Semasa Anna masih tinggal di Jeju, sekalipun dia tidak pernah merasakan arti garis sendu. Kerap yang ia dapat hanyalah kebahagiaan semata, dunia yang tansah berbagi kasih kepadanya, atau mungkin semesta tak kasip memberinya pengharapan yang sudah pasti akan ia dapatkan.
Namun ketika pindah kemari, Anna tidak mendapatkan hal-hal itu lagi. Sebenarnya dia tidak menuntut apa-apa, akan tetapi pikirannya selalu ke mana-mana untuk mencari perihal seperti apa yang belum sempat ia dapati sebelumnya. Tidak lama kemudian, dia akan lelah sendiri sebab tak mengerti dengan narasi konsep hati.
Pernah sekali, dia bertutur kata seperti ini. Bagaimana jika biru menjadi abu?
Lantas, pertanyaan itu hanya sampai di sana, tertahan tanpa sebuah jawaban. Ini memang bukan hal yang perlu dipertanyakan, namun Anna seringkali bersoal akan perkara tersebut tiap sang senja mengundangnya singgah di tengah jembatan kota. Kemudian dia akan bingung lagi. Lalu mempersalahkan narasi konsep hati, lagi.
Pagi ini dirinya tidak mendapati Haruto sama sekali. Sementara itu jam sudah betul-betul nyaris menunjuk pukul tujuh, lamun hilal akan bayang-bayangnya tidak sekalipun terpampang di bingkai pintu.
Apa dia terlambat bangun? Atau mungkin dia izin tidak masuk? Anna jadi sedikit merasa khawatir.
Mau tidak mau, dia harus melalui satu hari ini tanpa eksistensinya. Padahal Anna sudah mewanti-wanti ingin makan siang bersamanya di kantin sekolah setelah pelajaran pertama berakhir. Tapi apa daya? Haruto tidak ada di sana.
Tertanam kembali akan senyum manisnya di hari kemarin. Haruto itu laki-laki manja yang sangat pandai berbicara. Apalagi ketika suasana hening setia menyambar keduanya, pasti Haruto sudi menebas hening dengan tutur katanya yang bisa saja menggiring orang lain untuk ikut tertawa.
Kalau bisa, Anna ingin mengenalnya lebih dalam lagi. Sebab, untuk suatu masa dari berjuta-juta hari, baru kali ini dirinya merasakan ketenangan hati.
Rasanya, Anna ingin berterima kasih kepada Haruto meski dia belum mengenal sempurna akan siapa sosoknya yang selalu saja dipenuhi oleh tanda tanya.
***
"Woy, Na!"
Baru saja hendak menduduki bangku kantin, perempuan bernama Sakura tiba-tiba datang sekadar mengganggu ketenangan gadis itu. Shit! Anna sangat malas melihat anak sok sempurna seperti dirinya.
Setelah mendengar penuturan pedasnya kemarin sore, dia jadi agak kurang suka dengan oknum bernama Sakura itu. Merendahkan orang lain dengan cara menghina anak tak tahu apa-apa merupakan satu dari lima perihal yang paling Anna benci di dunia.
"Edan! Lo marah sama gue beneran?"
Dih! Sok asyik sekali dia? Anna jadi malas duduk di sampingnya.
"Ya elah. Lo baperan amat, dah."
"Gila, ya? Mulut anak zaman sekarang nggak ada yang bener. Hina orang lain kayaknya udah jadi hal paling lumrah. Kalau dinasihatin dikit malah bilang baperan. Otak lo di dengkul apa gimana, dah?"
Sungguh! Anna geram sekali karena Sakura sedikitpun tidak pernah mau mengagih belas iba apalagi merasa bersalah. Persetan dengan kehadiran gadis itu, suasana hati Anna kontan berubah akibat ulahnya.
"Y-ya, maaf." Setelah menunggu lama, akhirnya Sakura bisa sadar. "Kemarin gue ngomong gitu buat ngasih tahu aja sama lo kalau Haruto itu cowok nggak baik."
"Nah, kan. Mulai lagi. Udah, deh. Nggak usah lo bujuk gue buat jauhin Haruto. Sampai kapanpun itu, Haruto bakal tetep ada di samping gue. Dia yang bakal nemenin gue. Jadi, jangan pernah lo ngarepin Haruto pergi dari kehidupan gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Narasi Musim Semi
Fanfiction❝Perihal riwayat kehidupan Haru. Sosok remaja yang takut tumbuh dewasa.❞ ______________________________________ ● treasure tbz izone fanfiction ● watanabe haruto © benaluna