank 134 rahasia (050619) Rank 394 penyesalan (080619) Aku amat sangat menyesal tentang kejadian kemarin yang menjungkir balikkan duniaku, seseorang yang tak bertanggung jawab yang me...