Penolong🌸

6.3K 222 2
                                    

Aku tak tau apa yang kau mau
Yang aku tau kau selalu menggangguku
Di benakku, hanya namamu
Penuh denganmu.

***

Selena Gomez : The Heart Wants What it Wants

Aku mengeringkan rambutku sehabis mandi dan keramas tadi. Tubuhku rasanya kembali segar. Aku menyisir rambut dan menata rapi poni yang menutup dahiku. Ibuku sangat menyukai poni model ini. Sejak aku kecil hingga sudah beranjak remaja seperti sekarang aku tak pernah menggantinya dengan model atau gaya poni lain. Sebenarnya aku bosan tapi menurutku poni ini sudah paling cocok untukku.

Setelah rambutku mengering aku duduk di pinggir kasur dan mengambil ponsel pintarku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah rambutku mengering aku duduk di pinggir kasur dan mengambil ponsel pintarku. Aku mengecek aplikasi chat, hatiku kecewa karena sama sekali tak ada chat dari siapa pun. Aku merutuki diriku sendiri setelah sadar akan diriku saat ini yang sudah putus dengan Edo. Hah! Aku jadi memikirkannya lagi. Dulu ia akan mengirim pesan tanpa henti saat aku belum bisa mengabarinya. Tapi sekarang semua hanya kenangan pahit yang sama sekali tak akan bisa menjadi semanis dulu.

Dari pada harus bergulat dengan kegalauan yang mencekikku. Aku rasa mengerjakan PR kimia akan lebih berfaedah padaku saat ini. Putus cinta memang membuatku sedih, aku harus mencoba untuk move on dari Edo. Kesibukan mungkin menjadi opsi yang tepat untuk mengusir sedikit demi sedikit bayang-bayang Edo dari benakku.

~~~~~~

Mentari dari ufuk Timur sudah semakin naik. Pagi ini suhu dingin menembus kulitku. Kueratkan balutan cardigan ungu yang aku gunakan. Hari ini ibu yang mengantarku sekolah. Ayah yang biasanya setia mengantarku sedang ada tugas di luar kota.

Aku sedikit mempercepat langkah kakiku saat memasuki gerbang sekolah. Aku takut jika Juna akan datang dan menyeretku lagi ke rooftop. Aku bisa bernapas lega karena sama sekali ia tak membuat pagiku suram seperti kemarin.

Aku berjalan dalam diam menapaki lorong koridor sekolah. Aku berbelok kiri untuk naik ke lantai dua tempat kelas ku berada. Aku terdiam saat kulihat dari kejauhan pintu kelasku, XI IPA 2. Aku melihat Edo dengan Sheyla di depan pintu itu. Seperti ada desakan yang akan keluar di mataku. Aku coba untuk menahannya. Tanganku mengepal kuat. Rasanya ingin kabur saja, aku tak mau melihat pemandangan buruk ini.

"Hei.." dari belakang aku merasakan ada suara berat seperti menyapaku. Aku berputar menghadapnya. Jantungku berdetak cepat saat wajah dingin itu yang aku temukan. "Juna.." lirihku.

Juna mengalihkan tatapannya dariku. Ia seperti melirik Edo dan Sheyla di depan kami sekarang. Lalu sedetik kemudian menatapku lagi. Membuatku salah tingkah dan sedikit risi. Tanpa aba-aba padaku Juna menarik tanganku. Aku tak memberontak kali ini, aku menurut saja. Sampai akhirnya aku dan Juna di depan pintu kelas, yang di sana terdapat Edo dan Sheyla. Juna melirikku di sampingnya. Dan kulihat ia menyeringai saat mentap Edo.

"Sayang, cepet masuk kelas sana.." suruh Juna padaku. Aku menatapnya kebingungan. Saat ini otakku akan memproses cukup lama.

Aku menatap Edo. Yang aku tau Edo seperti bertanya dengan mimik muka 'ini pacar baru kamu'. Aku membuang muka darinya. "I,iya" aku menjawab titah Juna tadi. Aku melenggang masuk meninggalkan tiga orang tadi. Sesekali aku melihat Juna di ambang pintu. Dia tersenyum manis padaku.

Mungkin hari ini aku malah harus berterima kasih pada Juna. Dia menyelamatkanku dari Edo dan Sheyla. Dan entah jadi apa aku, kalau saja Juna tak datang tadi.

