***
Lisa bilang ia baik-baik saja. Ia tertawa ketika Jiyong ada disana dan menyuruh Jiyong untuk pergi dan menyelesaikan pekerjaannya di agensi. Siang ini Jiyong harus menghadiri meeting perdana untuk membahas album barunya, tentu saja Lisa tidak ingin pekerjaan Jiyong terganggu hanya karena masalahnya. Lisa juga menyuruh Ten berhenti mengkhawatirkannya, juga menyuruh Jennie untuk pergi berkencan karena ini akhir pekan. Lisa tidak ingin menjadi penghambat untuk acara teman-temannya.
Namun ketika semua orang meninggalkannya sendirian– walaupun Jiyong meminta Jennie dan Ten untuk tetap di rumah– berada di kamar besarnya sendirian membuat Lisa kesepian.
"Suruh saja Mino dan Jisoo kesini kalau kau ingin berkencan, berkencan dirumah sesekali bukan masalah 'kan?" ucap Jiyong, setelah ia menutup pintu kamar Lisa dan berniat untuk menghadiri meeting di agensinya. "Aku khawatir meninggalkan Lisa sendirian, meetingku hanya sampai jam 3, setelah itu aku akan langsung kesini dan menemaninya,"
"Kau berkencan dengan Jisoo?"
"Kau berkencan dengan Mino?"
"Kalian akan tetap disini atau tidak? Kalau tidak aku akan meminta orang lain menemani Lisa,"
"Kami akan tetap disini," ucap Jennie dan Ten bersamaan, namun kemudian keduanya kembali saling menanyakan kekasih satu sama lain. Sementara itu, di kamarnya, Lisa hanya kembali berbaring di atas ranjangnya, menatap kosong pada meja kerja, standing poster serta jendela yang tertutup tirai di depannya.
"Jadi kau kembali berkencan dengan Jisoo eonni? Kapan? Kenapa? Jisoo eonni sudah bisa menerima hubunganmu dengan Lisa? Maksudku dia akan memahami hubungan kalian sekarang?" tanya Jennie, yang kemudian Ten jawab dengan sebuah anggukan kepala.
"Setelah kita pergi berkemah?" jawab Ten membuat Jennie benar-benar terkejut.
"Bagaimana kau bisa menyembunyikannya selama ini? Dan kenapa? Kenapa kau tidak memberitahu kami?"
"Kau sendiri tidak memberitahu kami kalau kau berkencan dengan Mino,"
"Bagaimana mungkin aku memberitahu kalian kalau aku berkencan dengan pria yang sudah ku pukuli? Kalian akan menertawakanku," gumam Jennie dengan sangat pelan. "Augh! Sudah ku bilang pada Mino untuk tidak mengatakan hubungan kami pada siapapun, kenapa juga dia harus memberitahu Jiyong oppa," gerutu Jennie sembari menunggu Lisa meminta sesuatu, mengajaknya bicara atau melakukan sesuatu yang lain selain berbaring di atas ranjangnya.
Jam terus berputar, dan Lisa sama sekali enggan keluar dari kamarnya, enggan turun dari ranjangnya, bahkan menoleh ketika Jennie membuka pintu kamarnya saja tidak.
"Hei, bagaimana kalau kita makan sesuatu?" tanya Ten, yang akhirnya menghampiri Lisa dan duduk di tepian ranjangnya. "Apa yang ingin kau makan? Ramyun? Sushi? Bagaimana dengan es krim? Atau kue coklat?"
"Aku mengantuk, makan saja dengan Jennie eonni dan Taeyong oppa," balas Lisa yang kemudian merapatkan selimutnya, memejamkan matanya kuat-kuat.
Satu jam kemudian, giliran Jennie yang masuk. Kini gadis itu mengajak Lisa berbelanja namun lagi-lagi Lisa menolaknya.
"Aku mengantuk, pergi saja dengan Ten dan Taeyong oppa," balas Lisa, sama seperti sebelumnya, gadis itu hanya berbaring dengan mata yang ia paksa untuk terus tertutup.
"Kau benar-benar akan terus seperti ini?" tanya Jennie, sembari mengusap lembut rambut Lisa, mengelusnya dengan sangat berhati-hati. "Jangan sedih lagi, Lisa-ya,"
"Aku hanya mengantuk, tinggalkan aku sendiri," mohon Lisa membuat Jennie tidak dapat melakukan apapun selain mengalah dan meninggalkan Lisa disana.
Jam sudah menunjuk pukul 12 ketika Jennie akhirnya keluar dari kamar Lisa dan Lisa akhirnya bangkit dari tidurnya. Gadis itu berjalan ke arah pintu kamarnya kemudian mengunci pintu itu tanpa sepengetahuan Jennie dan Ten.
"Untuk apa semua ini? Kalau aku tidak bisa memainkannya di depan orang lain," gumam Lisa, sembari menatap seluruh alat musik yang ada di lantai kamarnya, gitar, bass, ukulele, gitar akustik, biola dan sebuah drum elektrik. "Aku akan menyimpan ini dan ini," lanjutnya sembari mengambil ukulele serta gitar akustiknya yang masih terbungkus tas masing-masing kemudian menaruhnya di sudut. Hal selanjutnya yang Lisa lanjutkan adalah membongkar drum elektriknya, menyimpan benda itu sembari berencana untuk membuangnya. Selain ukulele serta gitar akustiknya, Lisa berencana menyingkirkan alat musiknya yang lain.
Hanya butuh satu jam bagi Lisa untuk merapihkan semua alat musiknya, menaruh alat-alat itu kedalam tasnya, menggulung kabel-kabelnya dan membuatnya kamarnya jadi terasa sangat luas.
"Aku hanya perlu mencari pemilik baru untuk kalian, tunggu sebentar lagi ya, setelah mereka berhenti memperhatikanku, aku akan mencarikan pemilik baru yang bisa merawat kalian semua, bisa memainkan kalian semua dan bisa mengajak kalian untuk menghibur banyak orang," ucap lembut gadis itu sembari menatap seluruh alat musik yang ada di depannya.
Lisa mengelus tas biolanya, kemudian melangkah ke meja kerjanya. Gadis itu menarik lepas semua lirik yang telah ia tulis dan telah Jiyong tolak dari kaca jendelanya. Lisa tidak ingin melihat lirik-lirik gagal itu kemudian memasukannya ke dalam tempat sampah di sebelah meja kerjanya. Ia tersenyum getir dan mendudukan tubuhnya di kursinya, menatap keluar jendela sembari membayangkan mimpinya di birunya langit di luar. Seandainya ia tidak mengalami gangguan panik itu, seandainya ia cukup berbakat dan dapat lolos dalam suatu audisi, satu audisi saja.
"Kenapa kau selalu gagal, Lisa-ya?" gumam Lisa sembari melihat awan putih bergerak sangat lamban di birunya langit. "Kau gagal karena kau tidak berbakat, kenapa kau terus bersikeras dengan mimpimu? Seharusnya kau menyerah dan mencari mimpi lainnya," gumam gadis itu yang kemudian menoleh pada keyboard di sebelahnya dan mulai menekan asal tuts-tutsnya.
Jiyong tiba di apartemen Lisa tepat pukul setengah empat sore, pria itu datang dengan sekantong makanan kesukaan Lisa, Jennie membukakan pintu untuknya namun disaat memasuki apartemen itu, yang Jiyong lihat justru Ten yang tengah berusaha membuka kunci kamar Lisa.
"Ada apa?" tanya Jiyong setelah ia memberikan makanan yang ia bawa pada Jennie dan menghampiri Ten. "Dia mengunci kamarnya?"
"Ya, tapi aku tidak menemukan kunci cadangannya. Astaga aku bisa gila kalau dia sampai nekat bunuh diri. Ya! Lalisa! Buka pintumu!" omel Ten sembari menggedor-gedor pintu kamar Lisa. Namun tidak ada jawaban sama sekali dari dalam. Tidak ada suara apapun dari dalam kamar gadis itu.
"Sudah berapa lama Lisa begini?" tanya Jiyong, dan Ten memberitahunya kalau Lisa mengunci pintu kamarnya sejak jam makan siang tadi.
"Dobrak saja pintunya?" usul Jennie dan ketika Ten hendak mendobrak pintu kamar itu, pintunya terbuka.
"Aku mandi, lalu tidak sengaja tertidur di bath tub, ada apa? Kenapa kalian berdiri disini?" tanya Lisa setelah ia membuka pintu kamarnya, membuat Jennie menjerit kesal kemudian mengomeli Lisa karena mengunci pintu kamarnya.
"Ku pikir kau bunuh diri! Augh! Kau membuat kami khawatir! Tidak apa-apa walaupun kau tidak berani menemui orang lain! Tidak apa-apa walaupun kau harus selalu bersembunyi dibelakang punggungku! Tidak apa-apa walaupun kau tidak bisa meraih mimpimu! Aku akan mencarikanmu mimpi-mimpi yang lain! Jangan mendengarkan Taeyong oppa! Dia sedang kehilangan akalnya! Jangan terus-terusan seperti ini! Kau membuatku khawatir!" marah Jennie seperti seorang wanita yang baru saja memarahi kekasihnya yang berselingkuh.
"Eonni akan memarahi Taeyong oppa untukku?"
"Tentu! Aku akan memarahinya! Aku akan memukulnya dengan panci lalu wajan karena dia sudah membuatmu sedih begini!" seru Jennie membuat Lisa kemudian memeluk gadis itu, merengek pada Jennie sementara Ten menghela nafasnya lega dan menepuk pelan punggung Lisa– sebelum kemudian ia melangkah ke ruang santai.
Sementara Jiyong? Ia melihat ke dalam kamar Lisa dan merasakan sesuatu yang lain disana. Dimata Jiyong, Lisa justru terlihat tengah menyembunyikan banyak hal.
"Oppa, aku sudah menyelesaikan pekerjaanku," ucap Lisa masih sembari memeluk Jennie yang hampir menangis karena mengkhawatirkannya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweet Potato
FanfictionSweet Potato, si manis yang hangat. Tidak harus ada B setelah A. Tidak harus ada 2 di belakang 1. Nyatanya, hati manusia jauh lebih rumit di banding logika matematika.