Happy reading!
"Sita, Sit!" Ketukan di pintu kamarnya membuat Sita membuka mata dengan terpaksa.
"Hmm?" Gumaman Sita terdengar menyedihkan dan ia harus membersihkan tenggorokan sekali sebelum mengeluarkan suara seraknya.
"Ada apa Sel?"
"Sit? Kamu sakit? Lu ga balas line aku! Kamu kenapa?" Suara Gisel terdengar khawatir dan Sita tahu wanita itu pasti menyadari keadaannya saat ini.
Sudah dua hari berlalu sejak acara kantor yg menghabiskan seluruh energinya. Dan hari ini merupakan batas tubuhnya menahan rasa lelah itu. Demam tinggi yang menguasainya, ditambah radang dan flu membuat Sita benar - benar KO. Ia bahkan sudah mematikan AC kamarnya tetapi rasa dingin tetap menguasai. Kaos kaki dan jaket ditambah selimut baru bisa menghangatkannya walau hanya sementara.
Mencoba untuk membuka pintu kamarnya, Sita merangkak turun dan berusaha memutarkan kunci kamarnya. Ia lalu merangkak kembali ke kasurnya sementara Gisel, temannya terpekik kaget begitu membuka pintu kamarnya.
"YaAllah sit, kamu gapapa? Eh pasti kenapa napa ya, aduh ini kamar berantakan banget." Ocehan Gisel sama sekalu tidak dihiraukan Sita.
Ia sibuk menahan batuk yg tak kunjung berhenti dan rasa panas yg hampir membuatnya gila. Kepalanya terasa akan pecah dan ia mencoba menahannya dengan mengeraskan rahangnya.
Perlahan ia merasakan sesuatu yg dingin menyentuh keningnya dan membuatnya mengeliat.
"Astaghfirullah, Sit! Kamu panas banget! Eh udah minum obat? Udah makan?" Seru Gisel panik.
Wanita itu menoleh ke kanan kiri dan tidak menemukan bekas makanan atau obat apapun disana. Yang menandakan bahwa teman nya ini belum memasukkan apapun ke lambungnya.
"Ya ampun kamu. Tunggu aku beliin bubur sama obat dulu ya." Ujar Gisel khawatir dan meninggalkan Sita untuk membeli apa yg ia katakan.
Tidak bisa berkata, Sita hanya diam. Kembali menggigil dan pusing. Berulang kali ia terbatuk hingga rasanya ia ingin mencabut tenggorokannya yg terasa gatal. Jatuh sakit benar - benar menyiksanya.
Sita tidak tau berapa lama terlewatkan saat seseorang kembali masuk ke kamarnya. Ia tidak bisa melihat karena ia membelakangi pintu dan hanya mengetahui dari suara pintu yg terbuka.
"Makasi Sel." Gumam Sita pelan, mencoba memberi tanda bahwa ia masih hidup.
Gisel tidak menjawab. Sesaat Sita mengerjap silau saat lampu dihidupkan. Ia hanya mendengar suara piring yg diambil dan plastik yg sedang dibuka. Tidak ada suara berisik Gisel terdengar. Mungkin wanita itu sedang berkonsentrasi menyiapkan makanannya. Lalu Sita hanya diam, menunggu makanannya disiapkan.
Saat Gisel berjalan mendekat dan tangannya menyentuh kening Sita, saat itulah Sita menyadari bahwa itu bukan Gisel. Aroma dan tangan itu bukan milik Gisel. Tapi itu milik seseorang yg lain.
"Gila lu ya, badan lu panas banget! Buru bangun, makan dulu!" Suara itu mengejutkan Sita.
Namun, ia sama sekali tidak ada tenaga untuk memarahi pemilik suara itu. Sehingga yg bisa ia lakukan hanya menuruti perintah Hendra yg membantunya untuk duduk. Wajah Sita memasang mimik kesal saat melihat wajah Hendra.
"Apa lu marah - marah? Jangan banyak tingkah, makan dulu terus minum obat!" Hendra meletakkan semangkuk bubur ayam di pangkuan wanita itu dan berbalik ke arah meja untuk mengambil air yg telah ia siapkan.
Melihat bubur ayam itu Sita sama sekali tidak selera. Padahal biasanya ia bisa menghabiskannya dalam waktu 5 menit. Namun kali ini ia merasa ingin muntah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marsita & Mahesa
RomanceMarsita Aysha Yusuf Wanita berusia 22 Tahun, bertubuh gemuk, dengan penampilan biasa, memiliki kepintaran standar, belum memiliki pengalaman pacaran satu kalipun. Hidup Sita awalnya begitu damai, hingga ia dipertemukan dengan seorang pria arogan yg...