14. Kasihan atau Suka?

94 11 0
                                    

Hiro POV

Malam ini aku gak ingin menyentuh minuman yang bertengger di rak di ruang tv, setelah mandi aku hanya ingin merebahkan badanku yang lelah. Tapi entah mengapa aku palah memikirkan Nessa lagi. entah ia wanita lemah, bodoh atau mudah disiksa.

Perasaanku kali ini benar-benar tak tenang. Entah mengapa pikiranku terus memikirkan dia. Harusnya aku gak perlu peduli dia, mungkin aku gak akan menghukum dia atas kematian Indi tapi gak seharusnya aku terus terbayang dengan wanita itu kan.

Abaikan Hiro, abaikan. Aku mengsugest pikiranku agar tak memperdulikan wanita itu.

"Hais!!!" Teriakku frustasi sendiri dengan pikiranku. Aku menyibak selimut yang kupakai kasar lalu mengambil ponsel yang berada di meja sebelah tepat tidurku.

"Hallo Mat, dimana wanita itu?" Akhirnya aku menghubungi Matius, menyerah dengan semua yang menggangguku.

Perjalanan dari apartemenku menuju ke perumahan tempat ia tinggal Nessa aku tempuh dengan cepat, hari sudah agak malam jadi lalu lintas kendaraan gak semacet siang. Sesampai di rumah wanita itu aku langsung bergegas membuka pintu depan, sialnya itu terkunci.

Aku terus memutar rumah itu mencari jalan untuk masuk. Aku tau wanita itu ada di dalam rumahnya karena Matius yang mengawasi dia mengatakan wanita itu gak keluar lagi setelah nyonya Hanggara pergi.

Pintu samping ternyata gak terkunci, aku lalu masuk mencari dimana wanita itu. Rumah ini masih gelap dibeberapa tempat, aku harus mencari dia dengan penerangan seadanya. Dengan mengandalkan penerangan dari lampu redup yang menyala di luar sana, aku terus membuka kamar setelah memastikan ia tak berada di dapur, ruang tamu dan juga ruang keluarga.

Kamar pertama ku buka dan tak menemukan wanita itu. Kini hanya tertinggal satu kamar lagi, andai dia tak berada disana, kemana lagi aku harus mencari. Kutajamkan pengelihatanku di sekeliling kamar ini, melihat dalam gelap sungguh amat sulit. Aku tak melihat wanita itu juga di kamar ini.

Sesaat sebelum aku akan menutup pintu kamar yang aku yakini tak ada wanita itu di dalamnya, tiba-tiba terdengar seperti suara seperti benda jatuh atau apa lah. Dug dug dug. Aku terus berusaha menajamkan penglihatanku di kamar ini dan mendapati wanita itu duduk di lantai dan terus membenturkan dirinya di tembok sebelahnya.

Tanganku menghalangi ia membenturkan kepalanya ke tembok lagi, setelah beberapa kali ia terus membenturkan kepalanya ke tembok yang terhalang tanganku tiba-tiba tubuhnya roboh. Aku langsung menangkap tubuh itu sebelum jatuh ke lantai dan kepalanya kembali terbentur lantai lagi.

"Hei. Hei." Aku memangil dan menepuk pelan pipi wanita itu tapi tak ada tanggapan.

"Menyusahkan." Kini aku benar-benar seperti berbicara kepada tembok. Lalu aku menyelipkan tanganku di leher dan satu tanganku lagi di kakinya, mengendongnya keluar rumah menuju mobilku.

Matius yang dari tadi masih berjaga di luar langsung menuju mobilku, ku pencet tombol unlock dan dengan sigap Matius membuka pintu belakang agar aku mudah memasukkan wanita ini ke kursi belakang.

"Mat, tutup pintu samping rumahnya dan malam ini kamu bebas tugas." Kataku setelah berhasil memasukkan wanita itu ke kursi belakang. Matius hanya mengangguk, lalu aku meninggalkan Matius dan membawa wanita ini ke rumah sakit.

***

Pagi ini aku bangun dengan rasa pegal yang luar biasa, baru kali ini aku tertidur sambil duduk menunggui wanita ini sadar. Semalaman aku tidur di kursi disamping ranjangnya dan tangan ku yang terlipat di ranjang rumah sakit sebagai alas kepalaku.

Aku melihat wanita ini yang tak sadarkan diri dari semalaman hingga pagi ini. Dokter menyatakan, kurang gizi, tekanan psikis dan juga darah rendah membuat kondisi badannya drop dan pingsan. Benturan dikepalanya yang ia lakukan semalam bukanlah dampak pingsannya walaupun kini itu menjadi memar.

(Not) An Incurable Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang