Ku kira kamu malam panjang yang akan menemaniku
Nyatanya, kau senja yang memberi keindahan sesaat lalu menghilang.***
Cahaya jingga senja sudah tercetak indah di langit. Mengantar kepulangan sang surya ke peraduannya. Seperti sore ini aku baru saja keluar dari ruang PMR yang sejak bel pulang tadi digunakan untuk ekstra Palang Merah Remaja SMA Bhakti. Aku berjalan beriringan dengan sahabatku yang juga ikut ekstra. Diana.
"Lo pulang sama siapa Ly?" Tanya Diana di sampingku. "Jemput ibu mungkin.. atau pesen ojol nanti" jawabku.
Diana mengangguk saja mendengar jawabanku. "Eh, Lily gue duluan ya. Udah dijemput. Byeee.." pamit Diana padaku sesudah ia menerima telepon. Mungkin ayahnya sudah menjemputnya. "Iya. Hati-hati, byeee" aku melambaikan tangan kananku ke arahnya.
Sekarang aku sendiri, menapaki lorong koridor sekolah yang menurutku akan mencekam saat keadaan sudah kosong tanpa penghuni seperti sore ini. Cahaya surya juga sudah mulai redup dan semakin menggelap. Aku percepat langkahku. Tanganku mencoba merogoh saku blazer yang aku gunakan untuk mencari keberadaan ponselku. Aku menemukannya dan segera menyalakan ponsel. Kulihat jam sudah menunjukkan pukul 17.24 wib.
Dengan segera jariku mencari aplikasi telepon dan menekan tombol 1 untuk memanggil ibuku via telepon. Aku ingin beliau menjemputku. Lantas aku menempelkan ponsel ke arah telingaku. Aku menjadi kesal karena sambunganku tak kunjung dijawab oleh ibu.
Saat sambungan teleponku terputus karena tak segera di jawab, samar-samar aku mendengar suara laki-laki dan... mungkin perempuan. Suara itu berasal dari ruang di sebelah kiriku berdiri, XII IPA 1. Bukankah ini kelas Edo?
Aku yang merasa penasaran siapa gerangan orang itu dengan nyali seadanya pun mendekat. Aku berusaha menampik kalau itu suara hantu. Semoga saja bukan.
'Lo udah main sama cowok mana aja? Gue nggak percaya itu anak gue.' Si suara laki-laki.
'Ini anak lo kak. Kenapa sih lo nggak percaya!' Suara perempuan menyahuti suara laki-laki tadi.
'Gimana gue percaya, kalau lo itu sebenarnya playgirl! Gue nggak bodoh Sheyl, lo itu main nggak cuma sama gue. Dan anak lo itu juga bukan cuma gue bapaknya' suara laki-laki itu menyentak si perempuan.
Aku menutup mulutku rapat mendengar percakapan dua orang itu. Siapa si pria dan wanita itu? Kudengar dengan jelas jika si wanita sedang mengandung dan si pria tak mau bertanggung jawab. Saat aku ingin menguping lagi. Sentuhan tangan seseorang menyentakku dan membuatku hampir saja menjerit kencang jika ia tak membekap mulutku.
"Gue bukan hantu. Nggak usah mau teriak" katanya. Dan menurunkan bekapannya dari mulutku. Dari suara jelas aku tau siapa orang ini. Nadanya dingin dan deep voice yang khas. Aku tersenyum saat menatap wajahnya yang selalu tampan itu. Dapat kupandang juga outfit-nya yang chic dan swag. Rambutnya ia tutup dengan topi hitam.
"Kenapa jemput? Kan aku nggak minta" tanyaku pada Juna saat kami berdua sudah akan sampai halaman sekolah tempat mobil Juna terparkir.
"Ya kalau nggak gue emang siapa yang mau jemput?" Juna malah bertanya balik padaku. Aku menggaruk tengkukku yang sama sekali tak gatal. Benar juga yang ia katakan. Ibu ditelepon juga tak menjawab tadi. Bisa-bisa sampai malam aku berada di sekolah jika kekasihku ini tak menjemput.
"Hehe.. makasih Juna" balasku dan membuka pintu mobil Juna.
Ia segera melajukan mobilnya keluar dari sekolah.
"Juna, kamu tau kan tadi aku sempet berdiri di kelasnya Edo?" Kali ini aku mencoba untuk membuka suara di mobil. "Hem.." dehem Juna acuh dengan pertanyaanku tadi. "Aku tadi sempet denger ada dua orang, kaya cewek sama cowok. Mereka tuh kaya bahas tentang kehamilan si cewek itu. Tapi si cowoknya nggak mau tanggung jawab." Cerocosku tentang kejadian yang beberapa menit lalu aku temukan.
"Terus?" Satu kata itu dari Juna dan alisnya mengangkat ke atas, ekor matanya melirikku. "Yaa... aku penasaran mereka itu siapa. Kaya nggak asing di pendengaran aku" jawabku. "Masalah orang nggak usah diurusin." Ujar Juna membuat aku mengerjap. Sedikit sebal juga jika ia berkata seketus itu.
"Kan aku penasaran. Tega banget si cowok nggak mau ngakuin anak si cewek tadi." Ucapku dengan nada sedih.
"Lo nggak bisa menyalahkan pihak cowok aja. Lo mana tau kalau si cewek itu cewek murahan yang mau aja main sama cowok-cowok lain di luar sana" ujar Juna. Yang menurutku itu kata terpanjangnya selama ini dan apa hanya menurutku kata panjang Juna tadi terdengar bijak?
~~~~~~
Hari ini aku sedikit bangun kesiangan karena semalam aku harus mengerjakan tugas-tugasku yang harus dikumpulkan hari ini. Jika ibu tidak segera membangunkanku tadi mungkin aku akan telat berangkat ke sekolah. Aku juga merasa tidak enak dengan Juna yang harus menungguku sampai masuk rumah.
Sekarang pukul 07.22, aku dan Juna sudah bisa sampai ke sekolah. Terhitung 8 menit lagi bel masuk akan berbunyi. Aku dan Juna berjalan beriringan menapaki koridor lantai 1. Beberapa langkah berjalan aku sontan mengreyitkan dahiku heran. Tepatnya di mading sekolah banyak murid yang sedang berkerumun-seperti sedang melihat sesuatu yang menarik. "Kenapa rame banget.." desisku. Aku mencoba menoleh ke Juna. Ia seperti tak menghiraukan keadaan itu. Ia menghadapku dengan kedua tangan yang ia masukkan ke dalam saku celana seragam. "Mau liat?" Tanyanya. Aku mendongak ke atas-menatap wajahnya. "Iya. Penasaran" jawabku.
Tanpa menungguku Juna lantas melangkah ke depan membelah kerumunan para siswa yang mendekati mading. "Minggir.." kata Juna dengan nada dingin dan flat face.
Mendengar suara sang ketua geng sekolah. Semua murid tadi mulai bergeser memberi tempat untuk kami berdua melihat isi mading hari ini. Aku dan Juna lalu menghadap papan besar di depan kami. Netraku membola dengan mulut yang tanpa sadar menganga kecil saat melihat suguhan beberapa foto seorang pria yang tidak asing untukku. Di foto ini terdapat seorang pria dari kelas akhir sedang berpesta dengan minuman beralkohol dan tampak jelas jika tempat itu berada di sebuah club malam. Dan di foto lain, juga masih dengan orang yang sama-seseorang yang sedang menunggangi sebuah kuda besi, melakukan balap liar di jalan umum.
Aku sungguh kaget dengan ini semua, dulu aku benar-benar mengira Edo adalah pria yang baik. Tapi dari sejak ia memutuskanku saat itu, semua rahasianya yang satu per satu mulai terbongkar. Aku memang bodoh sudah memilihnya. Bodoh dan bodoh.
"Ini Edo?" Kataku. Menutup mulutku tak percaya. "Hem. Ini kelakuan mantan lo." Ujar Juna di sampingku. "Dia keterlaluan" ucapku. Aku sungguh menyesal pernah mencintai pria seburuk dia.
KAMU SEDANG MEMBACA
PACAR PAKSA
General FictionAnastasia Pofly Harata, gadis campuran Inggris, Jepang dan Indonesia-tidak mengira akan dapat pernyataan cinta dari Arjuna Bima Direndra seorang badboy sekolah saat ia baru saja putus hubungan dengan kakak kelasnya, Sebastian Fredo. Ia mendapat hadi...