15. Sendu Yang Membiru

2.3K 266 10
                                    

Akhir-akhir ini Anna tansah merasakan rasa takut berlebih. Yang mulanya ia kira sebagai perihal biasa, namun kenyataannya malah kian menggelinjang ke mana-mana. Anna pun bingung akan dimulai dari mana rasa takut itu datang. Seingatnya, sebelum berjumpa dengan laki-laki Jepang, hidupnya masih tampak tenteram sejahtera meski hadir satu dua sambat welas.

Apa ketakutan itu terlahir dari sapa nan jumpa yang pernah ia lakukan kepada Haruto dulu? Anna selalu bertanya demikian. Jika pun begitu, apa alasan Anna sampai dirinya sangat menakuti sesuatu yang tak pasti akan terjadi?

Seperti saat ini. Usai Sakura membinasakan sambungan dan membuat Anna gonjang-ganjing, gadis itu segera menyeret Juyeon dan Hyunjae untuk ikut bersama ke sebuah alamat yang baru saja Sakura kirimkan kepadanya. Anna betul-betul tidak tahu di mana tempat itu. Yang pasti, lokasi sana sangat jauh dari hingar-bingar kota.

"Jae! Cepetan dikit, sih, anj-"

"Sabar, Na! Lo dari tadi bikin gue gugup doang, anjir! Yang punya masalah elo yang dibikin susah gue." Hyunjae turut kalang kabut. Jika saja Anna tidak memaksanya ikut, mana mau dia menurut?

Sementara itu, Juyeon sedang sibuk memirsa penunjuk jalan dari gawai pribadinya itu. Benar-benar situasi yang amat-teramat menggegerkan, apalagi untuk Jeon Anna sendiri yang saat ini tengah ditempa beribu-ribu takut pasal perginya Haruto.

Kalau begini jadinya, siapa yang perlu disalahkan? Apakah Anna yang tidak bisa menjaga laki-laki itu? Atau mungkin gerombolan begundal sialan itu? Memikirkan pertanyaan tersebut tidak akan pernah ada habisnya. Lebih baik bagi Anna untuk menenangkan diri sejenak, kendati dia tidak akan bisa merasakannya barang sedetik.

"Berhenti, Jae!" Sebab teriakan Juyeon yang sudah dipastikan sangat mengguncang angkasa tersebut, sekontan-kontan Hyunjae menghentikan mobilnya di rusuk jalanan sepi.

Sangat sepi. Bahkan tidak ada satu pun tiang lampu yang biasa berjejak di bibir jalanan kota. Sampai-sampai mereka bertiga diharuskan membuka lentera ponsel masing-masing demi bisa melangkah tuk susuri pekatnya gulita malam hari.

"Kita kudu masuk gang kecil ini," ucap Juyeon sembari menunjuk jalanan setapak yang hanya bisa dilalui oleh pejalan kaki saja.

"Sakura udah di sana. Dia belum berani masuk." Anna turut menimpali.

Lantas, tak lama kemudian, ketiganya baru langsung menarik langkah seribu untuk bisa menuju kawasan sana. Pada saat melewati gang panjang dan sempit itu, hawa dirasa sangatlah panas sehingga peluh keringat tidak memungkiri lagi untuk mengucur deras membasahi sekujur awak mereka bertiga. Nyatanya, ini bukan setakat gang biasa. Ini hanya jalanan kecil yang terhimpit dua bangunan tak berpenghuni.

Perjalanan mereka untuk sampai ke sana tak disangka-sangka membutuhkan perjuangan yang bisa dibilang sedikit berat dan melelahkan. Setelah melewati panasnya jalan setapak, mereka diharuskan melewati sungai luas hanya bermodalkan seoonggok rakit. Jika ada yang bertanya di manakah letak jembatan berada, maka jawabannya tidak ada. Di sini sangat primitif.

"Edan! Kita mau nolongin orang apa mau jadi bolang?!" timpal Juyeon.

Anna tidak tahu lagi ke mana arah jalan pikirannya berkelana. Situasi masih dirangkul prahara, namun dia masih sempat-sempatnya bergurau demi mencarikan suasana.

"Nggak usah banyak bacot! Juy, lo yang dayung." Anna yang merasa geram lantas dengan serampangan menitahkannya.

"Kok gu-"

"Udahlah, Juy. Tenaga lo kan udah kayak Jackie Chan. Dayung perahu doang apa susahnya, coba?" Bilang saja jika Hyunjae tidak sudi mendayung, dan malah menyuruh saudaranya untuk melakukan hal konyol itu.

[✔] Narasi Musim SemiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang