2O. Tokoh Biasa

1.9K 229 6
                                    

"Sumpah, Na! Lo tolil banget, anjer! Minju itu liciknya kebangetan, dan lo mau-maunya jadi seksi konsumsi party sekolah nanti. Omaigat, lo yang punya masalah gue yang pusing kepala."

Celotehan Sakura tidak ada henti-hentinya sama sekali usai dirinya keluar dari ruang BK. Sejatinya gadis itu amat mengkhawatirkan nasib Anna nanti. Entah akan jadi arang ataupun abu, Sakura tidak begitu tahu.

"Apaan, sih, Ra? Orang cuma bagiin makanan doang, kan? Sambil merem aja gue bisa." Satu temannya itu malah bersikap biasa saja di saat Sakura tengah dirundung gelisah galau merana.

Bagaimanapun juga, ini bukan masalahnya. Sakura tak perlu ikut campur dalam urusan Anna. Biar dia yang menyelesaikannya. Semua akan baik-baik saja selama gadis itu tidak lagi berulah.

Serbuk marimas yang Sakura beli dari cafetaria tadi lantas ia tenggak seraya menggeleng cepat. "Lo nggak tahu apa-apa, Na. Tradisi sekolah ini kayak gimana, seganjil dan sejanggal apa, lo nggak tahu itu semua, kan?"

"Maksud lo?"

"Jangan kaget kalo ada hal baru yang menurut lo terlalu 'aneh' di sekolah ini. Dari tahun ke tahun yang udah gue lewatin, nggak ada satupun acara yang bener."

"Gue masih bingung."

"Mending lo pindah aja, deh, daripada mental lo yang kena."

"Apaan, sih, Ra? Yang aneh kayaknya elo, deh."

"Na. Gue peringatin sama lo, ya. Jauhin komplotannya Minju, deh. Nggak usah nyari gara-gara sama mereka. Lo tahu, kan, kalo Minju anak direktur sekolah ini?"

"Terus kenapa kalo dia anak direktur? Mau ngeluarin gue? Gue, sih, bodoamat. Mau dia ngajak gue gelut, kek, apa, kek, gue jabanin!" Tak ayal wajah Anna kian bersungut-sungut. Sakura agak takut sebenarnya. Anna kalau marah memang tampak sangat mengerikan.

"Bukan lo doang yang bakal kena imbasnya. Tapi gue juga bisa keseret, apalagi Haruto."

Mendengar namanya sekali saja, murka Anna langsung terjeda dalam kurun waktu sejenak. Anna ingat, dulu Haruto pernah berkata kepadanya jika dia sangat ingin lulus sekolah bersama. Mengingat harapan itu membuatnya tidak bisa berkutik dan melawan. Benar kata Sakura, Anna harus bisa mengendalikan emosinya.

"Terus gue harus apa, Ra?"

"Risiko sekolah di sini, Na. Lo nggak bisa apa-apa."

Persetan! Minju bajingan! Anna sangat menyesal telah pindah kemari. Bisa saja dirinya keluar dari keraton menjijikkan ini dan memburu kitab suci di tempat lain. Tapi, jujur saja Anna tidak mau mengingkari janjinya untuk bisa lulus bersama Haruto. Laki-laki itu sudah sangat berharap, dan Anna tidak mau memupus harapannya tersebut.

Biarlah nasib yang menentukan, akan jadi apa dirinya di masa depan. Mungkinkah Minju akan menjadikan dia sebagai boneka ratu, atau Anna sendiri yang akan melengserkan singgasana permaisuri Minju.

***

"Asahi. Haruto udah pulang?"

"Belum. Aku udah ke panti asuhan tempat dia sering main sama anak-anak, cuma dia nggak ada di sana."

"Terus, sekarang kamu mau ke mana?"

"Mencari adikku. Aku sangat khawatir dari pagi tadi, dia belum pulang sama sekali."

"Aku ikut."

"Kamu nggak perlu ikut campur. Urus masalahmu sendiri."

Sudah tidak bisa terdefinisikan secemas apa wajah senjang Asahi kini. Dengan bermodalkan sepeda yang terlanjur suah berkarat itu, dirinya pergi melaju secepat mungkin tanpa mengindahkan bahwa hari kan berperan menjadi malam.

[✔] Narasi Musim SemiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang