"Maafkan diri ini, yang sampai pada detik ini belum bisa menyisihkan hasrat untuk tidak mengangankan tentangmu lagi. Melepasmu adalah satu dari seribu pilihan sulit. Takdir mengharuskanku untuk memilih bunga mana yang harus kupetik."
Apalah perihal raga dan rasa, sekadar hasta karya semesta yang diciptakan dengan tidak begitu sempurnanya. Hati yang pernah datang menadah kemungkinan jika suatu masa kan menghilang juga. Jangan mengharapkan apapun perihal kisah yang malam ini memilih untuk berpisah.
Anna sudah mendapatkan pengganti yang lebih baik dari dirinya. Jadi, tolonglah kepada kamu, Kim Younghoon, untuk berhenti mengharapkan Anna berpihak kepada kisahmu. Kamu bukan tidak bisa hidup tanpa Anna, sesungguhnya kamu hanya terlalu mencinta.
Semua ini hanya percuma dan percuma. Anna kadung menemukan tempat singgah lain yang baginya sanggup menampung kesedihannya di tiap malam. Pada situasi yang mampu mendorongnya jatuh, sosok itu selalu datang dan membuat Anna berhenti mengaduh.
Malam ini sang candra sedang terang-terangnya merayu buana. Berbanding terbalik dengan apa yang menjajah ego perempuan itu, dirinya tak sekalipun mau menghilangkan ekspresinya yang kentara sedang letih dan lesu.
Anna belum pulang setelah keluar dari tempat makan yang baru saja ia kunjungi satu jam tadi. Untuk menyapa rumah saja rasanya sangat segan. Dia paling tidak tega jika ayah akan buncah ketika melihat kantung mata anaknya sudah terlihat sembap lagi menyedihkan.
Maka, yang bisa dia lakukan sekarang hanyalah duduk-duduk manis di bawah rindangnya pohon pinus. Sekali dua kali radar pencariannya kan berkeliling pandang memirsa kesibukan para pedagang kaki lima di bibir alun-alun kota. Tiga empat kali dirinya akan menggigil sebab hawa yang terlampau amat bisa membekukan raga.
Tidak ada yang menarik sama sekali. Semuanya terlihat membosankan. Hanya ada penjual mainan, makanan ringan, novel bekas, gantungan kunci, dan ....
"Haru?"
Anna betul-betul tidak salah melihat. Seseorang yang kini sedang duduk di dekat air mancur merupakan sosok Haruto. Bukannya bermain air atau apa, bocah itu malahan giat menata barang dagangannya.
Tunggu. Dagangan? Memang Haruto jualan?
Atas sebab rasa penasarannya inilah yang membuat Anna serentak menumbuhkan renjana tuk mendekati anak itu sejenak sekadar memeriksa apa yang sedang dia lakukan sekarang.
Sedetik, panggilannya menggema sumbang.
"Haru!"
Saat itu pula Haruto sekonyong-konyong tersentak kaget sampai nyaris tercebur ke dalam air mancur. Anna ini memang sembrono sekali! Bagaimana jika Haruto jantungan?
"Anna?"
"Lagi ngapain kamu?"
Haru tunjuk benda di depannya kini. "Berjualan permen."
Ternyata benar apa yang sempat Anna pradugakan. Tumpukan permen yupi yang sudah ia bungkus lima-lima tiap plastiknya itu lantas sanggup membuat Anna terheran-heran sangsi.
"Kamu ... jualan ini?" Agak terasa sedikit aneh ketika ia lihat bungkus itu memang berisi lima butir permen saja.
Haruto kalakian mengangguk. "Iya. Kalau Anna mau, ambil saja. Untuk Anna gratis, kok."
"Aku heran sama kamu. Emang jualan ginian laku? Orang-orang kayaknya lebih milih beli di toserba dari pada harus beli di kamu." Maaf-maaf saja jika kata-kata Anna terkesan kasar, tapi sungguh Anna tidak mengerti dengan konsepnya dalam menjajakan permen-permen tersebut.
"Sepi pembeli, sih. Tapi ada dua orang yang tadi mau beli, kok."
"Tujuan kamu jualan ini itu buat apa? Bukannya Asahi udah ngelarang kamu kerja, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Narasi Musim Semi
Fanfic❝Perihal riwayat kehidupan Haru. Sosok remaja yang takut tumbuh dewasa.❞ ______________________________________ ● treasure tbz izone fanfiction ● watanabe haruto © benaluna