Hujan...
Sampaikan salamku padanya
Bahwa aku sangat membencinya***
Di mobil, aku maupun Juna saling diam. Tidak ada obrolan seperti biasa yang kami lakukan. Sudah jelas Juna ini bukan tipe pria yang cerewet dan aku juga bukan seorang gadis yang pintar mencari topik yang seru untuk sekadar mengobrol. Dan yang akan kami lakukan di mobil ya hanya aktivitas diam seperti ini. Juna sibuk menyetir dan aku akan memainkan ponselku.
"Jam berapa?" Tiba-tiba Juna bertanya. Aku menoleh padanya, lalu melihat jam yang ada di ponselku. "Jam 9 lebih 15 menit.." kataku. Kulihat Juna sedikit kaget dengan jawabanku tadi. Ah! Iya aku lupa jika kemarin aku pernah mengatakan padanya jika batas jam malamku pukul 9.
"Juna nggak apa-apa kok. Ibu sama ayah nggak ada di rumah malam ini. Jadi nggak perlu khawatir mereka bakal marah kalau aku keluar sampai jam segini.." kataku menjelaskan. Juna memelankan laju mobilnya. "Mereka pergi ke mana?" Juna menoleh padaku sekilas dan fokus lagi ke jalan. "Ke luar kota. Ada acara dari perusahaan ayah, dan ibu juga ikut nemenin" jelasku. Aku melihat Juna yang ada di sampingku. Aku menunggu responnya.
"Lo di rumah sendiri?" Tanyanya dan aku mengangguk pelan. "Iya.. kenapa emang?" Ujarku. "Nggak ada orang lain di rumah?" Introgasinya padaku. Aku menggeleng, "cuma aku aja.." jawabku.
Juna tak membalas lagi dan fokus ke mobil yang sedang ia jalankan.
Setelah hampir 20 menit perjalanan. Mobil Juna sudah sampai di depan gerbang rumahku. Aku melepas sabuk pengaman dan ingin segera bergegas turun. "Makasih ya. Kamu hati-hati" pamitku dan berpesan pada Juna. Wajahnya tetap datar tanpa menolehku sedikitpun.
"Buka gerbang rumah lo.." katanya yang membuatku bingung. "He? Buat apa?" Heranku. Oh mungkin maksutnya dia menyuruhku untuk segera masuk rumah. Aku lantas membuka pintu mobil dan keluar, aku membuka gerbang rumah bercat putih itu. "Buka yang lebar.." seru Juna dari dalam mobil. Aku terdiam tak mengerti. Tau jika aku tak mengerti apa yang ia perintahkan tadi. Juna keluar dari mobilnya dan beralih mendorong pagar rumahku agar terbuka lebar seperti yang ia inginkan. Lantas setelah itu ia masuk ke dalam mobilnya lagi. Dan... anehnya ia bukan segera pulang tapi malah memasukkan mobilnya itu ke dalam halaman rumahku. Aku mengikutinya masuk ke dalam. Aku sungguh tak mengerti apa yang ia lakukan?
"Kenapa malah masuk? Kamu nggak mau pulang" tanyaku setelah Juna keluar dari dalam mobil. Juna tak menggubrisku, ia malah mendekap tubuhku di pelukannya. Membuat jantungku memburu seperti ingin loncat dari tempatnya. Pipiku merona karena ulahnya ini. Tanpa sadar kedua tanganku sudah melingkar di pinggangnya. Aku membalas pelukannya. Dadanya yang bidang nan kokoh itu seperti memberiku kehangatan ke seluruh tubuhku. Nyaman dan terasa menenangkan.
Beberapa menit kemudian Juna melepas pelukannya, ia menangkup kedua pipiku. Aku merona lagi. Dengan wajah kami yang sedekat ini-- lagi dan lagi jantungku tak bisa terkontrol dengan teratur. "Jangan sendiri. Gue bakal nemenin lo di mobil malam ini." Katanya membuatku bingung kembali. Jadi Juna akan menemaniku?
"Nanti kamu dicariin sama papi kamu kalau di sini. Aku nggak apa-apa kok" jawabku.
Juna menggeleng, "papi nggak bakal nyariin.." ujarnya. Aku menggerlingkan mataku. "Tapi kan.. " ucapku tapi terpotong.
"Gue bakal di mobil. Lo cepet masuk ke dalem" suruh Juna padaku. Ia sudah ancang-ancang untuk membuka pintu mobilnya. Tapi aku dengan cepat mencekalnya. "Jangan di mobil. Di luar dingin, nanti kamu sakit. Kamu masuk ke dalem aja. Mau?" Tawarku. Aku khawatir jika Juna memaksakan menemaniku di mobil akan membuat dia sakit karena udara di luar jelas tidak baik untuk tubuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PACAR PAKSA
General FictionAnastasia Pofly Harata, gadis campuran Inggris, Jepang dan Indonesia-tidak mengira akan dapat pernyataan cinta dari Arjuna Bima Direndra seorang badboy sekolah saat ia baru saja putus hubungan dengan kakak kelasnya, Sebastian Fredo. Ia mendapat hadi...