~~~~~~

Saat pagi suhu akan sangat dingin, namun saat waktu bertambah siang, terik matahari seperti dapat membakar kulit. Aku melepas cardigan yang pagi tadi aku pakai. Saat ini aku sudah sampai halte untuk menunggu bus. Seperti hanya aku di halte ini, aku memasang earphone yang aku bawa. Ku putar lagu dari dalam playlist lagu di ponselku.

Rasanya sangat lama aku menunggu bus jurusan rumahku datang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rasanya sangat lama aku menunggu bus jurusan rumahku datang. Aku menilik arloji yang aku gunakan. Jam 15.31, tapi belum ada satu pun bus yang lewat. Aku menjadi ketakutan kalau-kalau aku pulang telat. Tugas-tugas sedang banyak dan aku baru bisa merampungkan setengahnya. Aku panik, jika aku minta dijemput ibu pasti juga belum pulang. Hari ini ibu ada jadwal les dan ayah sedang ada di luar kota. Kesialan apalagi ini?


Kepanikanku menjadi, saat tiba-tiba guyuran hujan cukup deras datang, padahal tadi tak ada mendung sama sekali. Aku ingin menangis saja kali ini. Aku melepas earphone yang masih menggantung di kupingku. Kurasakan getaran di ponselku. Sebuah pesan chat masuk. Aku segera membukanya entah-entah penting. Aku mengrenyit bingung saat pesan Juna yang kubaca sekarang.

JUNA
Belum pulang?

Aku bingung bagaimana pria itu bisa mengirimku pesan ini? Apa sekarang dia tau aku masih di halte. Aku semakin bergidik ngeri, jangan-jangan pria itu memiliki mata-mata untukku.

Aku memilih tak membalasnya. Aku memikirkan bagaimana caraku pulang. Dapat aku lihat hujan makin lama makin reda. Aku menghela napas lega. Setengah kepanikanku hilang, tapi tunggu suara mesin motor membuatku terusik. Aku mulai panik lagi. Siapa pemilik dan pengemudi motor itu. Apa dia orang jahat? Aku jadi memikirkan suatu hal yang buruk.

Aku mengerjap beberapa kali kala sebuah motor ninja hitam bertengger manis di depanku saat ini. Dengan si pemilik yang aku rasa seperti dari siswa sekolahku. Aku tau dari celana seragam yang ia pakai sedangkan tubuh atasnya ia balut dengan jaket light denim. Aku tak bisa mengenali wajahnya, karena ia menggunakan helm fullface.

Aku masih bergeming di tempatku. Menunggu siapa orang ini sebenarnya. Aku takut dia orang jahat yang akan melukaiku. Tangan orang itu seperti akan membuka helmnya. Aku membelalakan mataku kaget. Wajah itu. Arjuna.

Juna menoleh padaku. Aku masih tak percaya itu dia, di depanku. Apa maunya lagi?

"Kenapa masih di situ? Naik" ucapnya. Kepadaku.

Aku berdiri. Dan mengemasi barang-barangku. Menghampirinya dengan takut. "Jun.." kataku padanya.

"Ayo naik" suruhnya lagi. Aku tak tau kenapa dia menyuruhku naik, apa dia akan mengantarku pulang?

"Juna kamu mau antar aku pulang" tanyaku akhirnya. Dan aku baru sadar kalau sudah berbicara 'aku-kamu' padanya.

"Hem.. cepet" Juna kembali memakai helmnya. Dengan ragu aku menaiki jok belakang motornya. Agak susah karena motornya menurutku terlalu tinggi. Sedangkan aku sekarang memakai rok. Oh ini memalukan.. aku menutupi rok seragamku yang sedikit tersingkap menggunakan cardigan yang aku bawa tadi. 

"Udah.." tanya Juna yang mungkin merasakan aku sibuk sendiri dengan rok ku ini. Ia melirikku dari kaca spion motornya. Aku mengangguk saja sebagai jawaban. Ia lalu men-starter motornya dan melajukan kecepatan yang munurutku cukup tinggi. Aku belum mau mati Junaaa...

PACAR PAKSATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang