Di sana, daksanya sedang terbujur rengsa laksana raga yang telah binasa. Kedua mata laki-laki itu tidak kunjung terbuka walau deru hujan dari luar jendela sudah membisikkan isaknya pada buana. Sementara itu, gadis bernama Jeon Anna belum juga memupus kesedihannya. Dalam ruang beraroma karbol ini, tak henti-hentinya Anna menangisi derita seorang laki-laki.
Pukul setengah tiga tadi Haruto dibawa ke rumah sakit setelah jatuh pingsan sebab tak larat menanggung sakit. Pada pukul itu pula Anna nyaris gila sebab mendapati sekujur tubuh Haruto sampai kejang-kejang. Panas seolah turut menguliti seluruh badannya. Anna tidak berbohong jika kondisi Haruto sekarang lebih buruk dari sebelum-sebelumnya. Bahkan keringat dingin juga gemetar tangannya dapat Anna rasakan sedang membuncah ke mana-mana.
Sudah berulang kali gadis itu menghitung waktu. Tiap detik ia ucapkan asmanya tanpa menggagas netra yang telah layu. Barangkali dengan begitu Haruto mau memberinya sedikit ketenangan seperti hari-hari yang lalu. Namun dalam kenyataannya, Haruto tidak pernah berpikir untuk bangun dari delusinya itu.
Lagi-lagi, Anna diharuskan menangisinya seorang diri.
"Bangun, Haru. Gadismu sedang merindukan pelukanmu."
Akan ada kata maaf setelah ini. Anna begitu kukuh menyalahkan diri sendiri.
Sampai pada pertengahan waktu, nada dering dari ponselnya serempak menyuarakan tembang syahdu. Itu dari Asahi. Beberapa hari yang lalu Anna memang sempat bertukar nomor dengan pemuda itu.
Kebetulan sekali dia menelepon malam-malam begini.
"Anna. Maaf mengganggu malam-malam begini. Apa adikku baik-baik saja? Aku tiba-tiba mencemaskannya."
Agaknya kakak beradik itu memiliki ikatan batin yang cukup kuat. Anna saja sampai terperangah kala suara Asahi menggema di balik kesunyian rumah sakit ini.
"Asahi."
Ada masa di mana Anna harus menceritakan semuanya. Dia tidak berhak menyembunyikan ini semua dari Hamada. Biar bagaimana pun juga, kian lama siksa yang Haruto terima sudah kelewat batas. Seseorang harus tahu bahwasanya hidup bocah itu selalu dirundung masalah.
Oleh sebab itu, mungkin malam ini akan menjadi malam di mana Asahi akan tahu semuanya. Perihal dia, laki-laki yang tansah menyembunyikan segala perkara duka dan lara dari kakak tercintanya.
"Ada sesuatu yang perlu kamu tahu."
***
Pukul tujuh pagi saat matahari telah sukses mempersunting bumi, Hamada Asahi baru saja menggempur langkahnya dalam koridor rumah sakit ini. Tak ada yang bisa meriwayatkan bagaimana kekhawatiran Asahi kian membelenggu titik kepalanya, dan bagaimana wajah itu berangsur-angsur mati rasa.
Usai mendapati panggilan Anna pukul tiga tadi, Asahi langsung bergegas menuju lokasi di mana Haruto sedang terbaring pasi. Empat jam perjalanan itu dipenuhi dengan kekalutan yang serentak menggonjang-ganjingkan buah pikir Hamada. Sumpah mati Asahi ingin lekas melihat kondisi adiknya kini. Yang entah masih terpejam, atau mungkin sudah siuman.
Ruangan nomor 18 didobrak paksa olehnya demi bisa berjumpa dengan adik terkasih. Aroma karbol langsung menyerbu titik penghidunya kini. Dan yang ia dapati sekarang mampu membuatnya terdiam dalam jangka waktu lima detik lamanya, sebelum Asahi kontan memurukkan awak di samping bangsal milik sang adik tercinta.
Begitu terlukanya hati Asahi tatkala dengan sengaja kompas netra itu tertunjuk pada konfigurasi Haruto yang kini tengah dan masih terbaring kaku. Bibirnya membiru seolah teringin mengatakan sesuatu. Luka di kedua hasta dan bekas darah kering di kaki dan kepalanya berhasil membuat Asahi tercenung sulit menyangka.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Narasi Musim Semi
Fanfic❝Perihal riwayat kehidupan Haru. Sosok remaja yang takut tumbuh dewasa.❞ ______________________________________ ● treasure tbz izone fanfiction ● watanabe haruto © benaluna