O4. Dunia Yang Pilih Kasih

3.8K 475 43
                                    

Mau bagaimanapun juga, orang-orang tidak berhak menyalahkan anak itu. Anna pikir Haruto tidak seburuk yang Sakura katakan tadi. Walaupun kenyataannya memang benar jika bocah itu sangatlah manja, akan tetapi Haruto masih bisa tumbuh dewasa.

Suka menyusahkan orang lain, katanya? Apa Sakura seringkali salah tanggap mengenai kepribadian Haruto? Dari pagi tadi sampai sore ini saja, Anna tidak pernah sekalipun melihat dirinya rewel meminta ini itu.

Atau mungkin ... Anna yang salah mengira?

"Tapi hari ini aku lihat dia nggak berulah sama sekali. Haruto kayak anak biasa, tapi memang keliatan manja, sih." Anna menggiring opini lain yang sangat berbanding terbalik dengan pandangan Sakura terhadap Haruto.

Sakura agak setuju, namun di lain hal dia juga menggeleng karena sedikit ragu. "Lo bakal tahu arti 'gila' yang gue maksud itu gimana-nyusahin orang lain dengan cara kayak apa. Semakin lama lo temenan sama Haruto, semakin kerasa kalau dia memang anak aneh."

"Gue saranin, nggak usah sekali-kali nyoba akrabin diri sama bocah kayak dia. Cukup dikenal namanya aja," imbuh Sakura.

Haruto yang disindir, namun malah hati Anna yang tertohok. "Omongan lo nggak bisa disaring dikit, apa? Haruto punya salah apa, coba? Dari tadi yang gue rasain cuma caci maki doang. Anak itu udah ngelakuin dosa sebesar apa? Sampai-sampai lo berani berargumen kalau hidup Haruto udah kayak sampah."

Sudah cukup Anna mendengar penghinaan Sakura terhadap Haruto, dia benar-benar sudah kelewatan. Untuk di detik pertama, Sakura geming dan hanya menatap Anna dengan pandangan nanar. Di detik selanjutnya dia menyeringai seolah-olah paham betul akan seluk-beluk sosok tersebut.

"Oke. Nikmatin hari-hari lo sama Haruto. Gue cuma bisa berharap kalau lo bisa kuat."

Setelahnya, figur Sakura melesat memasuki bus yang kini sudah bertengger tepat di depan eksistensinya. Alih-alih naik, Anna lebih memilih untuk sibuk memikirkan perkataan dari Sakura tadi. Bus lantas melaju, meninggalkannya bersama benak yang kini sempat meragu.

Tidak perlu diingatkan segala perihal kuat tidaknya Anna menjalani sebuah hubungan. Sudah dari lama pula gadis itu mencoba kokoh ketika skenario hidup tansah menghilir dan berusaha membuatnya roboh. Untuk berteman dengan Haruto, Anna rasa akan sama akibatnya dengan mengenal laki-laki sebelum dia.

Sudah biasa. Kalau katanya. Pulang dan pergi, datang untuk kembali.

"Anna!"

Baru saja dibicarakan, sosok itu kini tanpa sapa sudah termaktub di seberang jalan. Kala itu pula tawa Anna langsung menggelegar pasal jas hujan yang membungkus raga Haruto tampak sangat kebesaran. Sungguh! Haruto sangat lucu ketika berlari-lari kecil sembari menghampirinya.

"Sedang apa Anna di sini?" tanya Haruto sembari tersenyum, lagi.

Bukannya menjawab, Anna masih saja terbahak-bahak. "Ya ampun, pitik mana ini? Lucu banget. Warnanya pink, lagi."

"Pitik Jepang." Haruto menjawab sembari tertawa bersama. "Anna sedang menunggu bus, ya?"

"Iya. Tadi udah lewat, cuma aku bengong bentar."

"Memikirkan apa?"

"Mikirin kamu."

Dengan begitu Haruto langsung menabok punggung Anna. "Jangan berkata seperti itu! Haruto bisa baper, tahu!"

"Iya-iya. Sakit, hih! Kamu naboknya kenceng banget!"

"A-ah. Maaf. Haruto sengaja."

"Semprul!"

Berakhir dengan tawa mereka di penghujung hari.

Rasanya, berbicara dengan Haruto itu sangat bisa membuat hati lega. Kalau begini caranya, Anna bisa-bisa akan merasakan jatuh cinta untuk kedua kalinya. Tapi ... apa mungkin? Sepertinya mustahil untuk Anna membuka hati kembali.

[✔] Narasi Musim SemiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang