Asahi harus menghabiskan berjam-jam lamanya untuk pulang ke rumah. Ada urusan yang harus ia selesaikan. Pukul satu dini hari dirinya baru sampai di depan rumah tua, yang tak lain adalah milik dia seutuhnya.
Pada pertengahan waktu di pukul tiga, dirinya beristirahat sejenak di bawah rimbunnya pohon mangga. Tas berisikan pemantik dan minyak, juga satu buah kapak besar sudah ia junjung lima menit lalu. Tempat pertama dan mungkin juga akan menjadi tempat terakhir dia pada malam hari ini adalah gudang tua di pinggir kota yang selalunya terlihat sepi.
Tak ada kata takut dalam kamus Hamada. Sekalipun ia harus mati malam ini, dirinya akan mengikhlaskan apapun yang sempat ia tinggalkan di atas bumi. Karena hakikatnya, tak ada cara lain lagi untuk bisa menyelamatkan hidup Haruto selain dengan cara ini.
Beberapa saat kemudian, tatapan Asahi tiba-tiba berubah setajam belati ketika dirinya tanpa sapa sudah berada di depan sebuah gapura mini.
Oh. Hanya itu yang bisa ia ucapkan setelah menyeringai selama satu detik lamanya.
"Ini markas mereka?"
Suara musik dan keramaian terdengar sampai ke luar. Lampu dan lampion gantung pun memijar terang memberi penerangan di dalam hingar-bingar sana. Ada masa untuk Asahi menarik napas, kemudian berlari sekencang mungkin sampai pintu gudang roboh atas ulahnya.
Hingga tiba masanya ketika dia mendapati beberapa orang di sana. Bahkan Asahi sampai mengenal semua dari mereka. Belum apa-apa, pemuda itu langsung melayangkan kapak dan nyaris saja membacok dada Eric saat itu juga.
"Aku menemukan kalian."
Tawa Asahi kontan menggelegar pasca direnggutnya botol vodka dari atas meja. Tanpa menghiraukan aksi bingung yang kini sedang berlangsung terjadi, laki-laki itu langsung menghujamkan botol tersebut hingga mengenai kepala Kwon Eunbi.
Mata Eric seketika mencalang sempurna ketika melihat darah pekat membanjiri wajah satu temannya itu. Tak terkecuali dengan Yujin yang sekontan-kontan berteriak kencang sambil berlari mendekati pacarnya. Semua ketakutan serempak datang membina malam yang terang. Asahi sungguh sedang tidak bisa dikendalikan sekarang.
"Bangsat! Lo siapa, njing?!" Tanpa babibu lagi, Sunwoo langsung mengambil kapak tadi dan secepat mungkin berlari menghampiri Asahi.
Ruangan semakin panas dan geger tatkala kedua bocah itu beradu dalam sengitnya aksi saling membunuh. Darah amis memercik ke mana-mana, lantai dan dinding terlukis begitu banyak noda.
Nyaris saja kepala Asahi terbelah, dengan tegopoh-gopoh dirinya langsung menancapkan pisau yang sedari tadi ia simpan dalam ruang saku ke telapak tangan Kim Sunwoo. Teriakan kencang melejit amat memekik rungu. Sedangkan Kevin dengan brutalnya langsung menendang perut laki-laki itu.
Tak ayal, semua orang lantas segera berbondong-bondong mengeroyok pemuda tersebut. Tak ada satu erangan pun yang bisa terdengar dari kotak lisan Hamada meskipun kaki dan lehernya sudah nyaris patah. Mereka begitu beringas menciderai Hamada. Untuk memberi jeda saja mereka segan.
"Lo suruhan siapa gue tanya?" Eric cekal rahang Asahi begitu kuat hingga nyaris membuat tulangnya retak.
Walau sudah dihajar habis-habisan, masih sempat-sempatnya Asahi mengeluarkan gelak tawa ringan. "Aku yang akan membawamu ke lubang neraka, Eric Sohn."
"Bangsat!" Lagi, dirinya menendang Asahi tanpa ampunan.
Sampai di batas akhir dirinya meronta, semua lampu serentak padam tanpa sisa. Asahi tak pernah merasakan panik. Jika pun hari ini adalah hari terakhirnya, maka ia akan mencoba ikhlas dalam menerimanya.
Tapi sekelebat ingatan perihal janjinya kepada Haruto tiba-tiba silih berdatangan. Momen-momen dan potret bahagia yang dulu pernah ia habiskan bersama adik tercinta selayang pandang turut menyatroni titik memorinya. Hingga saat itulah Asahi langsung tersadar bahwa ia harus keluar dari sini dalam keadaan hidup. Haruto takkan mampu menerima kenyataan jika mengetahui fakta bahwa kakaknya sudah pergi lebih dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Narasi Musim Semi
Fanfic❝Perihal riwayat kehidupan Haru. Sosok remaja yang takut tumbuh dewasa.❞ ______________________________________ ● treasure tbz izone fanfiction ● watanabe haruto © benaluna