12. Siksaan lagi

88 8 0
                                    

Dua hari kemarin Matius yang selalu mengintai semua kegiatan wanita itu dan bilang gak ada hal yang penting. Wanita itu hanya keluar untuk melamar pekerjaan. Apakah dia pikir mudah untuk mencari pekerjaan dengan dirinya yang hanya lulusan SMA dan menyandang mantan napi.

Dua hari kemarin aku hanya bekerja dan menghabiskan malam dengan beberapa minuman keras yang ada di apartemenku. Aku harus memenuhi janjiku kepada papa untuk kembali bekerja setelah semua terungkap dan mulai pengaturan bagaimana menghancurkan keluarga Hanggara di sela-sela pekerjaanku yang padat.

"Mat, dimana wanita itu?" Aku menelfon Matius untuk memastikan dimana wanita itu. Sore ini tiba-tiba aku ingin melihat dia.

Ku tinggalkan pekerjaan kantor yang sudah tidak terlalu banyak dan bisa ditangani besok lagi. Aku sekarang menuju ke rumah wanita itu, mobil Matius masih berada di sekitaran rumahnya. Setelah Matius melihat mobilku, ia lalu berjalan ke mobil.

"Nyonya Dwi baru saja masuk ke dalam rumah Nessa." Kata Matius sambil merunduk mendekat ke kaca mobilku yang terbuka.

Aku hanya mengangguk dan mengerutkan keningku, apa yang dilakukan wanita itu lagi di rumah Nessa. Apakah akan menyiksa Nessa lagi seperti waktu di pengadilan? Aku lalu turun dari mobilku dan menuju ke rumah yang terbuka pintunya itu.

"Hah wanita jalang kamu, saya gak akan rela. Selamanya saya akan membuat kamu menderita."

"Mati saja kamu di jalanan. Saya gak mau lihat muka kamu lagi di rumah ini, rumah ini sekarang milik saya. Tiga hari dari sekarang kamu harus pergi dari sini atau orang saya yang nantinya akan membakar kamu hidup-hidup di rumah ini."

Aku melihat wanita itu hanya mampu menangis. Wanita lemah yang mau menerima hukuman yang sebenarnya bukan kesalahannya dan kini disiksa lagi.

"Minggir." Aku langsung menggeser badanku menepi memberi jalan nyonya gila ini. Orang yang berpendidikan tapi seperti monster yang tak beraturan. Bukannya mengkoreksi diri tapi menyalahkan orang lain atas apa yang terjadi pada hidup anaknya.

Semakin menarik, semakin aku ingin secepatnya mengatur rencana untuk membuat perhitungan dan pelajaran kepada keluarga ini. Pelajaran yang membuat kalian lupa cara menyiksa dan merasakan saat disiksa orang lain.

Aku ingin sekali merengkuhnya, memberi kekuatan dan membuatnya berhenti menangis, tapi gengsiku terlalu tinggi untuk melakukan itu jadi aku kembali ke dalam mobil dan pulang, tapi Matius masih ku perintahkan untuk terus berjaga melihat dan melaporkan apa yang terjadi dengan wanita itu.

Author POV

Nessa baru saja selesai mandi saat didengarnya ada seseorang di luar sana yang mengetuk pintu dengan tidak sabaran. Ia lalu bergegas membuka pintu dan terkejut melihat siapa yang berdiri dihadapannya. Nessa mundur beberapa langkah ke belakang. Ia ingat disaat hari sidang beberapa hari lalu, wanita ini menyiksanya.

Nyonya Dwi melangkahkan kakinya masuk ke ruang tamu rumah Nessa dengan raut wajah yang tak dapat di artikan namun cukup menakutkan bila di lihat. Tatapannya seolah-olah ingin memakan Nessa saat itu juga.

"Tante." Cicit Nessa pelan, amat pelan dan penuh ketakutan.

"Saya bukan tante kamu! Dan kamu gak pantas memanggil saya dengan sebutan apapun!" Teriak nyonya Dwi membuat Nessa makin menciut.

"Ternyata benar kata orang saya kalau kamu kembali ke rumah ini, rumah ini milik saya. Rumah ini adalah bayaran kamu memakai jasa anak saya. Kamu gak ada hak tinggal disini. Pergi kamu keluar dari rumah ini!" Lagi dengan emosi yang memuncak nyonya Dwi berkata kepada Nessa.

"Ini rumah papa saya tante. Dan gak mungkin mama kasih rumah ini buat bayaran jasa kak Ando jadi pengacara saya. Kak Ando sendiri yang mau membela saya." Kali ini Nessa bersuara karena tak terima rumah warisan papanya menjadi milik orang lain. Hanya rumah ini tempat Nessa berteduh dan mengenang tentang orang tuanya.

Mendengar Nessa menyebut nama Ando membuat emosi nyonya Dwi makin tersulut, hatinya meradang saat mengingat Ando masuk penjara. Kini pun keluarga besannya sudah mengurus surat perceraian Ando dengan anak mereka. Bagi mereka yang pengusaha terkenal, memalukan mempunyai keluarga yang masuk penjara dan lari dari tanggung jawab.

