03. Biru Dan Abu-abu

4.2K 490 24
                                    

Perasaan Anna ke mana-mana saat dengan sengaja telinganya menghimpun diri untuk mendengar pelisanan oknum yang baru saja menggemakan asmanya satu menit lalu. Kenapa rasanya begitu aneh? Dia tampak seperti remaja pada umumnya, namun tutur katanya sedikit dirasa amat taksa.

Ketika netra gadis itu membimbing diri untuk mengedar pandang menatap sebagian orang di depan sana, ratapan mereka terlihat tidak begitu suka. Apa ada sesuatu yang tidak Anna ketahui perihal laki-laki tersebut?

Watanabe Haruto, begitulah dia memanggil diri sendiri. Laki-laki dengan perawakan kurus namun tinggi, tidak menutupi kemungkinan jika senyumnya memang terlampau sangat mendamaikan hati. Namun ... kenapa semua orang rasanya sangat tidak sudi meski hanya menatapnya sekali?

Entah apa yang pernah laki-laki itu perbuat sampai Anna tanpa sengaja mendengar satu gunjingan tersiar dari kotak suara salah satu siswa.

"Apaan sih, anjing. Najis!"

Dan umpatan-umpatan lain yang lebih mendurhaka dari sebelum-sebelumnya.

Oke, Anna tidak mau ikut campur dalam urusan mereka. Tujuannya kemari untuk menuntut pengetahuan, bukan malah menambah permasalahan.

"Anna. Silakan duduk di bangku belakang Haruto."

Setelah menyelami ranah bingung tadi, akhirnya Anna menyanggupi diri untuk melangkah di kursi paling belakang. Syukurlah, Anna memang dari tadi sudah berharap bahwa Jessica akan menyuruhnya untuk duduk di sana. Dewi Fortuna sedang berpihak kepadanya kali ini, dan Anna betul-betul bergembira hati.

Sebelum membuka buku catatan yang kini masih kosong melompong itu, sosok laki-laki yang baru saja memperkenalkan diri tadi lantas berbalik badan untuk sekadar menyapanya dua kali.

"Hallo, Anna. Haruto bertemu lagi dengan Puan."

Aneh. Anna benar-benar merasakan keanehan. Apalagi saat melihat lebih dekat jikalau wajah laki-laki itu kini sudah dibanjiri dengan memar dan lebam. Apa dia habis baku hantam? Atau jangan-jangan ... Haruto anak badung?

Cukup! Anna tidak mau berprasangka buruk kepada laki-laki itu. Mereka baru saja bertemu, sangat tidak sopan jika Anna hanya terdiam membisu.

"Ah. Iya. Hai, Haru-to."

"Setelah pelajaran berakhir, mau ke kantin bersama?" ajaknya dan berharap Anna akan mengatakan iya. Namun realita tidak seperti apa yang ia angan-angankan.

"Aku harus nemuin Ibu Jessica nanti."

Wajah Haruto kontan menggugat ekspresi kecewa, namun untuk sedetik kemudian dirinya mengangguk paham. "Baiklah, mungkin kapan-kapan."

Lalu, keduanya terdiam di waktu yang terbilang sangat lama. Kenapa pula Haruto harus menatap Anna sedalam ini? Gadis itu jadi agak risih.

Beberapa saat kemudian Haruto tersenyum lagi. Entah apa arti dari setiap senyum manisnya ini, Jeon Anna tidak tahu pasti. Namun, setelah menghabiskan waktu untuk saling melayangkan pandang, tanpa sapa lisan Haruto berkumandang.

"Puan begitu cantik seperti bidadari. Akan sangat rugi jika tidak mau berteman dengan laki-laki ini."

***

Pagi tadi, Anna sempat dibuat malu dengan tutur kata Haruto yang entah itu hanya sebuah gombalan semata, atau murni ia gemakan kepadanya. Yang pasti, gadis itu langsung menutup wajahnya tadi sebab bersemi-semi.

Selepas dari kantor, dirinya lantaran melangkah di koridor seorang diri dengan wajah pucat pasi. Betapa menyesalnya dia sebab terburu-buru ke sekolah hingga tidak sempat untuk sarapan pagi. Jadi, tidak ada alasan lain kenapa Anna begitu lemas hari ini.

[✔] Narasi Musim SemiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang