O2. Hai, Puan!

4.8K 516 19
                                    

Ada sebuah narasi kisah kasih indah pada sebuah pertemuan singkat di dalam suatu cerita perihal cinta yang murni bersua pada moleknya gugur bunga sakura. Kedua insan yang sore hari ini ditakdirkan untuk bertemu tak lantas akan saling memendam rasa. Mereka upayakan diri untuk saling menatap dari waktu yang sangat lama, kemudian mengubur dalam-dalam kesedihan mereka.

Anna berani bersumpah jika dia tidak mengenal siapa laki-laki ini. Bahkan untuk sekadar mengetahui namanya saja Anna tidak pernah tahu. Ketika langit mengumandangkan keluh kesah, tiba-tiba saja dirinya datang dan menyuruhnya untuk jangan sesekali merasa gundah.

Pada waktu Anna menengadah hanya teruntuk melihat siapa pemuda tadi, yang dirinya lihat bukanlah sesuatu yang tertanam untuknya bisa rasakan setiap hari, namun sebuah senyum milik seorang laki-laki yang tiba menyapa di awal musim semi.

Anna tidak terlalu berharap kepada laki-laki yang hanya datang lantas pergi seperti dirinya ini. Namun, di sela-sela kesedihannya, bocah itu malah berkenan mengusap air mata Anna sehingga tak memungkiri untuknya langsung terperangah di ambang tangis langit kepada semesta.

"Musim semi terlalu indah untuk Puan tangisi. Berhenti menyakiti diri sendiri dengan bersedih seperti ini. Percayalah, akan ada bahagia di setiap luka-luka manusia."

Yang mana penuturannya kala itu sanggup membuat Anna didera oleh rasa bimbang. Kenapa laki-laki itu seolah tahu jika sampai sekarang ini Anna memang giat memikul pilu? Kehadirannya laksana penenang dikala hujan datang, dan senyuman itu sama sekali tidak mengatakan jika dirinya sedang mengejek sosok Anna yang malang.

Sekejap bagi laki-laki itu untuk langsung menjarah tangan bocah perempuan tersebut, kemudian ia bawa Anna ke sebuah nirwana yang ia janjikan akan ada sebuah kedamaian di sana. Dalam aksi langkah mereka, Anna tidak henti-hentinya mengerutkan dahi pasal sangsi.

Sampailah di sebuah pohon sakura yang kokoh berdiri megah di belakang taman kota, keduanya duduk di samping pembaringan batang cokelat tua tersebut sembari merapikan anak rambut. Tak ayal hembusan napas terealisasi pada keheningan sore hari ini tatkala sang hujan lagi dan lagi dan untuk kesekian kali tak mau kunjung berhenti.

"Kita pulang nanti, ya. Sedang hujan." Laki-laki itu berucap seraya mengarahkan sebuah jaket yang entah dari kapan sudah terbekuk dalam genggamannya.

Dan tentunya Anna akan mengernyit sebab tidak mengerti akan perangainya saat ini. "Buat apa?"

"Untuk menghangatkan tubuh Puan. Laki-laki ini tidak membawa apapun selain ini."

Tunggu. Anna yang mudah perasa atau memang benar jika ucapan laki-laki ini terdengar sedikit taksa?

"Nggak usah." Diakhiri oleh deheman gadis itu sembari mengeliling pandang ratapi keadaan sekitar yang kini terlancap sudah sangat sepi.

Sedangkan laki-laki di sampingnya kini hanya bisa bernyanyi dan terus-menerus mengomel sebab hujan yang tak kunjung mau berhenti. Atau mungkin beberapa kali dia akan menoleh ke arah Anna, menatapnya lama, kemudian sesekali akan melemparkan beberapa pertanyaan yang sejujurnya Anna sangat malas untuk sekadar mengagih segenap jawaban.

"Tas Puan kecil sekali. Apa cukup muat untuk menaruh buku di sana? Lihat tas laki-laki ini. Besar, bukan? Mungkin sepuluh kali lipat lebih besar dari tas kecil itu."

Anna sedikit bingung sekarang. Jujur, bukan kali ini saja dia kebingungan. Bahkan pertemuan pertama yang baru sepuluh menit lalu terlaksana sanggup membuatnya dipasung berbagai tanya. Perihal cara dia berbicara sangat berbeda dari para manusia biasa.

Berbalik mengindra persoalan tadi, lantas Anna menjawab dengan satu gelengan semata. "Ini bukan tas buat naruh buku."

"Lalu untuk apa?"

[✔] Narasi Musim SemiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang