Teman Untukmu🌸

3.1K 146 0
                                    

Aku memang bukan dewi yang patut kau puja. Tapi aku punya hati yang tak patut kau beri luka.

***

Kuberdiri bersama Juna di depan sebuah bangunan berukuran sedang terletak di pinggiran Kota Bekasi. Bangunannya sedikit terpisah dari rumah penduduk. Aku jadi bergidik ngeri. Namun, tangan besar Juna mengenggam tanganku. Menarikku agar berjalan bersamanya ke dalam. Juna seperti memencet beberapa tombol password pintu ini. Sedetik kemudian ia mendorong gagang pintu besar yang sudah terbuka itu.

Setelah sampai di dalam. Mataku membelalak karena suguhan jet darat super keren terjajar rapi di kanan kiriku berdiri sekarang. Aku mengikuti langkah Juna dengan mata yang masih mengagumi mobil-mobil mahal ini. Di depan sana dapat kulihat teman-teman Juna sudah mengumpul. Dapat aku hitung jumlah mereka bertambah. Yang sebelumnya ada lima orang yang aku kenal. Tapi sekarang ada tujuh pria yang sedang duduk di sofa-sofa panjang di tengah ruangan ini. Ada Sandi, Dendi, Key, Reno, Felix, dan ada dua orang lagi yang belum aku tau namanya. Kurasa mereka bukan dari sekolahku. Aku tak pernah melihat mereka.

"Dateng juga lo Jun!" Seru seseorang dari salah satu pria yang belum aku kenal tadi. Ia merangkul Juna dan berjabat tangan ala laki-laki. Kulihat Juna tersenyum lepas bersama pria itu. Ini mungkin pertama kalinya aku melihat kekasihku yang dingin itu tersenyum sebahagia itu. Ini momen yang amat langka, melihatnya tersenyum aku jadi tersenyum.

"Lilyyy..." sapa seseorang. Membuat aku menoleh. Dia Felix. Ramah menyapaku seperti biasa. "Hey Lix.." balasku tersenyum padanya.

"Pacar lo Jun.." suara pria di samping Juna. Tubuhnya tidak terlalu tinggi tapi hidungnya sangat mancung. "Iya. Namanya Pofly.." sahut Juna mengenalkanku pada temannya ini. Aku tersenyum canggung padanya.

"Jadi lo kalah waktu tanding sama gengnya Fredo?" Tanya pria yang duduk di sofa sana. Juna mengangguk. Wajahnya mulai berubah seperti marah.

"Iya, besok malam gue bakal balas kecurangan Fredo ke gue" jawab Juna menekan setiap kata yang ia ucap.

"Kita rancang strategi apa yang pas buat jerat Fredo ke dalam masalah. Gimana?" Sahut si Key. Kurasa dia paling pintar dan cerdik dari semua teman Juna. Menanggapi rencana Key tadi semua mengangguk menyetujui.

Aku mencoba menyentuh tangan Juna. Dia yang peka dengan itu. Menoleh padaku. "Fredo siapa?" Tanyaku. Aku seperti tak asing dengan nama itu. "Lo ke kamar aja. Nggak usah ikut-ikut." Balasnya terdengar ketus. "Lix.." panggil Juna pada Felix. "Bawa Pofly masuk kamar" suruhnya pada Felix.

Aku menatap Juna heran. Tapi aku tak mungkin untuk membantah titahnya. Dengan ragu aku melangkah mengikuti Felix yang akan membawaku ke suatu pintu di pojok bangunan ini. "Masuk Ly.." Felix membuka pintu dan mempersilahkanku masuk. Aku mengangguk kemudian masuk ke ruangan yang dibilang Juna kamar itu.

Di sini terdapat ranjang susun di kanan dan kiri ruangan dan berjumlah 8 ranjang. Di pikiranku apa mereka semua sering tidur di sini? Dan siapa yang membangun tempat ini?
Sekarang aku sungguh bingung kenapa Juna membawaku ke sini jika tidak ada yang bisa aku kerjakan. Aku menduduki ranjang yang di bawahnya terdapat nama Juna.

Aku melepas tas ranselku. Dengan mata yang menelisik semua sisi ruangan ini. Cahayanya remang-remang. Hanya ada satu fentilasi di ruangan ini. Rasanya aku sangat bosan. Ini sudah jam 4 sore. Harus berapa lama lagi aku di sini. Kantuk sekaligus lapar mulai menyerangku. Hahh.. menyiksa.

Lamat-lamat aku mulai menutup mataku. Aku rebahkan tubuhku di kasur one size ini, dan meletakkan kepalaku di bantal.