Mereka menikahkan anak mereka dengan Ando pun karena melihat sebuah keuntungan berbesan dengan keluarga pengacara terkenal. Andaikan terjadi sesuatu mereka dapat dengan mudah melimpahkan permasalahan kantor atau apa pun untuk diselesaikan oleh keluarga besannya itu.

Nyonya Dwi langsung menampar pipi kiri Nessa dengan sekuat tenaga, ia mencurahkan semua kekesalannya selama ini kepada Nessa. Karena tamparan keras itu membuat Nessa tersungkur ke lantai dan menangis merasakan pipinya yang panas.

"Kamu tau kamu itu gak pantas buat anak saya Ando. Sedari dulu kami sudah mengatur siapa yang pantas mendampingi Ando, begitu kamu masuk penjara kami lega dan langsung mengatur pernikahan Ando dengan Nana. Tapi lagi-lagi kamu merusak segalanya." Dengan sarat emosi nyonya Dwi menjambak kasar rambut Nessa.

"Ampun tante, maafkan saya." Kata Nessa disela tangisannya dan juga rasa sakitnya. Berharap siksaan ini segera berakhir jika ia meminta ampun dan maaf.

"Hah wanita jalang kamu, saya gak akan rela. Selamanya saya akan membuat kamu menderita." Teriak nyonya Dwi sambil menjambak Nessa.

Nessa yang sudah terduduk dilantai hanya bisa menangis. Ia tak akan tahu kalau keganasan nyonya Dwi sampai begini. Rasanya sekujur tubuhnya sakit tapi hatinya lebih sakit lagi amat sangat sakit dengan perkataan ibu dari orang yang pernah ia cintai dan lindungi.

"Mati saja kamu di jalanan. Saya gak mau lihat muka kamu lagi di rumah ini, rumah ini sekarang milik saya. Tiga hari dari sekarang kamu harus pergi dari sini atau orang saya yang nantinya akan membakar kamu hidup-hidup di rumah ini." Setelah mengatakan ini nyonya Dwi menghentakkan rambut Nessa yang sedari tadi ia jambak dengan kasar sehingga wajah Nessa tersungkur kearah lantai.

"Minggir." Nyonya Dwi membentak Hiro yang menghalangi jalannya saat di teras, Hiro lalu menepikan badannya dan melihat nyonya Dwi yang berjalan semakin menjauh.

Senyum sinis yang mematikan terkembang di bibir Hiro melihat nyonya Dwi dari belakang. Sesaat Hiro hanya mengintip ke dalam rumah itu, ia melihat Nessa masih terus menangis dalam posisi yang sama. Menangis tanpa suara dengan bahu yang terguncang hebat. Hiro tidak tahu apa yang dikatakan nyonya Dwi kepada Nessa, ia hanya mendengar bagian akhirnya saja.

***

Beberapa saat Nessa terpuruk karena mendengar apa yang di ungkapkan oleh ibu dari mantan pacarnya, iya mantan pacarnya. Nessa harus menganggap Ando adalah mantan pacarnya karena Ando bukan lelaki yang mengasihinya lagi, tapi suami dari orang lain.

Nessa lalu menutup dan mengunci pintu rumahnya. Ia lalu masuk ke kamar Elisa, mamanya. Membongkar lemari mamanya. Mencari sertifikat rumah yang biasa selalu diletakkan di laci lemari tapi gak ada. Hanya tersisa kotak perhiasan milik mamanya yang dulu diberikan oleh almarhum papanya.

Lemari Elisa sudah dibongkar habis oleh Nessa dan benar gak ada sertifikat rumah itu. Sertifikat rumah itu lenyap dan mungkin benar yang dikatakan ibu dari mantan pacarnya tadi bahwa sertifikat rumah almarhum papanya kini telah berpindah tangan ke keluraga Hanggara.

Sekujur badan Nessa lemas mengetahui bahwa sertifikat rumah miliknya kini telah berpindah tangan ke keluarga Hanggara. Badannya sudah sakit dengan siksaan yang dilakukan ibu dari mantan pacarnya, lemas dan juga sakit hati. Lengkap sudah penderitaan yang Nessa alami.

Nessa menjatuhkan dirinya di ranjang milik ibunya. Membenamkan wajahnya dan menangis. Nessa menjerit sekencang-kencangnya melepaskan segala emosi yang selama ini ia tahan. Ia tau hanya bantal itu mampu meredam jeritannya. Ia memukul ranjang terus menerus hingga lelah dan tertidur.

Beberapa jam Nessa tertidur dari lelahnya menangis. Ia bangun dengan mata yang sembab dan masih dengan posisi yang sama seperti tadi, tengkurap diranjang mamanya. Tenggorokannya terasa sakit karena menangis dan berteriak.

Hidung Nessa mencium bantal milik mamanya, mencari aroma milik mamanya yang hampir tak ada karena sudah beberapa bulan mamanya tak menempati ranjang itu. Ia lalu mengusap-usap sprei mamanya mencari kelembutan di telapak tangannya. Tiba-tiba tangannya menyentuh sesuatu di bawah bantal.



Vote n komen yah manteman.

Tangerang, 8 Agustus 2019

(Not) An Incurable Heart Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang