M&M : 22

4.1K 235 8
                                    

Happy Reading!

'Kamu.. ke ruangan saya sekarang.'

Mahesa mengetukkan jari berulang kali di atas meja. Merasa bingung sendiri dengan perbuatannya. Begitu melihat Sita, ia tidak mengerti kenapa bisa refleks berkata seperti itu. Bahkan ia tidak tau untuk apa memanggil Sita ke ruangannya.

Sudah 2 menit berlalu dan Mahesa belum menemukan alasan yang tepat untuk dikatakan. Ia mengusap wajahnya dan kembali bersikap normal saat pintu ruangannya terbuka.

"Permisi pak." Ujar Sita pelan dan berjalan mendekat.

Wanita itu terlihat seperti biasa dengan sedikit ekspresi bingung. Mahesa menebak, pasti wanita itu juga heran dengan alasan kenapa ia dipanggil mendadak? Jika bisa menjawab, Mahesa ingin mengatakan hal yang sama.

Lalu ia pun bersyukur setelah melihat jam yang menunjukkan pukul 10 lewat. Karena seingatnya, saat ia keluar jam 9 tadi, ia belum melihat Sita. Bahkan meja wanita itu masih bersih.

"Kau darimana saja?" Suara Mahesa hampir terdengar seperti khawatir dibandingkan menyindir.

"Hmm?" Tanya Sita bingung.

Menyadari perubahan suaranya, Mahesa berdeham dan kembali bersuara. Lebih seperti dirinya yang biasa.

"Ini sudah jam berapa? Kenapa kau bisa sangat terlambat?"

Mendengar itu ekspresi Sita yang tadi bingung berubah menjadi sedikit takut. Wanita itu menunduk dan meringis. Menguntuki diri karena sudah terlambat.

Dalam hati Mahesa bersyukur, ia bisa menemukan alasan untuk memanggil Sita.

"Hmm, saya telat bangun pak. Terus karena macet jadi.. tadi.. telat." Ujar Sita sejujur - jujurnya.

Teringat kemarin mereka baru saja kembali dari bandung, Mahesa jadi penasaran jam berapa wanita ini tiba di kosannya?

"Jam berapa kamu nyampe?"

"Hmm? Nyampe bandung?"

"Surabaya.. iyalah sampai bandung Marsita." Tanpa sadar Mahesa terdengar becanda dan ketika sadar, ia menemukan Sita terdiam menatapnya.

Mahesa harus berdeham sekali lagi untuk menyadarkan Sita.

"Oh kirain.. mana tau nyampe kosan pak.. kalo nyampe bandung jam hmm setengah 10 kali ya? Nyampe kosannya jam 10 an pak." Jelas Sita.

"Oh. Jadi kamu langsung ke kosan?" Ada rasa syukur dalam suara Mahesa yang tidak disadari Sita.

Sita mengangguk dan kembali diam. Menunggu hukuman dari Mahesa. Well, mengingat bagaimana mereka kemarin membuat Sita tidak enak. Dia sudah marah - marah tidak jelas karena terbawa emosi. Sementara ia lupa berterima kasih pada Mahesa yang sudah menyelamatkannya. Andai saat itu Mahesa tidak segera menariknya, mungkin dia sudah tiada sekarang. Apalagi, Mahesa harus menahan tubuhnya yang besar.

"Hmm, pak. Saya mau berterima kasih atas kejadian kemarin." Ujar Sita tiba - tiba menarik perhatian Mahesa.

"Untuk?"

"Anu, itu.. karena bapak uda nyelamatin saya. Saya belum bilang makasi. Terus kan saya uda marah - marah kemarin. Saya minta maaf. Mungkin saya khilaf.." suara Sita semakin pelan saat menyelesaikan kalimatnya.

Wajahnya menunduk, antara ikhlas dan tidak meminta maaf. Mengingat betapa menyebalkan Mahesa kemarin. Tapi, jika ia benar - benar akan dipecat, itu akan berdampak buruk pada kehidupan Sita.

Sita menunggu jawaban Mahesa, tidak yakin apakah pria itu mau memaafkannya. Namun, ternyata ia salah. Mahesa tersenyum dan mengangguk. Bukan senyuman yang biasa dibenci Sita, melainkan senyuman tulus yang membuat Sita heran sekaligus terpana.

Marsita & MahesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang