***
"Kenapa kau sangat lama?" tanya Taeyong yang menunggu Lisa pulang di meja makan, sembari mengerjakan pekerjaannya. "Rumahnya hanya beberapa langkah dari sini, kemana kau mengantarnya? Jeju?"
"Aku mampir ke rumahnya," jawab Lisa sembari berjalan ke kamarnya. "Padahal rumahnya hanya beberapa langkah dari sini, kenapa aku di marahi?"
"Lalu kalau rumahnya hanya beberapa langkah dari sini itu berarti kau boleh berada disana sampai tengah malam begini?" tanya Taeyong, ketika Lisa kembali ke meja makan usai meletakan tas dan mengganti pakaiannya. Lisa kembali kesana untuk mengambil paket yang Jiyong taruh disana tadi, namun Taeyong sudah menyerangnya dengan kata-kata. "Kenapa seorang wanita harus berada di rumah pria dewasa sampai tengah malam-"
"Seorang wanita dewasa dan pria dewasa berada di rumah berdua sampai tengah malam, menurutmu apa yang akan mereka lakukan? Bercinta? Dengan kaki seperti ini? Yang benar saja-"
"Aku tidak suka kau bermain kerumahnya seperti ini, aku tahu kau menyukainya, dia idolamu, aku mengerti. Tapi walaupun kau menyukainya, tidak seharusnya kau tidur dengan pria sepertinya. Dia hanya akan mencampakanmu, meninggalkanmu ketika keadaan jadi buruk. Dia playboy, kau tahu sendiri berapa banyak gadis disekitarnya," marah Taeyong membuat Lisa menatap pria itu dengan wajah kebingungan. "Menurutmu dia akan memperlakukanmu dengan sopan kalau kau bertamu ke rumahnya sampai tengah malam begini? Dia pria dewasa dan dia bisa memperkosamu-"
"Apa yang kalian bicarakan? Kapan kau pulang?" tanya Ten, yang kebetulan memasuki dapur untuk mengambil segelas air.
"Oppa, bawakan ini ke kamarku, sepertinya Taeyong oppa sedang mabuk," pinta Lisa sembari menunjuk kardus paketnya. "Sekarang saja aku tinggal dengan dua orang pria dewasa dan dia melarangku untuk bertamu kerumah Jiyong oppa hanya karena Jiyong oppa pria dewasa? Tsk... Taeyong oppa benar-benar mabuk," gumam gadis itu sementara Ten masih menatap Taeyong menunggu penjelasan.
"Beritahu Lisa untuk tidak bersikap berlebihan pada idolanya. Bahkan walaupun ia mengidolakan G Dragon, tidak pantas kalau ia memberikan tubuh- segalanya pada G Dragon," ucap Taeyong yang kemudian menutup laptopnya, hendak masuk ke dalam kamarnya setelah Lisa mengabaikan dan tidak mau mendengarkannya.
"Hyung, kurasa kau yang terlalu berlebihan," ucap Ten, menghentikan langkah Taeyong. "Lisa tidak menyukaimu, kau tahu itu,"
"Apa maksudmu? Aku tidak sedang memintanya membalas perasaanku, aku hanya khawatir dia akan terluka karena idolanya-"
"Jiyong hyung menyukai Lisa," ucap Ten membekukan Taeyong yang akan membuka pintu kamarnya.
Sementara itu, di apartemen sebrang, Jiyong kembali mengganggu Yongbae dengan telponnya. "Ada apa lagi? Kau sudah tidur dengannya?" tanya Yongbae– yang sore tadi sudah di beritahu Jiyong kalau ia berkencan dengan Lisa.
"Bagaimana aku bisa tega menidurinya? Kakinya sedang terluka," jawab Jiyong yang bahkan belum sempat mengatakan halo di awal panggilan itu. "Menurutmu, aku harus memberitahunya atau menunggu dia mengatakannya padaku?"
"Memberitahu apa?"
"Mengenai sweet potato,"
"Ah... Tunggu saja dia mengaku. Katakan padanya kalau ada seorang fans yang membuatmu tertarik, tunjukan surat yang di tulisnya kemudian katakan kalau surat itu sangat berarti untukmu. Dengan begitu dia tidak akan takut mengakui identitasnya,"
"Begitukah? Semudah itu?"
"Kau ingin sesuatu yang sulit?"
"Tidak, tapi kau tahu apa jawaban Lisa saat aku menanyakan Bobby tadi?"
"Apa?"
