Malam senantiasa mengejek Hamada. Tiap cara ia lakukan demi bisa menenggelamkan raganya di tengah kecamuk dunia. Selama sepuluh jam ini pula yang bisa Hamada lihat hanyalah seutas tali yang hampir membakar seluruh hamparan pinta para manusia-manusia bumi. Seringkali bocah itu menatap langit kelabu, kemudian merenungkan perihal hidup yang selalu biru sehingga tanpa disadari bahwa genangan air mata sudah dari tadi membasahi dinding kalbu.
Setiap hari Hamada pulang dengan membawa punggung adiknya. Riwayat hidup yang telah ia ketik sampai pada halaman ini terkadang membawa luka-luka tak berpulih, yang hanya akan membuatnya sakit dalam suka di hari esok. Tidaklah ia pernah berpikir jika hidup yang sedang ia sanjung sekarang semata-mata cuma permainan semesta, dan Hamada adalah korban di mana dia harus kalah dari awal mula.
Ayah bilang, manusia itu hakikatnya boleh menyerah satu kali saja. Tapi Hamada berpikir, bagaimana bisa makhluk Tuhan dipaksa untuk selalu kuat sedangkan dunia tansah menimpa mereka dengan beribu-ribu jerit tangisan? Dan dalam hal ini pula, Hamada pikir bahwa pernyataan ayah adalah salah.
Manusia tidak memiliki batasan dalam menyerah. Mungkin yang ingin Hamada sampaikan adalah demikian. Sebab, dia benar-benar tidak bisa dituntut untuk tidak menyerah satu kali saja. Putus asa menjadi jalan utama agar dirinya bisa merasakan sedikit ketenangan dunia.
Bahkan bocah itu sempat berpikir untuk menyerah pada sebuah kehidupan. Langit dan bumi ini cuma materi fana yang takkan pernah bisa manusia bawa pada akhir hayatnya. Hal demikian lah pula yang membuat Hamada semakin mati rasa. Dalam sebuah kematian, yang ia bawa setakat penyesalan.
Hamada lelah hidup, tapi dia tidak mau mati. Hamada menginginkan akhir, tapi dia takut bila semua kisahnya berakhir.
Sehabis malam berganti menjadi pagi, pemuda itu masih setia dan kukuh menatap adiknya meskipun ia sudah bangun dari pukul tiga yang lalu.
Lihatlah gurat senjang di paruh wajah seorang anak tak punya salah macam dirinya. Sungguh, Haruto sama sekali tidak merasa berdosa setelah membuat kedamaian Hamada hancur sebab olehnya. Dengan mata memerah dan pandangan berangsur-angsur meredup sumarah, laki-laki itu sewenang-wenang menerbitkan senyum tanpa mengindahkan bahwa Hamada sedang menahan sebuah nelangsa.
"Asahi kenapa menangis? Ini masih pagi, jangan bersedih di hari yang indah ini."
Indah, katanya. Sedangkan Hamada berpikir jika hari ini adalah hari berduka paling lara. Haruto sungguh memang senaif-naifnya bocah naif.
"Asahi. Hari ini cerah, ya? Langit sangat biru, burung berkicau dengan sangat merdu. Kenapa, ya, saat Haruto sedang terbaring di rumah sakit seperti ini, dunia malah terlihat tidak bersusah hati. Padahal biasanya, dia selalu memberikan mendung untuk langit, tangis untuk bumi, dan kesah untuk makhluk-makhluk seperti Haruto ini."
Sudah bisa terbayangkan bagaimana Hamada bereaksi saat itu. Tak mampu terhaturkan pula kesakitan Hamada sebagaimana yang telah ia rasakan sebelum ini. Haruto agaknya sangat ingin melihat Hamada menangis kencang dan menjerit pada siapa saja untuk mintai ketenangan sebuah jiwa.
Mata Haruto beralih dari jendela luar kepada sosok Hamada di samping ranjang tempat peristirahatannya. Tatkala Hamada masih membisu, Haruto agih segaris senyum lucu.
"Selalu saja Haruto didiamkan seperti ini. Lebih baik Haruto berbicara dengan Mbak Kunti saja daripada berbicara dengan Asahi."
Sakura yang sudah dari semalam singgah di sana lantaran langsung menyemburkan tawa. Tak ayal Lee Juyeon yang mendengarnya lantas gesit membekap mulut gadis minus akhlak itu. Sakura memang mudah tertawa di saat-saat yang tidak tepat.
"Haruto sakit, Asahi."
Betapa terlukanya seorang Hamada kala mendengar adiknya tengah berkeluh kesah. Hasta yang satu menit lalu tergantung di udara lantaran langsung Hamada genggam begitu kuat. Ia belai pipi Haruto seraya memberikan sedikit kehangatan yang tak pasti akan bisa Haruto dapatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Narasi Musim Semi
Fanfiction❝Perihal riwayat kehidupan Haru. Sosok remaja yang takut tumbuh dewasa.❞ ______________________________________ ● treasure tbz izone fanfiction ● watanabe haruto © benaluna