25. Menyambut Kepulangan

1.5K 187 9
                                    

Minggu ini sudah memasuki akhir pekan, dan semi masih saja meniti asan. Dua hari yang lalu Haruto bilang bahwa dia ingin sekali melakukan perjalanan satu hari bersama Anna. Mungkin laki-laki itu teringin merayakan hari jadi hubungannya yang kini sudah mencapai dua hari.

Oleh sebab itu pagi-pagi sekali Anna berdandan rapi, poles sana poles sini. Sudah macam kembang desa, kecantikannya tidak perlu diragukan lagi. Ini bukan mengagung-agungkan ataupun apa, memang faktanya Anna sangat cantik luar dalam.

Pukul lima, dirinya baru selesai berpamitan dengan ayah. Hanya dengan bermodalkan jalan kaki saja Anna sudah tampak bersemangat kala selangkah demi selangkah menjejaki jagat pertiwi. Arum tanah setelah hujan menyeruak panca indra, malam tadi rinainya datang menyapa sarwa buana.

Senandung rindu tidak dipungkiri lagi sudah tertembang dalam sanubarinya yang pagi ini tengah diterpa katresnan marang laki-laki Jepang. Pelet Haruto memang kuat sekali, apalagi saat dia tersenyum manis laksana anak kucing. Rasanya, tidak ada manusia paling lucu selain laki-laki itu. Sungguh!

Seusai melagu dengan irama yang mendayu-dayu, gadis itu akhirnya sampai di depan rumah tambatan hatinya itu. Ya ampun, belum pernah ia rasakan debar asmara bisa sampai sekencang ini saat melihat Haruto keluar dari rumah dengan mengenakan kemeja merah muda.

Disandingkan dengan senyum manis paripurna, titik lidah Haruto lantaran menggema. "Selamat pagi, Puan. Anna cantik sekali hari ini. Seperti bidadari."

Sial! Bisakah dia tidak menggombal? Anna tahu dia cantik, SANGAT malah. Tapi jika sudah dipuji Haruto seperti ini, akan sangat terasa jika Anna sedang salah tingkah.

Maka yang bisa dilakukan gadis itu hanyalah memukul dada Haruto agak keras, kemudian tertawa selaras dengan helaan napas. "Aku terbang, nih, To?"

"Silakan."

Berakhir dengan gelak jenaka keduanya di pagi hari yang tak cerah-cerah amat ini.

"Asahi udah berangkat kerja, kah?" tanya Anna memeriksa. Sangat ditakutkan jika dia masih di sini dan menguping semua pembicaraan mereka.

Bocah itu lantas mengangguk. "Sudah. Ayo pergi sekarang. Kita jalan kaki saja, ya? Haru tidak memiliki uang untuk membayar bus. Sepeda Haru dipakai Asahi berangkat kerja."

"Yah, kok jalan kaki, sih? Naik bus aja, aku bayarin, deh."

"Tidak mau. Kita jalan kaki saja biar sehat. Kalau Anna lelah, Haru akan menggendong Anna sampai rumah."

Jeda sesaat sebelum Anna mengangguk mengiyakan. "Ya udah. Kita mau ke mana?"

"Ada satu tempat yang ingin Haru kunjungi bersama Anna."

"Di mana?"

"Anna akan tahu nanti."

Pagi itu, dua hati berjalan bersama di pagi hari buta sembari menikmati desir bayu nan atmosfer sejuk yang sempat tandang merayu. Ini menenangkan. Sungguh. Anna berani berkata jika Haruto bisa jadi apa saja yang ia mau. Bila mana seseorang berkata bahwa dia begitu aneh, maka mereka benar. Haruto terlalu aneh untuk dikatakan sebagai isan yang sama sekali tidak memiliki kesempurnaan.

***

Anna sungguh menyesal telah menafsirkan ucapan Haruto tadi. Tungkainya benar-benar sudah kelewat mati rasa. Bagaimana tidak? Gadis itu berjalan selama dua jam lamanya hanya demi menjenguk hingar-bingar alun-alun kota. Yang mana itu merupakan keinginan Haruto untuk pergi ke sana.

Dalam perjalanan tadi, tidak habis-habisnya Anna menggerutu sendiri. Padahal Haruto sudah menawarkan dia untuk digendong saja, akan tetapi Anna sedikit tidak tega. Haruto pasti juga lelah.

[✔] Narasi Musim SemiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang