Happy Reading!
Sita menunggu dengan kesal, apapun yang bisa membawanya menuju jakarta. Namun, sudah lama ia menanti tidak ada satupun bis atau mobil yang menyediakan tempat lebih untuk dirinya.
"Maaf, uda full neng. Ini bangku tempel juga terisi." Begitu kata kenek bis yang singgah sesaat di rest area.
Tidak habis pikir Sita dengan antusias warga untuk datang beramai - ramai ke jakarta. Hingga tidak menyisakan satu tempat pun kursi untuknya.
"Hey, aku sudah minta maaf." Suara itu kembali hadir, memperburuk mood Sita yang sudah buruk.
Wanita itu bersidekap di tempatnya. Tidak berniat sama sekali menoleh ke asal suara yang ada di belakangnya. Bodoh amat dengan pria itu, dia pikir bisa semudah itu meminta maaf? Sita sudah sampai pada batas kesabarannya.
"Sampai kapan kamu mau nunggu? Hari sudah semakin gelap, kau mungkin..."
"Aduh pak! Saya ga ada nyuruh bapak nunggu lho! Kalo mau pergi yauda sana pergi aja duluan gih." Akhirnya karena kesal mendengar celotehan Mahesa, ia angkat bicara.
Emosinya masih di ubun - ubun. Ia menatap Mahesa jengkel dan lebih parahnya, kejadian itu kembali terulang di kepalanya saat melihat wajah Mahesa. Membuatnya ingin berteriak dan menjeduti kepalanya ke dinding.
Buru - buru Sita mengalihkan pandangan sebelum niat membunuhnya semakin besar.
Terdengar desahan Mahesa yang sebenarnya merasa bersalah sekaligus bingung. Mengaku jika dirinya memang 100% salah dan ingin dimaafkan. Dia sendiri heran dengan dirinya. Biasanya ia akan pergi begitu saja, tidak peduli apa dia salah atau tidak. Bahkan jika dibentak dan diancam seperti tadi, dia seharusnya tidak terima dan balik mengancam. Tapi apa? Ia tidak bisa. Perasaannya kini pada Sita sudah berubah. Ia tidak bisa melakukan itu padanya.. lagi..
"Aku akan memberimu libur sehari lagi." Gumam Mahesa tiba - tiba.
Membuat Sita yang mendengar sedikit tertarik dengan tawaran itu. Ia menaikkan satu alisnya, masih menolak untuk melihat.
"Jika kau mau memaafkan ku, aku akan menambah jatah cutimu." Kata Mahesa lagi namun Sita masih diam.
Berpikir dalam hati, enak saja cuma sehari. Jika dia memberiku cuti seminggu baru deh. Tapi dia tau itu cukup tidak tau diri. Jadi Sita mengubah tawarannya dengan penambahan gaji. Lalu dalam hati kembali berpikir bahwa dia sudah keterlaluan. Tapi bodo amat, dia tidak peduli.
"Bagaimana?" Kali ini Mahesa mencoba meyakinkan Sita yang terlihat tertarik.
Sesaat ia memperhatikan wanita itu berpikir, lalu menimbang - nimbang sebelum menghela nafas.
"Dengar ya pak. Ini bukan masalah cuti atau apapun itu. Ga ada hubungannya. Saya ga peduli." Harga diri dan gengsi ternyata lebih penting untuk Sita.
Meski dalam hati ia terpikat, tapi ia memilih untuk tidak semudah itu. Masalahnya, ia sedang mempertaruhkan harga dirinya. Meskipun ia bukan wanita cantik nan seksi yang bisa membuat pria terkapar - kapar, ia tetap seorang wanita.
Melihat reaksi Sita, ada rasa kecewa dalam diri Mahesa. Karena sepertinya wanita itu benar - benar marah. Lalu apalagi yang harus ia lakukan?
Berikutnya Mahesa hanya diam. Menunduk disamping Sita yang masih melipat kedua tangan dan diam. Sesekali berharap bahwa wanita itu menyerah. Tapi, kenyataannya tidak.
Mereka berdua diam. Dan saat Sita terlonjak, Mahesa langsung menoleh ke arah wanita itu. Melihat Sita yang terburu - buru mengambil ponselnya di dalam tas.
"Halo? Ndra?" Ternyata panggilan masuk.
Mendengar nama yang disebut Sita membuat Mahesa kembali kesal. Ia menatap tajam Sita yang tengah berbicara dengan Hendra. Benar - benar tidak menyukainya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Marsita & Mahesa
RomanceMarsita Aysha Yusuf Wanita berusia 22 Tahun, bertubuh gemuk, dengan penampilan biasa, memiliki kepintaran standar, belum memiliki pengalaman pacaran satu kalipun. Hidup Sita awalnya begitu damai, hingga ia dipertemukan dengan seorang pria arogan yg...