Beberapa saat aku tidur. Kurasakan ada seseorang yang membuka pintu kamar ini. Tapakan kaki melangkah menuju ranjang yang aku tempati. Mataku terlalu berat untuk melihat siapa orang itu. Aku hanya diam menunggu apa yang akan dilakukan. Kasur ini terasa bergerak saat dia mengambil duduk di tepi ranjang.

"Lo milik gue, Pofly," bisiknya yang kudengar. Perlahan aku membuka mataku. Samar-samar wajah rupawannya nampak jelas di mataku. Nafasku tercekat saat ini. Posisi kami saat ini terlalu intim, Juna seakan menindihku dengan kedua tangannya yang diletakkan di samping kepalaku. Nafasnya menyapu lembut wajahku. "Ju,Juna.." lirihku.

"Hem.." dehemnya. Jantungku sudah berdetak tak beraturan. "Jangan gini, nanti dilihat yang lain nggak enak." Kataku. Juna tak mengindakan perkataanku, dia justru memasang seringainya padaku. "Kenapa? Anak-anak udah pada pulang. Tinggal kita berdua di sini" ucapnya. Membuat bola mataku membulat kaget.

Aku mencoba mendorong dada Juna agar menjauh dariku. Tapi tenaga yang aku punya bahkan tak bisa menggeser tubuhnya sedikitpun. "Kenapa? Lo takut gue berbuat macam-macam sama lo" ucapnya disertai seringai yang membuat aku ketakutan. "Juna, plis lepasin aku.." mohonku. "Nggak." Balasnya cepat.

"Kamu mau apa?" Sekarang aku berani bertanya tentang apa yang akan Juna lakukan padaku. "Ayo pulang.." lalu Juna melepasku dan merubah posisi menjadi duduk memunggungiku. Aku juga segera bangkit dan menoleh ke sisi Juna berada. Aku mengambil tas ranselku dan ingin beranjak dari ranjang, kupakai lagi sepatuku. "Besok ikut gue ke sirkuit.." nadanya datar tanpa menolehku.

"Buat apa?" Tanyaku tak mengerti.

"Gue balap besok. Gue jemput jam 7 malam" aku sedikit perfikir. "Tapi, jam malamku nggak bisa lama Juna. Ibu dan ayah hanya memberiku batas sampai jam 9 malam."

"Iya. Sebelum jam 9 kita udah pulang, lo tenang aja" katanya. Aku mengangguk mengerti. "Kita pulang.." Juna berdiri dan mengadahkan tangan kanannya di depanku. Aku yang paham menerima ajakan tangan itu. Lantas kami berdua sama-sama keluar dari kamar dan berniat untuk pulang.

~~~~~~

"Lily... keluar dulu Sayang, Ibu sama ayah mau ngomong!" Panggil ibuku dari ruang tengah. Aku yang masih di kamar sehabis mandi langsung keluar tanpa mengeringkan rambutku yang masih basah.

"Kenapa Bu?" Aku mendudukan tubuhku di sofa kecil. Ibu dan Ayahku diam, keduanya saling lirik. Membuatku mengerutkan dahiku heran. "Apasih Bu. Kok malah lirik-lirikan sama Ayah"

Ayah merubah posisi duduknya, menjadi lebih nyaman. "Jadi Ayah ada acara di luar kota. Dan ini acaranya formal dari perusahaan, jadi Ibu ikut sama Ayah..."

"Terus Lily gimana dongg.." kataku memotong omongan ayahku.

"Lily nggak apa-apa, kan? Ditinggal sendiri besok. Cuma 2 hari kok, nggak lama. Kalau kamu juga ikut kan harus sekolah." Ucap ibuku melanjutkan perkataan ayahku tadi. Aku menghela nafasku panjang.

'Benar juga kata ibu' batinku.

"Nggak apa-apa, kan? Nanti boleh deh bawa Kinan supaya nemenin kamu di rumah" ujar ibuku dengan nada halus. Aku mengangguk faham. Lagian ini juga untuk kerjaan ayah. Ibu dan ayahku sama-sama tersenyum. "Gitu dong, putri Ayah kan udah besar. Jangan manja terus. Harus bisa mandiri tanpa Ayah atau Ibu.." kupeluk hangat badan ayahku, tangan ibu terulur untuk mengelus punggungku. "Ibu sama Ayah berangkat jam 4 pagi ya besok. Hati-hati di rumah, kalau mau keluar pintunya jangan lupa dikunci" . "Iya Ibu.."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
PACAR PAKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang