M&M : 1

12.8K 402 7
                                    

Happy reading!

"MARSITA!" teriakan itu menggema di ruangan kantor utama di lantai 10 itu hingga terdengar ke seluruh penjuru lantai.

Gadis yang bernama Marsita itu menutup mata dan menahan nafas. Perlahan keningnya berkerut dan mulutnya mengerucut kesal. Ini sudah kelima kali namanya diteriaki oleh bos baru mereka. Dan kesabarannya sudah habis.

Sita membuka mata dan menghela nafas kasar sebelum melihat tatapan iba pegawai lain padanya.

"Sabar ya, Sit. Lu harus kuat." Ujar teman semejanya, Linda.

Sita mengangguk dan tersenyum tipis.

"Harus, Lin." Gumam Sita pasrah dan kembali berjalan ke ruangan utama dimana orang yg menjadi manusia yg paling dibencinya berada.

Sita mengetuk pintu itu dengan 3 ketukan sebelum suara deep itu terdengar.

"Masuk."

Dengan hati sedikit gugup, Sita berjalan mendekat dan menghampiri pria yg kini terlihat sangat kesal. Lengan kemeja putih yg ia kenakan sudah di gulung hingga ke siku. Seakan sengaja memperlihatkan otot - otot atletis yg ia miliki.

Sesaat Sita terdiam, memperhatikan pria itu dengan menilai. Tidak bisa ia pungkiri, sosok pria di hadapannya memang menarik perhatiannya dari awal pertemuan mereka. Namun, mengingat betapa buruk peringai pria itu membuat Sita jengah dan tanpa sengaja mendengus hingga membuat Mahesa memicingkan matanya ke arah Sita.

"Hmm, ada apa ya, pak?" Sedikit panik, Sita mencoba mencairkan suasana mengerikan itu.

Mahesa berhenti membolak - balikkan kertas di hadapannya dan meraih berkas yg ada di sebelah kanan nya. Dengan tidak berperasaan, ia membuang berkas itu hingga terjatuh tepat di depan Sita.

"Aku tidak butuh sampah seperti itu. Cepat perbaiki dan berikan aku anggaran pengeluaran dari 2 tahun kemarin." Gumam Mahesa dingin, sebelum kembali menekuni lembaran - lembaran kertas lain.

Diam. Sita masih mencoba untuk menerima kenyataan. Hasil kerja kerasnya diperlakukan seperti sampah. Tidak, bukan diperlakukan tapi memang dianggap sampah. Mengingat bagaimana ia mati - matian mengerjakan laporan itu membuatnya sakit hati. Tapi, ia tidak bisa apa - apa. Ia hanya seorang karyawan biasa yg tidak memiliki pengaruh apapun. Sehingga amarah yg sudah berkumpul di dirinya harus ia redam.

Sita menarik nafas panjang, dan menghembusnya perlahan. Ia lalu membungkuk untuk mengambil berkas itu dan memeluknya erat.

"Apa yg menurut anda kurang, pak?" Tanya Sita masih mencoba sopan.

"Semua."

"Tapi, saya sudah mengerjakannya sesuai dengan contoh laporan tahun kemarin." Lanjut Sita masih mencoba untuk sopan.

"Aku tidak peduli kau mau meng-copy paste pekerjaan orang lain. Yang kubutuhkan adalah kejelasan dari laporanmu. Aku sama sekali tidak bisa mengerti apa yg kau kerjakan. Aku tidak menggajimu hanya untuk mendapatkan sampah. Sekarang lebjh baik kau memperbaiki laporan itu sebelum aku memintamu untuk mengundurkan diri." Jelas Mahesa panjang lebar tanpa niat untuk menoleh sedikitpun.

Hampir saja Sita melempar berkas yg ada ditangannya tepat ke wajah pria itu. Jika ia tidak berjuang menahan amarahnya, mungkin sekarang ia akan benar - benar harus mengundurkan diri.

"Baik, pak." Akhirnya kata - kata itu yang berhasil keluar dari bibir wanita itu sebelum meninggalkan ruangan dengan emosi yang bercampur aduk.

Langkah kaki Sita terdengar begitu mengerikan saat berjalan menuju meja kerjanya. Ditambah dengan tubuhnya yg diatas rata - rata membuat suara yg ditimbulkan sepatu berhak rendah itu semakin berisik.

Marsita & MahesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang