***
Kamar Lisa sama luasnya dengan kamar Jiyong. Kamar tersebut dibagi menjadi tiga bagian, bagian pertama adalah kamar mandi beserta ruang gantinya, bagian kedua adalah ranjang, meja kerja dan sebuah keyboard di dekat jendela, lalu bagian ketiganya adalah 'halaman' kamar yang berisi beberapa alat musik lainnya di dekat pintu masuk. Yang menjadi perhatian Jiyong ketika ia berdiri di depan pintu kamar Lisa yang terbuka adalah stand poster bergambar dirinya yang di letakan di sebelah meja kerjanya.
"Ah... Jadi itu yang ia lihat setiap kali bangun tidur? Fotoku?" pikir Jiyong, mengingat kembali surat terakhir Lisa. Ketika Jiyong berdiri di ambang pintu kamar gadis itu, Lisa tengah duduk di atas kursinya, menatap layar handphonenya sembari menuliskan beberapa kata di kertasnya.
Lisa berputar di kursinya, yang sebelumnya menghadap meja kerjanya kini berpindah menghadap keyboardnya. Gadis itu kemudian meletakan selembar kertas yang tadi ia pakai menulis di atas keyboard-nya dan menekan beberapa tuts putih di hadapannya.
"Hm... Tidak cocok, ganti ganti ganti," gumam gadis itu yang kemudian meraih sebuah pena di atas meja kerjanya dan mulai menulis lagi di kertasnya. "Rumah besar, super car, uang, nama, wanita- ah tidak, wanita dulu atau uang dulu ya?" oceh gadis itu sembari bekerja– Lisa tengah menuliskan sebuah lagu yang berputar dalam kepalanya. Gadis itu bekerja dengan sangat serius hingga ia tidak menyadari kalau ada seorang pria yang tengah bersandar di ambang pintu, sedang menontonnya.
"Seni memenuhi dinding kamarku. Rumahku di Galleria- ah tidak... Itu akan terdengar seperti sedang mempromosikan tempat ini,"
"Rumahku adalah galeri?" celetuk Jiyong membuat Lisa lantas terlonjak dari kursinya.
"Astaga!" pekik Lisa, yang langsung berdiri dari kursinya. Tanpa sengaja gadis itu juga mendorong kursinya sampai menabrak stand poster-nya dan ia cepat-cepat berpegangan pada meja kerja di sebelahnya, agar tidak jatuh. "Sejak kapan oppa berdiri disana?! Bagaimana kau bisa masuk?!"
"Baru saj-"
"Tutup matamu!" seru Lisa yang lantas menarik selimutnya– berharap Jiyong tidak melihat selimut bergambar G Dragon itu– kemudian berjalan dengan kaki pincangnya ke arah pintu dan mendorong Jiyong keluar dari kamarnya. Seperti kamar kebanyakan fan-girl lainnya, ada banyak sekali foto dan benda-benda kecil berbau Big Bang di kamar itu. Lisa bahkan meletakan bunga mawar pemberian Jiyong di dalam sebuah kotak kaca dan memajangnya di rak kayu di depan ranjangnya. "Oppa belum melihat apapun, iya 'kan?" tanya Lisa sembari bersandar pada pintu kamarnya yang kini sudah tertutup rapat.
"Belum? Kalau itu yang ingin kau dengar," bohong Jiyong yang sebenarnya sudah menyisir setiap inchi kamar Lisa dengan matanya.
"Aaaa... Kenapa oppa harus datang sekarang..." keluh Lisa sembari menarik rambutnya untuk menutupi wajahnya.
"Haha kenapa? Kau ingin aku pergi sekarang?" tanya Jiyong, tidak tahan dengan aksi menggemaskan gadis di hadapannya.
"Aku belum membereskan kamarku- aku bahkan belum mandi," sesal Lisa. "Harusnya oppa menelpon dulu kalau mau datang..." rengek gadis itu yang justru membuat Jiyong semakin gemas.
"Harus begitu? Padahal rumahku hanya beberapa langkah didepan," jawab Jiyong sembari terkekeh. "Sudahlah... Aku hanya datang untuk melihat keadaanmu. Kakimu baik-baik saja? Sepertinya kau harus duduk sekarang, luka di kakimu bisa jadi lebih parah kalau kau terus berdiri begini,"
"Jangan menyentuhku, aku belum mandi..." protes Lisa ketika Jiyong menyentuh bahunya, hendak membantunya untuk berjalan ke sofa di ruang santai.
"Apa menurutmu aku sudah mandi? Hentikan, tidak perlu malu-malu begitu, kau jadi terlalu menggemaskan," ucap Jiyong yang lantas memaksa Lisa untuk berpegangan padanya. "Dimana kau mau duduk?"
"Disana saja," bisik Lisa, sembari menunjuk ruang santai di sebelah kamarnya. Lisa duduk di sofa, sembari menaikan kakinya yang terluka ke atas meja di depannya. Sedangkan Jiyong duduk di sebelahnya, tengah memperhatikan Lisa yang hanya menunduk karena malu.
"Kau tidak ingin bertanya-"
"Bisakah oppa menunggu disini sebentar?" tanya Lisa, menyela ucapan Jiyong dan ketika Jiyong mengiyakannya, gadis itu lantas bangkit, kembali berdiri kemudian berjalan kekamarnya. Jiyong hendak membantunya, namun Lisa melarangnya dengan mengatakan kalau ia bisa berjalan sendiri. Kakinya memang terluka, memang sedikit sakit saat dipakai berjalan, namun Lisa bisa berjalan dan ia merasa lebih baik berjalan sendiri di banding terkena serangan jantung karena harus terus bersebelahan dengan Jiyong.
Sekitar lima belas menit, Lisa berada di dalam kamarnya– mandi dan mengganti seprei serta selimutnya. Gadis itu tidak ingin terlihat terlalu 'mesum' di depan Jiyong karena ketahuan tidur dengan selimut bergambar kelima member Big Bang.
"Jadi kenapa oppa datang?" tanya Lisa, sembari berjalan menghampiri Jiyong dengan rambut yang masih terlilit handuk. Jiyong harus menunggu lebih lama kalau Lisa mengeringkan rambutnya lebih dulu.
"Hanya ingin tahu keadaanmu," jawab Jiyong yang kemudian mengalihkan pandangannya dari sebuah rak berisi beberapa pahatan serta piagam penghargaan. "Tapi sepertinya kau tidak benar-benar butuh di jenguk?"
"Itu milik Taeyong oppa," ucap Lisa, memberitahu Jiyong siapa pemahat serta pemilik isi rak tersebut. "Dan sebenarnya, sejak kecil memang tidak banyak orang yang percaya kalau aku sakit, aku selalu terlihat baik-baik saja walaupun sakit,"
"Ah... Ku pikir dia hanya seorang guru,"
"Sebelum tangannya cidera dia pandai memahat," jawab Lisa. "Tapi sekarang ia lebih sering mengajar dibanding memahat,"
"Ah... Begitu," gumam Jiyong hanya sekedar berbasa-basi. "Dimana kau bekerja selama ini? Di kamarmu?"
"Hm... Iya,"
"Kau juga merekam di kamarmu?"
"Tidak, aku merekam di studio rekaman dekat dorm iKon," jawab Lisa yang kemudian duduk di atas sofa, memperhatikan Jiyong yang tengah melihat-lihat isi rumahnya. "Oppa tahu kan? Studio rekaman yang bisa di sewa harian di depan dorm iKon? Aku merekam disana, atau merekam bersama Hanbin, meminjam studio di YG diam-diam,"
"Selama tiga bulan kedepan atau setidaknya sampai kakimu sembuh, kau bisa merekam di studioku,"
"Sungguh?"
"Ya..." jawab Jiyong. "Datang saja, aku akan memberitahumu kode pintunya," ucap Jiyong membuat Lisa lantas menutup mulutnya dengan kedua tangannya– karena terlalu senang dan berusaha untuk tidak menjerit senang disana. "Ada apa? Kau sakit?"
"Aku senang," jawab Lisa. "Sangat senang. Ah! Aku sudah menulis sebait lagu untukmu, maukah oppa mendengarnya?"
"Tentu,"
"Yey! Ayo ikut kekamarku," ajak Lisa membuat pria yang di ajak justru jadi canggung. Diajak kekamar olen seorang gadis yang disukainya, tentu saja membuat Jiyong berdebar-debar. Membuat Jiyong jadi mengharapkan hal lain yang lebih menyenangkan dibanding mendengarkan sebuah draft lagu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Potato
FanfictionSweet Potato, si manis yang hangat. Tidak harus ada B setelah A. Tidak harus ada 2 di belakang 1. Nyatanya, hati manusia jauh lebih rumit di banding logika matematika.