Bab 2 Yessa

405 29 0
                                    

Di saat yang sama, tiba-tiba sebuah anak panah melesat dengan tepat membelah tali yang mengikat kaki pemburu itu. Pemburu itu kemudian terjatuh ke tanah dengan posisi tengkurap. Ia mengaduh kesakitan lalu terdiam sesaat ketika terdengar suara yang menggeram-geram. Pemburu itu memiringkan kepalanya ke arah sumber suara. Sewaktu diangkat kepalanya untuk mencerna apa yang terjadi, kira-kira berjarak dua meter, terlihat seekor anjing hutan berwarna coklat keemasan. Anjing itu berdiri dengan siaga sambil memamerkan taring-taringnya. Dengan panik, pemburu itu berusaha bangun dan melepaskan ikatan di kakinya. Namun, sebelum berhasil melepaskan ikatan, anjing hutan itu sudah berlari menerjangnya. Pemburu itu cepat-cepat meraih senapan burunya.

"JANGAN LAKUKAN!!" Suara nyaring langsung menghentikan pemburu dan anjing hutan itu dari aksi mematikannya. Pemburu itu membesarkan matanya, menyadari seorang anak kecil hanya bercelana selutut tanpa baju memegang sebuah busur, menahan anjing itu. Anak itu berambut panjang sebahu, dengan kulit berwarna kecoklatan dan berusia sekitar sembilan tahun.

Pemburu itu terheran - heran melihat kehadiran bocah itu. Lalu ia tertawa terbahak-bahak sambil melepaskan ikatan pada kakinya.

"Kamu menertawaiku?" tanya si anak tersinggung.

Si pemburu mengatup mulutnya menahan tawa dan pura-pura memasang muka serius, lalu menjawab, "Aku menertawai diriku, bukan kamu. Aku tidak berharap manusia kecil seperti dirimu menyelamatkanku."

"Kalau begitu seharusnya kamu berterima kasih padaku."

Si pemburu terdiam sejenak, ia tahu anak itu berkata benar, tapi tak mau mengakuinya.

"Jangan sombong!" bentak pemburu.

Selintas, bunyi suara anak harimau terdengar dari kotak kayu. Anak kecil itu tertegun sebentar menyadari asal suara itu, sebelum kembali mengeluarkan suara nyaringnya.

"Lepaskan anak harimau itu!" pinta anak kecil itu sambil berkacak pinggang.

Menghiraukan permintaan anak itu, si pemburu balik bertanya .

"Siapa kamu?"

"Namaku Yessa, dan aku tinggal di sini bersama kaumku!" jawab anak itu dengan lantang.

Pemburu itu berdecak, "Dengar baik-baik bocah ingusan, aku tak menerima perintah dari seorang anak kecil!"

"Kau telah memasuki rumahku tanpa izin dan mencuri anak harimau!" seru Yessa dengan percaya diri yang tinggi.

"Rumahmu??"

"Ya, seluruh hutan ini adalah rumahku! Pergi dari sini dan lepaskan anak harimau itu!"

Si pemburu mengernyitkan dahinya terkejut dengan keseriusan si anak kecil. Ia tampak tak main-main dengan ucapannya.

"Hutan ini tak ada pemiliknya, siapapun bisa masuk dan keluar hutan serta mengambil isinya, termasuk aku, mengerti!" sergah sang pemburu tak mau kalah.

"Kau salah! Hutan ini telah didiami oleh kaum ku selama ratusan tahun! Kau harus pergi dari sini!"

"Lantas kalau aku tidak mau, kamu mau apa?" tantang pemburu itu sambil membelalakkan matanya.

Tanpa ragu-ragu, anak itu menjawab, "Kamu akan ku laporkan pada kaumku dan mereka akan menghukummu!"

"Oh ya?" jawab si pemburu dengan angkuh,

"Aku tak takut pada siapapun, apalagi kaummu."

Si pemburu kembali tertawa terkekeh-kekeh dengan nada yang meremehkan.

"kamu terlalu sombong, Tuhan akan menghukummu!" ucap Yessa sambil beranjak pergi.

Tiba-tiba pemburu itu membidikkan senapannya ke arah Yessa. Anjing hutan kembali menyalak dengan kerasnya. Hewan itu berusaha keras melepaskan diri dari Yessa. Si pemburu meletuskan peluru dari senapannya dor....!.......dor.....! di saat yang bersamaan si anjing hutan berhasil melepaskan diri dari Yessa. Peluru dan si anjing hutan saling bertubrukan, diiringi jeritan Yessa, "JANGAN!!!"

Anjing hutan itu pun langsung mati setelah tembakan yang kedua. Darah anjing bersimburan hingga cipratannya mengenai tubuh dan wajah Yessa.

Yessa tertegun sejenak menyadari anjingnya yang telah mati bersimbah darah. Sebelum ia sempat menyentuh anjingnya, dari sudut mata ia dapat melihat ujung senapan yang diarahkan padanya. Merasa terancam, Yessa mengambil sebuah anak panah dari tas kulitnya dan memasangkan sebuah busur, lalu diarahkannya pada pemburu itu. Tangan Yessa gemetaran karena menahan marah melihat anjingnya mati.

"Sebelum kamu sempat melepaskan anak panahmu, kamu akan mati lebih dulu," ucap si pemburu dengan suara dingin. Yessa lalu mundur ke belakang selangkah demi langkah, terkejut dengan sikap pemburu.

"Jika peluru ini menembus jantungmu dan meledak di dalamnya..." ucap si pemburu, dengan nada rendah dan dengan pandangan mata dingin, "Dalam hitungan detik, kamu akan langsung bertemu dengan anjing kesayanganmu."

"Setelah menolongmu, kamu akan menembakku?" tanya Yessa tidak percaya.

"Kamu yang memaksaku melakukan ....," balas pemburu dingin, tanpa merasa tergugah.

"Seharusnya aku biarkan saja kamu tergantung di atas..." ucap Yessa lirih.

Si pemburu tersenyum licik, "Penyesalan yang tiada guna."

Yessa menghadapi ancaman pemburu dengan gagah berani, jika aku mati, aku akan mati dengan terhormat, tekadnya. Yessa dan pemburu bersiaga penuh dengan senjatanya masing-masing. Yessa siap meluncurkan panahnya dan begitu pula si pemburu jari tangannya bersiap manarik pelatuk senapan.

THE KING'S CALLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang