Jika cinta yang kau bangun, kini semakin terkikis
Hanya satu pilihan yang bisa kau dapat
Membangunnya kembali atau pergi dengan retakan yang membekas di relung hati.***
Mobil yang mengantar aku dan Juna sudah sampai di depan gedung sekolah. Karena tangan kanan Juna yang belum sembuh total. Jadi supirnya yang akan setia mengantar dan menjemput Juna dan sekaligus diriku. Aku keluar dari mobil begitupun Juna juga mengikutiku turun.
"Lo masuk sana. Gue mau ke anak-anak dulu" katanya. Aku mengrenyitkan dahi heran. Upacara bendera akan dimulai 10 menit lagi. Dan dia masih mau ke mana dulu?
"Tapi upacara udah mau mulai.." jawabku menunjuk arah dalam lapangan upacara.
"Males." Balasnya ketus. Sedangkan aku hanya ternganga mendengar alasan itu. "Tapikan Jun.." ujarku terputus.
"Udah gue bilang, kan, kemarin jangan ngatur.." dia menghadapku. Berkata dengan nada dingin dan wajah yang begitu datar. Menyeramkan.
"Okey.." balasku mengalah. Aku sangat tidak mungkin memaksanya bila dia memang tidak ingin. Juna lantas meninggalkan aku masih di depan pintu gerbang. Punggungnya sudah tak terlihat lagi dari pandanganku. Entah dia akan pergi ke mana. Aku memang seperti gadis bodoh yang hanya bisa menyaksikan kekasihku melanggar aturan sekolah.
Aku berjalan ke lapangan upacara dengan tergesa-gesa, dengan tanganku yang membenarkan syal berbentuk segitiga warna kuning dan bertuliskan PMI di belakangnya. Hari ini giliranku bertugas saat upacara. Aku berdiri di belakang teman-teman yang sudah berbaris rapi di depan sana.
Upacara sudah berlangsung selama 10 menit. Mataku masih belum menemukan siswa atau siswi yang terlihat kurang sehat untuk mengikuti acara ini. Para petugas pengibar bendera sudah siap untuk menaikkan sang saka. Begitupun lagu Indonesia Raya sudah berkumandang. Peserta upacara serentak memberikan hormat. Namun seseorang di baris tengah aku berdiri sekarang, terlihat terhuyung ke belakang. Sontak itu membuatku segera menolongnya. Gadis ini sudah tak sadarkan diri. Segera beberapa teman PMR-ku yang lain membawa tandu dan mengangkat tubuh gadis ini ke ruang UKS, untuk mendapatkan pertolongan pertama.
Di UKS sudah ada dokter yang setiap hari Senin akan hadir ke sekolah. Juga ada guru pembimbing ekstra PMR. Bu Okti. Gadis itu terlihat sudah sadar. Ia memegangi kepalanya yang mungkin masih pusing. Kau tau gadis itu siapa? Dia Sheyla. Dia memang sangat sering pingsan ketika mengikuti upacara.
"Sheyla, masih pusing?" Tanya Bu Okti pada Sheyla. Sheyla hanya menjawab dengan anggukan kecil tanda ia masih merasakan pusing. "Ini Ibu jadi curiga loh kamu hamil Sheyla. Udah beberapa kali aja kamu sering pingsan" celetuk Bu Okti.
Yang membuat semua orang yang ada di sini menjadi kaget. Tak terkecuali Sheyla sendiri. "Sa-saya hamil anak siapa Bu. Saya masih sekolah.." ujar Sheyla sedikit terbata. Dan yang aku lihat tangannya bergetar. Seperti orang ketakutan.
"Ya sudah semua. Balik ke lapangan upacara. Tolongin temen kalian yang lain. Kalau ada murid yang kurang sehat langsung suruh duduk aja. Jangan dipaksa lanjut upacara.." kata Bu Okti. Kami yang mengantar Sheyla tadi langsung keluar. Dan kembali ke tempat upacara.
~~~~~~
Seusai upacara aku kembali ke UKS untuk mengecek keadaan Sheyla. Bagaimanapun ia temanku. Aku ingin tau keadaannya sekarang.
"Sheyla.. udah sembuh. Mau ke kelas?" Kataku padanya. Ia terduduk di tepi ranjang. Pandangannya kosong.
"Hei.." aku mendekat dan menepuk bahunya pelan. Dia mendongak menatapku. "Anterin ke kelas ya." Katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PACAR PAKSA
General FictionAnastasia Pofly Harata, gadis campuran Inggris, Jepang dan Indonesia-tidak mengira akan dapat pernyataan cinta dari Arjuna Bima Direndra seorang badboy sekolah saat ia baru saja putus hubungan dengan kakak kelasnya, Sebastian Fredo. Ia mendapat hadi...