40

2.3K 372 11
                                    

***

"Bagaimana perasaanmu sekarang?" tanya Jiyong memecah keheningan malam diantara mereka. Jiyong baru saja selesai mandi, berjalan ke ruang santai di rumahnya pada pukul dua dini hari dan menghampiri Lisa yang duduk disana berbalut selembar bathrobe merah.

"Kosong," jawab Lisa sembari berjalan ke arah jendela besar di sebelahnya dan menatap keluar jendela, melihat lampu-lampu yang menyala di luar sana. "Kenapa oppa tidak menahanku? Seperti Jennie dan Ten tadi,"

"Sudah ada banyak orang yang menentang keputusanmu, kau pasti ingin punya seseorang yang berdiri dipihakmu, mendukung apapun yang kau lakukan," jawab Jiyong, yang kemudian memeluk Lisa dan menyandarkan dagunya di bahu gadisnya. "Apapun yang kau lakukan, apapun yang kau inginkan, apapun itu aku akan selalu ada dipihakmu,"

"Walaupun yang ku lakukan itu salah?"

"Kau melakukan kesalahan?" tanya Jiyong dan Lisa menganggukan kepalanya.

"Tidak ada mimpi yang mudah diraih, bukankah seharusnya aku tidak menyerah?"

"Lalu kenapa kau memutuskan untuk menyerah? Aku lebih suka kau menyerah dibanding tersiksa seperti mau mati," balas Jiyong, yang kemudian mengeratkan pelukannya, membuat kulit dadanya menempel sempurna pada kain bathrobe yang Lisa kenakan. "Aku tidak ingin kau meninggalkanku, apalagi mati,"

"Saat mendengar ucapan Taeyong, aku benar-benar marah," cerita Lisa– setelah sekian lama Jiyong bersabar dengan menunggu gadis itu bercerita secara sukarela. "Aku sangat marah, tapi saat itu, dibanding mengejar Taeyong dan memarahinya, yang ku lakukan justru menangis. Aku menangis karena mengingat mimpiku. Semua orang bilang aku tidak berbakat, aku tidak ingin mengakuinya karena itu aku terus berusaha menulis lagu dan menjualnya, dan setiap kali ada seseorang yang membeli lagunya aku merasa berbakat, aku merasa orang-orang itu salah menilaiku. Tapi, kemudian aku berfikir... Bagaimana kalau selama ini aku yang salah? Mayoritas orang-orang menyebutku tidak berbakat, bagaimana kalau mereka benar dan aku yang salah karena- karena aku tidak bisa membedakan antara aku harap aku berbakat dan aku memang berbakat. Akhir-akhir ini oppa banyak membantuku, oppa membantuku menulis lagu-laguku, oppa membantuku belajar, dan oppa membantuku menaikan lagi rasa percaya diriku. Ku pikir aku sudah sembuh karena aku merasa sangat percaya diri saat oppa mengenalkanku pada teman-temanmu. Tapi pagi tadi aku pergi ke stasiun dan kenyataan menamparku. Aku belum sembuh, walaupun aku sudah mulai percaya diri, ternyata aku belum benar-benar mampu untuk berdiri di depan banyak orang. Setiap kali mereka melihat ke arahku, rasanya seperti ada sebuah anak panah yang menusuk tubuhku. Benar-benar menyakitkan seperti mau mati,"

"Kau bisa mencobanya perlahan-lahan," jawab Jiyong. "Jangan khawatir. Sekarang akhiri mimpimu, menangislah karena harus berpisah dengan mimpimu. Tapi setelah itu, kita bisa mencari mimpi baru untukmu atau menanam ulang mimpimu,"

"Sebelum memutuskan untuk mengakhiri mimpiku, aku sudah memikirkan itu," jawab Lisa yang kemudian berbalik untuk menatap Jiyong. Gadis itu mengulurkan tangannya untuk memeluk bahu Jiyong dan menyandarkan kepalanya pada bahu prianya. "Aku sudah menghitungnya, kalau aku kembali menemui Psikiater dan mendapatkan perawatan, mungkin aku butuh 3 sampai 4 tahun untuk benar-benar sembuh dan bisa berdiri di depan juri lagi. Tapi saat gangguanku sembuh, usiaku sudah lebih dari 25 tahun dan tidak ada audisi yang mau menerima wanita tua. Menjadi trainee di YG dengan usiaku, dengan label kekasih G Dragon, itu hanya akan merusak kenyamanan dan ketenangan di agensi. Aku tidak mau melakukannya. Atau melakukannya secara mandiri? Maksudku tanpa agensi dan mulai mengunggah video-videoku ke youtube, juga bukan solusi. Apapun solusi yang di tawarkan padaku, rasanya justru seperti masalah untukku. Karena itu aku memutuskan untuk berhenti, aku sudah bukan Lisa yang sebelumnya sejak gangguan panik ini menyerangku. Aku bukan Lisa yang positif lagi, setidaknya untuk mimpiku,"

"Baiklah. Sekarang, kita cabut mimpimu sampai ke akarnya, singkirkan semua yang berhubungan dengan mimpimu sampai bersih kemudian kita bisa menanam mimpi yang baru lagi. Tanaman busuk, mimpi yang sudah busuk harus di buang agar kita bisa menanam yang baru,"

"Aku benar-benar menyukai bahumu, oppa," komentar Lisa yang kemudian mempererat pelukannya. Jiyong pun melakukan hal yang sama, namun satu tangannya mulai naik untuk mengusap kepala Lisa.

"Jangan mulai lagi, aku benar-benar tidak suka mendengarmu memohon untuk berhenti. Kau harus tahu kalau berhenti sebelum waktunya itu benar-benar menyiksa,"

"Aku tidak akan memintamu untuk berhenti-"

"Tidak, satu jam lagi kau akan mulai mengantuk. Lebih baik aku tidur dan melakukannya besok- ah pagi ini," potong Jiyong. Pria itu lantas melepaskan pelukannya kemudian menarik Lisa dan memaksa gadis yang katanya belum mengantuk itu untuk tidur bersamanya. "Hhh... Katanya belum ingin tidur, tapi kau justru tidur lebih dulu? Augh... Gadis nakal," keluh Jiyong setelah memastikan Lisa benar-benar tidur di sebelahnya. Jiyong berharap, Lisa akan kembali baik-baik saja setelah ia terbangun nanti– seperti ketika mereka bertengkar dan Lisa akan melupakan pertengkaran itu setelah ia tidur.

"Aku tidak peduli apapun yang kau lakukan, selama kau tidak meninggalkanku, aku akan mendukungmu," bisik Jiyong sebelum kemudian ia ikut terlelap di sebelah Lisa.

Pagi lantas menyingsing, cahaya matahari di luar diam-diam menyusup masuk melalui celah jendela. Jiyong yang pertama bangun, dan kemudian memaksa Lisa untuk bangun– agar ia bisa melanjutkan permainannya semalam. Keduanya bersenang-senang sampai tidak terasa jam sudah menunjuk pukul 9 pagi dan Taehee sudah berkali-kali menelpon Jiyong untuk mengingatkan pria itu kalau pukul 10 nanti mereka punya meeting final mengenai album Jiyong. Setelah hampir tiga jam bersenang-senang, dengan Lisa yang sepertinya sudah lebih baik dari sebelumnya, Jiyong mengantarkan gadis itu pulang ke rumahnya.

"Beristirahatlah... Dan kalau nanti kau bosan, datanglah ke agensi, aku akan ada disana seharian ini,"

"Aku ingin menemui Jisoo hari ini lalu mematahkan kakinya, dia sudah membohongiku, Ten juga, mereka berkencan tanpa memberitahuku," jawab Lisa, sembari mengerucutkan bibirnya membuat lawan bicaranya jadi gemas. "Tapi setelah mematahkannya, aku akan menemuimu hehe, nanti aku telpon, ya?"

"Hm... Masuklah," suruh Jiyong dan Lisa menganggukan kepalanya. Jiyong pergi ke tempat parkir tepat setelah Lisa menghilang dari pandangannya. Pria itu melangkah dengan langkah malas, sampai kemudian seorang pria menahannya di tempat parkir.

"Kenapa kau membiarkannya berhenti hyung?" tanya Ten, menahan Jiyong sebelum Jiyong masuk kedalam mobilnya. "Bahkan walaupun mimpinya sulit, akan lebih sulit membuatnya hidup tanpa mimpi itu,"

"Dia bilang mimpi itu membuatnya kesulitan sampai rasanya dia mau mati saja, kau masih ingin memaksanya?"

"Ya. Aku akan tetap memaksanya, dia harus terus bermimpi dan mewujudkan mimpinya. Aku tahu itu sulit tapi kau bisa membantunya, mungkin dulu dia memang tidak berbakat, tapi sekarang dia sudah belajar, dia sudah berusaha dan- dan kurasa dia bisa meraih mimpinya sekarang, dengan bantuanmu,"

"Pasti akan sangat keren kalau sekarang dia debut, sebagai seorang penyanyi atau produser, kasihan kalau mimpinya berakhir begitu saja sekarang, iya 'kan? Menurutmu, dia hanya perlu melangkah sedikit lagi, bukan begitu? Tapi bagaimana ya? Kenyataannya tidak semudah itu. Berapa usianya sekarang? Kalau dia ikut audisi sekarang dan lolos, dia akan jadi anak trainee paling tua, dia akan di latih bersama Choi Hyunsuk dan teman-temannya yang belum genap 20 tahun. Itu kalau dia trainee sekarang, tapi dia tidak bisa melakukannya sekarang, dia perlu menyembuhkan dulu gangguan paniknya. 3 tahun lagi? Atau bahkan 4 tahun lagi? Sudah berapa usianya saat itu? Aku bisa saja langsung mendebutkannya, begitu gangguan paniknya sembuh dan dia bisa berdiri di depan orang-orang untuk mengutarakan maksudnya. Tapi setelah itu apa menurutmu dia mampu bertemu dengan orang-orang yang seperti Taeyong lainnya? Dia debut karena berkencan dengan G Dragon, dia tidak sehebat itu, tapi dia beruntung karena berkencan dengan G Dragon, menurutmu dia bisa hidup seperti itu? Aku tidak keberatan membantunya, membantunya menyembuhkan gangguan paniknya atau membantunya meraih mimpinya seperti yang kau harapkan, tapi Lisa sendiri tahu kalau itu sulit. Dua bulan lalu aku memang berniat membantunya, aku menawarinya untuk trainee di YG atau bekerja sebagai asisten produserku, tapi saat itu aku tidak tahu kalau itu bisa membuat Lisa kesulitan, saat itu aku tidak tahu kondisi mental Lisa, saat itu ku pikir Lisa hanya terlalu pemalu. Tapi sekarang, apa yang sedang kau lakukan? Kau mengkhawatirkan sahabatmu atau takut hidup kalian akan berubah?"

***

Sweet PotatoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang