Happy reading!
"Terima kasih, pak. Saya permisi dulu." Ujar Sita sopan sebelum berjalan keluar dari rumah warga terakhir yg mereka kunjungi.
Beberapa warga seperti kepala desa dan juga pengurus BPD (Badan Permusyawaratan Daerah) membantu mereka untuk berkeliling desa dan melihat - lihat keadaan desa tersebut. Setelah selesai, mereka akhirnya kembali berkumpul di sebuah lapangan yg berada tepat di depan persawahan. Pak Ayub selaku ketua Acara, menjelaskan tujuan dan kegiatan yg akan mereka jalani.
Mereka semua akan memulai bakti sosial dengan membersihkan lingkungan desa, ikut berpartisipasi dalam menanam padi, membagikan sembako dan hal lainnya.
"Kalo gua tau bakal kaya gini, bagusan gua ngikutin ide lu, Sit. Sumpah gua harus nyentuh itu lumpur? Oh man!" Keluh Linda saat melihat karyawan lain sudah mulai mengenakan sepatu bot yg telah di siapkan dan juga sarung tangan karet.
Disampingnya, Sita hanya menghela nafas.
"Kan uda gua bilang..."
"Ini mah bukan bakti sosial! Masa iya bakti sosial jadi petani?" Suara Linda hampir tercekik saat melihat beberapa karyawan sudah mulai menjebloskan kaki ke dalam sawah.
Wanita itu bergidik saat melihat Andi salah seorang karyawan menemukan ular sawah dan mengangkatnya. Suara tawa dan juga teriakan terdengar. Begitu ricuh dan menarik perhatian Sita yg masih diam.
"Seru juga kayanya." Gumam wanita gendut itu membuat Linda menatapnya tidak percaya.
"Seru gimana?! Yang ada dandanan gua hancur berantakan."
"Bodoh amat Lin! Bacot lu memang! Awas gua mau ikutan nanam padi deh. Penasaran gua." Meninggalkan Linda sendiri, Sita ikut menggunakan sepatu bot dan berlari ke arah sawah.
Wanita itu awalnya sedikit kesusahan karena berat tubuhnya membuat kakinya menginjak terlalu dalam.
"Waduh! Waduh! Rizki bantuin gua! Aduh aduh mati gua!" Teriak Sita saat ia tidak bisa menarik kakinya.
Tawa para karyawan yg melihat tingkah Sita memenuhi tempat itu. Betapa heboh wanita itu hingga terjerembab jatuh ke dalam tanah berlumpur. Berulang kali ia mencoba hingga akhirnya berhasil membiasakan diri.
Tingkahnya yg konyol membuat Mahesa diam - diam tersenyum dan menggeleng. Tidak habis pikir dengan tingkah Sita yg sering kali mengejutkannya. Wanita pertama setelah ibunya yg berani melawannya. Menatapnya tanpa rasa takut di hari pertama mereka berjumpa. Dan walaupun ia menunjukkan rasa takit setelahnya, Mahesa yakin wanita itu tidak benar - benar takut padanya.
Lalu berikutnya Mahesa dipaksa untuk mencoba menanam satu bibit padi sebagai dokumentasi. Mau tidak mau ia harus ikut masuk ke dalam tanah lumpur bersama karyawan lain dan Sita. Untuk sesaat Mahesa memilih lokasi yg berada di tempat Sita. Melihat wanita itu tidak lagi kesulitan, Mahesa mengira hal itu mudah. Namun, yg terjadi adalah ia tergelincir dan kehilangan seimbangan. Hingga akhirnya Mahesa harus rela bokongnya menyentuh tanah berlumpur.
Seluruh mata sontak menoleh ke arah Mahesa yg berusaha menahan makian di bibirnya. Pria itu mencoba berdiri dan kembali terjatuh karena tanah yg licin. Berulang kali hingga suara tawa Sita memecahkan keheningan yg susah payah dipertahankan.
Kini semua pandangan menoleh ke arah Sita yg tidak bisa menahan dirinya untuk tidak tertawa. Dan entah bagaimana hal itu menular hingga membuat yg lain ikut tersenyum dan juga tertawa. Sementara Mahesa memberikan tatapan kesal pada Sita.
"Aduh pak Mahesa. Anda tidak apa? Hati - hati pak, tanahnya memang licin." Ucap Yusuf salah satu karyawan yg mencoba membantu Mahesa.
Sedikit merasa malu, Mahesa meraih tangan Yusuf dan bangkit berdiri. Pria itu lalu berjalan mendekati Sita dan membuat tawa Sita perlahan menghilang namun senyuman geli masih terpasang di bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marsita & Mahesa
Lãng mạnMarsita Aysha Yusuf Wanita berusia 22 Tahun, bertubuh gemuk, dengan penampilan biasa, memiliki kepintaran standar, belum memiliki pengalaman pacaran satu kalipun. Hidup Sita awalnya begitu damai, hingga ia dipertemukan dengan seorang pria arogan yg...