"Bahkan walaupun di bayar aku tidak mau berkencan dengan Bobby lagi,"
"Kalau begitu kau tidak perlu khawatir,"
"Aku mengkhawatirkan salah satu teman serumahnya. Dia bilang salah satu teman serumahnya menyukainya,"
***
Hari itu pun akhirnya berakhir. Kali ini Ten bangun lebih awal dari biasanya, pria itu melangkah ke dapur untuk mengambil sebotol air minum, namun matanya justru menangkap sosok Lisa yang tengah mengintip keluar di pintu depan. Ten memperhatikannya, Lisa terlihat sudah rapi dengan rok dan sebuah kemeja oversize yang bagian bawahnya masuk ke dalam rok putihnya. Rambut gadis itu diikat seperti ekor kuda, sebuah ransel hitam kecil menggantung nyaman di punggungnya kemudian sepasang sepatu kets telah terpasang rapi di kakinya.
"Apa yang sedang kau lakukan disana?" tegur Ten, membuat Lisa terlonjak kaget kemudian mengaduh karena mendapat sedikit benturan di kakinya yang terluka.
"Eh? Tidak- aku- aku hanya ingin keluar? Tapi sepertinya ada yang lupa ku bawa, jadi aku sedang mengingat-ingat apa itu? Kau percaya?"
"Tidak," jawab Ten sembari berlalu meninggalkan Lisa dan berjalan ke lemari es.
"Hehe berpura-pura saja tidak melihatku," ucap Lisa yang kembali mengintip keluar– menunggu G Dragon keluar sehingga ia dapat menyebut pertemuan mereka sebagai sebuah kebetulan.
Sementara itu di dapur, Ten justru menelpon tetangganya– Jiyong.
"Hm? Halo?" gumam seorang pria yang akhirnya menjawab panggilan Ten setelah panggilan kedua. "Siapa ini?" tanyanya, dengan suara yang masih sangat serak khas seorang yang baru saja bangun tidur.
"Ten, dan ini adalah panggilan video, hyung," ucap Ten sembari mengarahkan kameranya ke pintu depan– dimana Lisa tengah menunggu seseorang keluar dari rumahnya.
"Ah? Kenapa aku harus melihat wajahmu pagi-pagi begini?" jawab Jiyong, sembari mengerjapkan matanya untuk memfokuskan pandangannya pada layar handphonenya. Pria itu benar-benar baru saja membuka matanya karena panggilan Ten. "Siapa itu? Lisa? Apa yang dilakukannya?"
"Menunggumu keluar," jawab Ten, membuat Jiyong lantas terkekeh dan menarik tubuhnya untuk bangun dari ranjang.
"Menggemaskan sekali kekasihku," gumam Jiyong yang kemudian berjalan ke pintu depan rumahnya sendiri– tanpa mematikan panggilan video dari Ten.
"Oh? Kau sudah bangun, Ji?" sapa seorang wanita, yang lantas membuat Ten menaikan alisnya– mengira kalau Jiyong tengah berselingkuh di apartemennya. "Kemana kau akan pergi tanpa bajumu?"
"Ya, sudah, aku hanya akan membuka pintu," jawab Jiyong tetap sembari menatap layar handphonenya, menonton punggung Lisa yang tengah menunggu kebetulannya. "Jangan salah paham, itu noonaku," ucap Jiyong yang kemudian menunjukan sosok Dami yang sedang membuka tirai pada Ten.
Jiyong kemudian membuka pintu apartemennya, bersamaan dengan Lisa yang tengah mengintip dari celah pintu.
"Apa yang sedang-" tegur Jiyong, bersamaan dengan berakhirnya panggilan video dari Ten, juga bersamaan dengan Lisa yang tiba-tiba menutup pintu rumahnya karena terkejut.
"Hehe selamat pagi oppa, kau akan pergi?" sapa Lisa, yang kali ini keluar dari rumahnya dengan sangat tenang– seakan ia memang benar-benar berniat keluar, bukan sedang berusaha menciptakan sebuah kebetulan.
"Tidak, aku baru saja bangun, kemana kau kan pergi pagi-pagi begini?" tanya Jiyong, sembari tersenyum di ambang pintu apartemennya yang sengaja di buka.
"Aku? Ah aku hanya akan pergi lari pagi-"
"Dengan rok dan kaki yang patah? Wah... Aku akan berpura-pura percaya,"
"Oppa akan pergi? Kemana? Kebetulan sekali,"
"Pergi? Hm... Ya, aku akan pergi untuk melihatmu," jawab Jiyong yang sebenarnya tidak habis pikir kenapa Lisa mengira ia akan pergi hanya dengan sebuah celana tidur. "Dibanding lari pagi, bagaimana kalau bekerja? Aku ingin mengundangmu ke studioku dan menunjukan sesuatu padamu,"
"Sekarang? Sungguh? Kalau begitu tunggu sebentar, aku akan mengambil tas-"
"Sudah ada tas di punggungmu,"
"Eh? Ah iya hehe... Kalau begitu aku akan langsung ke rumahmu-"
"Masuklah,"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Potato
FanfictionSweet Potato, si manis yang hangat. Tidak harus ada B setelah A. Tidak harus ada 2 di belakang 1. Nyatanya, hati manusia jauh lebih rumit di banding logika matematika.