23. Hidup Yang Tak Pernah Merasakan Atas

1.8K 203 9
                                    

"Ra. Masa tadi gue kedapetan Minju lagi ciuman sama Eric? Mana panas banget lagi, gila. Masih pagi mata gue udah ternodai, anjir."

"Nggak heran, sih. Bahkan guru-guru aja udah pada tahu."

"Sekolah nggak waras, stress, penghuninya pada gila semua."

"Yup! Betul sekali. Seaneh-anehnya Haruto, lebih aneh sekolah ini."

"Apaan, dah? Orang lagi bahas Minju malah nyenggol Haruto."

Memang benar apa yang dikatakan Sakura barusan. Jajaran gedung yang bertopang pada citra kesan lawas ini memang aneh meskipun tiap tahunnya selalu sukses meluluskan tamatan-tamatan terbaik. Bisa dikatakan, Sekolah Negeri Seoul ini termasuk dalam jajaran sekolah favorit.

Cih! Mereka tidak tahu saja bahwasanya didikan di sini terlalu keras. Ya, terlalu keras untuk mereka-anak dari kalangan miskin harta. Agaknya, sekolah ini benar-benar sudah sangat gila. Sebagian besar para siswa-siswinya memiliki skandal besar yang kemungkinan belum terungkap sepenuhnya. Muncikari, PSK, obat-obat terlarang, mungkinkah itu semua juga ada?

Cafetaria menjadi pijakan sementara mereka sekarang. Jam-jam istirahat itu Anna habiskan untuk sekadar berbincang ringan bersama Sakura, atau mungkin sesekali bertukar makanan, gibah bersama, membahas kegiatan akhir pekan, dan aktivitas lain yang dirasa sangat tak penting-penting amat.

"Gue nggak bilang kalo gue menormalisasikan tindakan mereka. Cuma, lo jangan heran aja kalo suatu saat ada skandal dari anak sekolah kita yang tiba-tiba rame di situs komunitas gara-gara bunting massal, narkoba, guru hamilin murid, alumni yang tiap tahun bikin ulah di sekolah. Itu semua ada di sini. Dan herannya, nggak ada satupun masyarakat luar yang tahu bahkan guru aja sampe bungkam sama ini semua." Walaupun bisikan Sakura terdengar sangat lirih, namun Anna masih bisa mendengarnya.

Bahkan kini segenap matanya melotot terheran-heran. "Gila, ya? Jessica sama Tiffany gimana? Mereka nggak ngelaporin ini ke dinas pendidikan, apa? Beliau kayaknya guru paling waras."

"Lo harus tahu, Na. Semua orang di sini itu licik. Nggak menutup kemungkinan kalo Bu Jess sama Bu Tiff juga takut, bahkan sama anak muridnya sendiri. Mereka pinter ngelakuin segala cara demi bungkam mulut orang-orang semua."

"Lo tahu ini semua dari mana?"

Setelah meneguk jus alpukatnya, ia pun menjawab seraya menatap Anna serius. "Karena gue orangnya aktif, pengen tahu segala hal dan nggak bisa anteng sama sekali, jadi kadang-kadang gue nyari info tentang aktivitas mereka. Nggak terkecuali kalo gue kadang ngikutin mereka sampe malem. Gue bahkan sampe tahu markas-markas mana aja yang sering dijadiin mereka buat bisnis prostitusi."

"Gila, ya, lo? Nggak takut ketangkep, apa?" Sungguh, Anna tidak menyangka saja jika Sakura ternyata memiliki keberanian sebesar ini. Mungkin, bagi anak itu, tidak ada hal yang perlu ditakuti di dunia ini selain Hamada Asahi.

"Pernah, sih, gue hampir ketahuan. Tapi karena gue mantan agen FBI, jadi nggak ketangkep, deh." Dalam situasi serius seperti ini, sempat-sempatnya Sakura bergurau.

"Kalo ngelakuin semua itu ada ketuanya nggak, sih? Maksud gue, ada yang mimpin kelompok mereka, nggak?" tanya Anna, dan jujur saja dia sedikit penasaran.

Tidak lama kemudian, Sakura lantas mengangguk enteng. "Ada. Lo mau tahu siapa aja?"

"Siapa?"

"Dia." Alis Sakura bergerak membina mata untuk tertuju ke arah sesosok eksistensi di belakang Anna. "Orangnya ada di belakang lo. Dia ketua dari segala bandar skandal di sekolah ini."

Saat Anna membalikkan mata, yang ia jumpai benar-benar tepat seperti apa yang ia duga sebelum-sebelumnya.

"Kim Minju."

[✔] Narasi Musim SemiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang