Hati yang luka tidak akan sembuh semudah membalikan telapak tangan. Jika hati yang dipertaruhkan, lebih baik sedari awal jangan memberi janji.
***
Aku berdiri di hadapan pria yang bisa kusebut mantan kekasihku ini. Edo sama sekali tak gentar dengan penolakanku tadi. Ia masih di sini, dengan tak tau dirinya. Aku sudah muak dengan semua tingkah lakunya. Dia memang pandai bersandiwara. Di sekolah ia bersembunyi di balik keanggotaan OSIS. Selalu terlihat sebagai siswa disiplin dan teladan. Namun, pada kenyataannya dia lebih buruk dari yang aku kira selama ini. Aku sudah tau kelakuan bejatnya.
"Lily. Apa sih yang lo liat dari Juna ketimbang gue? Dia itu cuma mainin lo aja. Percaya sama gue, dan ayo kita balikan lagi" katanya dengan nada memohon.
Aku menghela napasku panjang. "Lo itu waras nggak sih, Kak! Dulu dengan mudahnya lo ninggalin gue. Dan sekarang lo mau gue balik sama lo? Selain pengkhianat ternyata lo juga nggak punya harga diri ya?" Sindirku tepat di wajahnya. Semoga saja Edo marah dan pergi dari sini.
Edo justru berusaha meraih tanganku, dan sekali lagi aku menghempaskan tangan Edo dariku. "Lo mau apa sih!" Geramku terhadapnya.
"Ayo kita balikan, Pofly!" Kata Edo sedikit meninggikan volume suaranya.
"Nggak akan, dan nggak akan pernah Kak Edo. Tolong, gue udah jadi milik Juna. Dan asal lo tau, yang dulu pernah lo buang nggak akan memiliki rasa yang sama saat lo berusaha memilikinya kembali" ujarku menyadarkannya. Seharusnya dia mengerti bahwa aku sudah melupakannya.
"Jadi lo nggak mau balikan sama gue Lily? Oke! gue bakal buat Arjuna lo itu menghilang dari muka bumi ini. Siap-siap lo akan kehilangan dia" ancam Edo padaku. Aku kaget dengan apa yang baru saja diucapkan Edo. Pria itu termasuk pria yang nekat.
Setelah mengatakan itu pun Edo segera meninggalkan halte. Sungut merah mungkin sudah tercetak jelas di kepalanya. Beberapa menit Edo berlalu, muncullah bus jurusan ke arah rumaku. Aku segera naik dan masuk ke dalam bus. Aku duduk di dekat kaca jendela bus, memikirkan apa yang akan dilakukan Edo nanti. Semoga ia tidak berbuat nekat dan melukai Juna.
~~~~~~
Di rumah aku berusaha menghubungi Juna lewat chat dan sudah aku telepon berkali-kali. Hatiku sungguh cemas. Benakku terus bersarang ancaman Edo sore tadi. Dan lagipun Juna tidak memberi kabar aku seharian ini juga.
"Ke mana sih Jun..." gemasku karena teleponku tak kunjung di angkat olehnya saat ini. Hanya suara dering ponsel yang bisa kudengar.
"Huuuh..." aku menghela napas gusar. "Semoga Juna nggak kenapa-napa Tuhan." Ujarku menatap nanar ponselku yang di sana tengah menampilkan foto Juna sebagai wallpaper.
Otakku terus berpikir untuk bisa menghubungi Juna. Seperkian detiknya muncul ide cemerlang dari benakku. Kenapa aku tidak terpikir nama Felix dari tadi?
Aku segera mencari kontak bernama Felix di ponselku. Aku mendapatkannya karena waktu itu ia mengirim alamat kafe Juna padaku. Segera aku mengetik sesuatu di room chat ku ke Felix. Setelah itu aku sentuh tanda send.
Aku menunggu ia membalas pesanku. Beberapa menit kutunggu, ponselku kemudian bergetar ringan tanda pesan baru yang masuk. Dari Felix.
FELIX
Dia ada di markas, sama kita.Seperti itulah isi balasan pesannya. Aku sedikit tak puas dengan jawaban itu dan terbesit rasa curiga. Untuk apa Juna dan temannya di markas?
KAMU SEDANG MEMBACA
PACAR PAKSA
General FictionAnastasia Pofly Harata, gadis campuran Inggris, Jepang dan Indonesia-tidak mengira akan dapat pernyataan cinta dari Arjuna Bima Direndra seorang badboy sekolah saat ia baru saja putus hubungan dengan kakak kelasnya, Sebastian Fredo. Ia mendapat hadi...