18. Mata, Telinga, Lisan, Kaki, Dan Hati

2.6K 246 5
                                    

Satu lagi insan yang harus keluar dari rumah penderitaan. Watanabe Haruto namanya. Laki-laki berjuta nyawa yang dunia dapuk sebagai manusia kekal. Dirinya yang begitu lugu, amat tersawang ambigu, sangat gembira ketika menjejakkan kaki di atas setonggak batu.

Siang ini Haruto bingung harus menghabiskan akhir pekan dengan cara seperti apa. Pagi tadi Anna sudah mengisyaratkan kepada anak itu untuk pulang saja sekadar mengistirahatkan tubuhnya. Tapi apa daya? Haruto sama sekali tidak mengenal kata lelah. Untuk tidur satu jam saja dirinya sangat segan.

Oleh karena alasan itulah mengapa Haruto sekarang duduk di pinggir sungai bersama teman perempuannya. Siang itu menjadi hari paling membosankan dalam beberapa hari terakhir ini. Sebab, Haruto tidak bisa berlarian ke sana kemari seperti dulu lagi.

Dalam keterheningan yang membentang tak lama setelah keduanya melungguh, kini masa yang tepat bagi lisan Haruto untuk tersuguh.

"Anna. Apa jatuh cinta itu menyenangkan?"

Lalu, gadis itu akan menjawabnya dengan sebuah gelengan kepala. "Sama sekali enggak, Haru. Awal mula aku jatuh cinta, semuanya emang kelihatan masih baik-baik aja. Tapi apa yang kamu dapati setelah beberapa hari jauh dari segala ekspektasi. Pada akhirnya, kamu sendiri yang harus tersakiti."

"Apa fase jatuh cinta selalu seperti itu?"

"Enggak. Kalau kamu mau tahu, tanya aja sama Asahi. Dia pasti tahu."

"Hah? Tanya sama Asahi? Bhaks! Dia tidak akan paham, Anna."

"Kenapa?"

"Asahi itu laki-laki yang tidak pernah sekalipun menyentuh perempuan. Boro-boro menyentuh, melirik saja tidak pernah! Menurut Asahi, perempuan itu tidak penting sama sekali."

Terbesit rasa penasaran Anna kala Haruto mengatakan perihal tersebut.

"Apa Asahi belok?"

"SEMBARANGAN! Asahi itu 100% normal, dia cuma manusia yang sangat malas membangun cinta. Mencintai ataupun dicintai, semua itu tidak pernah memiliki arti dalam hidup Asahi."

"Sampai sekarang Asahi nggak pernah ngerasain masa-masa kasmaran, kah?" tanya Anna. Memang agak pelik dirasa. Bagaimana bisa laki-laki setampan dirinya belum pernah merasakan debar asmara?

Lantas, pertanyaan Anna barusan mendapat segenap gelengan. "Haru tidak begitu tahu. Haru juga tidak pernah bertanya apapun."

"Kalo pulang nanti, coba tanyain sama dia, deh. Aku pengen tahu alesan Asahi nggak mau PDKT-an sama ciwi-ciwi."

"Kenapa Anna sebegitu penasarannya dengan Asahi?"

"Karena aku heran aja. Gimana bisa laki-laki kayak dia nggak pernah jatuh cinta?"

"Padahal Haru juga tidak pernah jatuh cinta. Kenapa Anna tidak penasaran dengan Haru saja?" Sedetik kemudian, bibirnya turut tertekuk ke bawah.

Anna sedikit gemas melihatnya bertingkah lucu seperti ini. "Bukannya aku nggak penasaran sama kamu atau apa. Tapi aku yakin, suatu hari nanti kamu pasti bakal bisa ngerasain jatuh cinta."

"Sama siapa?"

"Sama aku, lah. Sama siapa lagi?"

Waktu-waktu itu terjeda saat Haruto tak disangka-sangka malah mematung kaku di tempatnya melungguh. Lamunan singkat terjadi selang beberapa detik sebelum Anna menyadarkannya dari perasaan-perasaan pelik.

"Haru. Kamu kenap-"

"Sebentar Anna!"

"Mau ngapain?"

"MAU MELAYANG!"

Tertawalah Anna saat itu. Alangkah lebih baik jika Anna menculik Haruto saja dan membawanya ke dalam rumah. Sangat ditakutkan jika Haruto bersikap seperti ini juga kepada siapa saja. Hal-hal seperti ini sangat berbahaya bagi jantung keduanya.

[✔] Narasi Musim SemiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang