M&M : 9

3.6K 244 0
                                    

Happy reading!

Selama hampir 24 tahun hidupnya, baru kali ini Sita merasa terintimidasi oleh pria selain ayahnya. Tidak pernah ia merasa takut pada seseorang selain orangtuanya seperti saat ini.

Bahkan, jika itu mama nya dia masih bisa membalas ucapan beliau dan melawan. Namun, kali ini ia diam. Saat mendengar Mahesa marah.

Sepertinya ia telah kembali menjatuhkan harga diri Mahesa dan membuat pria itu
benar - benar kesal. Karena sudah 2 jam terlewatkan dengan keheningan yg awet. Tidak ada yg memulai pembicaraan dan Sita benar - benar tidak berani mengatakan apapun.

Meski saat ini ia berusaha menahan rasa sakit di perut bagian kirinya yg sudah mulai mengutarakan protes dengan meningkatkan produksi asam. Iya, maag nya sudah kambuh. Dan ia mati - matian menyembunyikan rasa perih itu dengan menatap keluar jendela sembari mengenggam erat sabuk pengaman.

Hanya saja, berapa kuat pun kau menahannya. Tetap akan ada batasnya dan itu yg terjadi saat mendadak rasa mual itu datang.

Panik, Sita mencoba membuka jendela mobil dan mengejutkan Mahesa yg sedari tadi begitu fokus mengendarai mobilnya. Pria itu menatap wanita gendut disampingnya heran. Saat tiba - tiba wanita itu membuka jendela dan hendak mengeluarkan kepalanya, Mahesa dengan segera menepikan mobilnya yg sedang berada di tol dan menarik lengan Sita.

"Kau gila?!! Apa yg kau--" perkataan Mahesa terhenti saat melihat wajah pucat Sita yg tengah menahan sesuatu di mulutnya, sebelum akhirnya..

"Hoeeeek!"

***

"Harusnya kau bilang jika kau sama sekali belum makan. Minum ini." Mahesa memberikan obat magh yg baru saja ia beli di supermarket yg ada di rest area pada Sita.

Setelah insiden yg mengejutkan barusan, Mahesa memutuskan untuk beristirahat sejenak. Ia meletakkan tangannya di pintu mobil penumpang dimana kini Sita tengah berbaring dengan kursi yg ditidurkan.

"Maaf pak." Adalah satu - satunya kata yg bisa ia ucapkan.

Sesekali Sita kembali meringis saat perih diperutnya kembali.

"Lima menit lagi kita makan. Aku tidak mau membawa mayat ke tempat tujuan kita." Ujar Mahesa dan berjalan menuju kursi supir.

Sita hanya mengangguk dan kembali mengistirahatkan dirinya.

***

Mahesa menghela nafas berulang kali karena aroma yg tidak sedap di mobil nya. Disampingnya, penyebab dari aroma itu hanya diam. Duduk manis tanpa mengatakan apapun dan hanya menatap kosong ke jendela.

"Hey." Panggil Mahesa mengejutkan Sita yg kemudian menoleh takut.

"I..iya pak?"

Mahesa menatap sekilas Sita dan kembali menghela nafas. Satu tangannya terulur ke arah Sita dan menunjuk laci dashbor mobilnya.

"Ambilkan pengharum mobil disitu." Perintah Mahesa kembali memperhatikan jalan.

Dengan patuh Sita mengambil pengharum dan menyerahkan nya pada Mahesa.

"Just spray it. Not too much, just make the smell disappear." Ujar Mahesa dan Sita mengikuti.

Wanita itu menyemprotkan pengharum beraroma rosemary itu dua kali. Membiarkan aromanya menyebar dan menghirupnya dengan perlahan.

"Lebih baik." Gumam Mahesa yg juga menghirup aroma itu dalam - dalam.

"Maaf ya pak."

Sedikit ragu, Sita meremas botol pengharum itu dan kembali berbicara.

"Saya tadi emosi sesaat. Maafin pak." Lanjutnya kemudian.

Tidak ada suara sama sekali selama hampir 5 menit. Sita mulai pasrah. Apapun yg terjadi, semua sudah terjadi dan ini kesalahannya. Jika nanti Mahesa memutuskan untuk memecatnya, dia harus menerimanya.

Sekarang ia mulai bingung memikirkan harus mencari kerja dimana. Apakah ia harus mencari pekerjaan yg sesuai dgn jurusannya dulu? Yg berhubungan dengan informatika. Memikirkannya saja sudah membuat Sita sedih.

"Well, seharusnya aku mendengarkan alasanmu. Maaf karena telah menuduhmu. Aku akan memarahi pak Ayub nanti." Tiba - tiba suara Mahesa menghancurkan lamunan Sita.

Wanita itu menatap Mahesa cukup lama sebelum berhasil mencerna perkataan pria itu. Buru - buru Sita menggeleng.

"Eh jangan pak!"

Kening Mahesa mengerut bingung dan sekilas menatap Sita.

"Jangan marahin pak Ayub. Bukan salah dia kok. Mungkin dia lupa. Kasihan pak." Lanjut Sita mencoba mengubah keputusan Mahesa.

"Tapi dia sudah melakukan tindakan yg salah. Saya tidak suka membiarkan seseorang melakukan kesalahan. Dia harus di ingatkan." Tegas Mahesa dan Sita akhirnya hanya bisa diam tanpa berani memaksa lagi.

"Baik pak."

***

"Lu ngapain aja sama pak Mahesa? Lama banget? Ena ena ya lu?" Tuduh Linda saat akhirnya ia melihat wujud Sita di lokasi.

Lelah dengan segala cerita yg telah terjadi, Sita hanya mengangguk asal dan mengabaikan ocehan Linda yg haus akan jawaban. Wanita itu benar - benar tidak memberikan waktu sedetikpun untuknya beristirahat dan menenangkan diri. Linda tidak berhenti mengoceh dan menuntut agar Sita menjawab hingga akhirnya tendangan pelan mendarat di kaki Linda yg tengah berdiri di hadapan Sita yg kini bersandar di sebuah pohon.

"Berisik banget sih lu monyet! Diem napa lu kutil! Pusing nih gua!" Bentak Sita kesal.

Ingin rasanya ia menendang mulut Linda yg terus menerus berbicara dan menguburnya di tanah. Tapi, bagaimanapun Linda tetap temannya. Dan kini wanita itu hanya meringis dan balas menendang sebelum akhirnya duduk di hadapan Sita.

"Makanya karena lu keliatan pucet gua nanya, babon! Lu kenapa? Habis diapain lu sama si atasan ganteng?" Barulah Sita mengerti kenapa Linda tidak kunjung diam.

Apakah wajahnya terlihat begitu menyedihkan?

"Bilang dong."

"Daritadi kali gua nanya!"

"Maag gua tadi kambuh, terus yauda kita istirahat dulu di rest area." Jelas Sita.

"Ya ampun, pantesan lama banget kalian. Gua kira lu--" kata - kata Linda harus terpotong tatkala sebuah suara memanggil nama Sita.

Mereka berdua menoleh dan Sita meringis saat melihat sosok pak Ayub yg berdiri dengan melipat kedua tangan dan menatapnya. Mengingat hal yg ia dan Mahesa bicarakan membuat Sita takut. Bagaimana jika pak Ayub marah padanya? Itu bukan salah dia jika namanya tidak ada di daftar. Dan bukan salahnya juga jika Mahesa salah paham dengan kata - kata beliau. Toh bukan dirinya yg berbohong.

Dengan berat hati Sita bangkit dan berjalan mendekati pak Ayub.

"Tolong bantu saya. Ini rundown acara kita. Nanti kamu akan pergi mengunjungi beberapa rumah warga bersama pak Mahesa sebelum kita mulai kerja bakti. Sekarang seperti biasa, saya minta kamu koordinasiin semua karyawan sesuai grup mereka. Setelah itu kamu segera temui pak Mahesa. Nanti saya juga ikut." Belum sempat Sita mengatakan apapun, pria paruh baya itu sudah lebih dulu membombardir dirinya dengan kata - kata.

"Kenapa ga bapak aj--?"

"Saya harus ngurusin konsumsi karyawan dan nyiapin alat - alat lain. Tolong ya, si Wawan berhalangan hadir, jadi saya ribet ngurus sendiri. Kamu bisa minta tolong yg lain." Lanjut pak Ayub tidak menerima bantahan.

Merasa sia - sia untuk berbicara, Sita hanya mengangguk dan melaksanakan tugasnya.

"Sial. Sungguh sial."

***

TBC

Marsita & MahesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang