"Haru? Namanya sangat indah. Panggil itu saja, Haru sangat suka. Bukan karena arti namanya, tapi karena itu pemberian dari Anna."
Dua jam lalu Haruto berkata begitu. Sebenarnya sudah sangat lama Anna ingin memanggilnya demikian, tetapi Anna takut kecewa jika Haruto tidak suka. Namun syukurlah, tanggapan laki-laki itu benar-benar di luar dugaan.
Keduanya masih berada di dalam hingar-bingar rumah sakit sana. Sedari ia kembali dari taman, gadis tersebut belum juga memejamkan mata. Anna pikir dia tidak betah, namun ternyata salah. Anna hanya ingin menatap anak itu sebentar seraya melepas dahaga.
Kalau sedang tidur begini, Haruto terlihat lucu sekali. Tangan Anna pun sudah gemas ingin mencubit pipinya. Bulu mata Haruto kentara lentik sehingga Anna terkadang mengira bahwa Haruto bukannya tampan namun malah cantik. Caranya mendengkur malam ini terdengar sama persis selayaknya dengkuran anak kucing.
Manisnya, dia mengigau dalam mimpi sambil tersenyum-senyum sendiri.
"Kalau aja kamu itu anak kucing, udah aku karungin dari lama," ucap Anna sembari menyandar dinding.
Terpatri sebuah perasaan aneh yang sekonyong-konyong tiba menggerahkan sukma. Segenap nayanika dan belai hasta pun berhenti dikala Anna merasakan debar asmara. Lamun tunggu, jangan sampai Anna memiliki renjana untuk membangun cinta bersama 'anak kecil' sepertinya.
"Haru. Jantung aku dangdutan lagi," seloroh Anna diselingi rintihan tawa.
Walaupun tidak ada yang menyahut sama sekali, tetapi Anna suka berbincang dengan insan yang tengah tertidur pulas di depannya ini. Tiap kali dia berbicara, senyum Haruto akan selalu ada. Mungkin, hari ini Haruto sedang bersukacita. Namun berbanding terbalik dengan apa yang menggerayangi pikiran Anna.
Menjadi Haruto ternyata sesakit ini. Kesialan hidup tansah datang menghampiri. Manakala Haruto ingin hidup mulia meski sangat sederhana, ada-ada saja perkara dunia yang ajek mengusik dirinya.
Pantas saja Anna selalu mendengar orang-orang menggunjing tentang dirinya. Mengatakan bahwa Haruto merupakan kesalahan terbesar dalam hidup. Mengatakan bahwa Haruto orang gila yang tak pantas untuk hidup. Ternyata menjadi Haruto memang sangat menyiksa.
Anna harap dia tidak akan merasa terpuruk sebab selalu mendengar ujaran penuh kebencian itu. Kalaupun bisa, Anna ingin menjadi seorang pelipur lara bagi hidupnya. Namun, bisakah? Bahkan jika Haruto diam saja, tangis Anna tak tanggung-tanggung akan langsung menyimbah ruah.
Anna sendiri bingung. Kenapa Haruto selalu menjadi objek penindasan dan perundungan masyarakat sekitar? Fakta bahwa dia bersikap kekanak-kanakan memang Anna sanggupi untuk mengatakan iya, tapi bukan berarti Haruto sosok pendosa paling durjana, kan?
Melihatnya tertidur seperti ini membuat Anna tidak bisa merasakan apa-apa lagi. Haruto tampak tenang, tapi tidak dengan apa yang menjajah pikiran bocah yang malang. Sakura bilang, jangan pernah percaya akan senyum Haruto. Dia sering menyimpan duka di dalam tawa.
Dan sore tadi Anna baru percaya perihal semua hamparan kata yang pernah Sakura gemakan. Di saat Haruto mati-matian menahan sakit yang tengah mendera, anak itu selalu mencoba tersenyum dan mengatakan bahwa semuanya masih baik-baik saja.
Anna harap, akan ada hari di mana Haruto bisa jujur kepada diri sendiri. Kemudian berkata jika raganya sedang terluka, dan hatinya sedang tidak baik-baik saja.
***
"Selamat pagi, Anna."
Kala secercah cahaya mampu menyingkap mata, sebuah sapa turut menggema diiringi dengan senyum paripurna. Seseorang yang kini giat mengganggu tidur Anna sekarang adalah Haruto, laki-laki manis penyumbang kisah tragis.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Narasi Musim Semi
Fanfiction❝Perihal riwayat kehidupan Haru. Sosok remaja yang takut tumbuh dewasa.❞ ______________________________________ ● treasure tbz izone fanfiction ● watanabe haruto © benaluna