Tepat di tengah malam saat Anna menghimpun diri untuk membesuk alam bawah sadarnya, gemuruh malam sukses membuat segenap netra gadis itu tersingkap sempurna. Hujan semakin lebat di luar sana, dan yang tersisa di ruang ini hanyalah Anna saja.
Ke mana perginya laki-laki itu? Di tengah huru-hara yang kini tengah melanda muka ardi, pikiran serta lisan Anna langsung belingsatan memanggil asmanya berulang kali.
"Haru. Kamu di mana?"
Ia susuri tiap jengkal kamar tersebut, namun yang ia dapati setakat keheningan di dalam sebuah kekosongan. Tidak ada figur apapun yang bisa membina radar pencariannya. Hal itulah yang malah membuat Anna tak bisa berpikir jernih dan hendak menumpahkan isak tangis lagi.
Koridor pun saat ia lalui sudah sangat sepi. Pukul satu begini, orang-orang pasti sudah terlelap dan telah sukses berlayar pada abstraknya suatu alam mimpi. Namun untuk oknum bernama Jeon Anna, dirinya malah bingung bukan kepalang tatkala memburu eksistensi laki-laki Jepang.
Sehingga pada waktu kilatan petir lagi-lagi menyambar tanah bumi, seorang pemuda yang selama ini dia cari-cari tampak sedang termaktub presensinya di dalam sebuah rumah kaca. Haruto sedang duduk sendirian, tak lantas membuat tutur katanya menggema di balik keheningan.
Sekejap demi sekejap, langkah kaki Anna mulai beraksi menjumpai dirinya yang kini tengah menatap hitam serta kelabunya langit bumantara. Tak lama, ia sandarkan punggung pada pembaringan daksa di samping raga Haruto. Tak memungkiri jika Haruto akan tersenyum setelah melihat kehadiran Anna yang sepuluh detik lalu menyapa dia.
"Anna terbangun, ya?" tanya Haruto berbasa-basi. Dan jawaban yang ia dapati hanyalah sekadar anggukan singkat dari gadis di sampingnya kini.
Tak lama, prakata Haruto kembali berjumpa dengan kidung langit malam. "Aneh, ya? Musim semi begini malah sering dihadiri oleh tangisan langit. Bukankah seharusnya akan ada banyak bunga mekar di tengah taman kota? Tapi, akhir-akhir ini Haru sering melihat mereka gugur bersama-sama."
Seharusnya dia tahu jika langit menangis sebab tengah merenungi nasib umat-Nya. Apabila Haruto mengirim duka kepada semesta, maka sudah dipastikan jika langit pula akan mendatangkan lagu malam berupa rinai hujan. Anna sudah menduganya beberapa kali. Tiap-tiap Haruto jatuh sakit, rintik air selalunya kan menetes dari gelapnya payoda langit.
Ya, setidaknya ada satu perihal yang bisa menangisi nasib si bungsu yang malang.
"Kamu di sini mau ngapain?" Anna bertanya sekadar ingin menghilangkan penat dan dahaga.
Yang mana pertanyaan itu dijawab langsung oleh tuannya. "Haruto tidak bisa tidur."
"Kenapa? Nggak betah, ya?"
Gelengan kepala Haruto sanggupi untuk menjawab pertanyaan Anna lagi. "Maaf untuk mengatakan ini. Tapi ... a-anus Haru terasa sangat sakit."
Ya Tuhan, tidak bisakah Engkau menghentikan semuanya? Kasihanilah laki-laki ini. Biarkan dia hidup seperti apa yang dia mau. Hati Anna sempat terguncang kala mendengarnya. Entah apa saja yang sudah pria itu lakukan kepada bocah tak berdosa yang lupa akan siapa dirinya.
Sejenak, Anna genggam tangan Haruto. Belaian itu benar-benar terasa sangat lembut. Haruto pun mengakui itu. Namun, untuk sekejap kemudian dirinya tiba-tiba menepis genggaman Anna.
"Haru sudah hina. Tidak sepantasnya Anna menggenggam tangan manusia penuh dosa. Haru sudah tidak pantas bersanding dengan Anna."
Demi langit dan bumi, kata-kata Haruto barusan sangat berhasil membuat Anna menyerukan isak tangis kembali. Bila mana Haruto membuang wajah dan kentara amat segan menatap ke arahnya, sebisa mungkin Anna mencoba untuk kuat dan tabah.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Narasi Musim Semi
Fanfiction❝Perihal riwayat kehidupan Haru. Sosok remaja yang takut tumbuh dewasa.❞ ______________________________________ ● treasure tbz izone fanfiction ● watanabe haruto © benaluna