Setelah setengah jam berlalu, tiba-tiba Aika merasa tidak dapat berkonsentrasi menyaksikan atraksi Kirai dan Syawal. Ia terganggu dengan suara seruling yang sayup-sayup terdengar dengan nada yang aneh. Suara itu seperti meliuk-liuk dengan nada-nada tidak beraturan.
Bersamaan dengan suara seruling itu, Syawal pun tampak tidak mematuhi perintah Kirai. Harimau itu kelihatan gelisah dan berlarian ke sana kemari seperti sedang mabuk. Tiba-tiba saja ia terdiam tak bergerak. Punggungnya menegang. Kirai melecutkan cambuknya ke lantai berusaha menarik perhatian harimau itu. Syawal kemudian menggerak-gerakkan kepalanya dengan mata terfokus pada pelatihnya. Ia menegakkan kupingnya dan mengibas-kibaskan ekornya dengan cepat. Sedetik kemudian Syawal berdiri dengan kedua kaki depan di bahu Kirai, lalu rahangnya terbuka lebar menunjukkan taring-taringnya yang tajam. Wajah harimau itu tampak mengerikan. Cakar tangannya berusaha menjangkau tengkuk Kirai. Kirai berusaha menghalau gencaran agresif Syawal dengan tangannya, namun Syawal berhasil menggigit tangan kanan Kirai dengan kuat lalu menyeret tubuh pelatih itu. Kirai berusaha sekuat tenaga melawannya.
Penonton serempak berteriak histeris. Anak-anak pun menangis. Para orang tua berupaya membawa anak-anak mereka keluar secepatnya dari arena pertunjukan. Petugas-petugas kebun binatang tampak tidak siap menghadapi penonton yang panik sekaligus harimau yang mengamuk. Suasana menjadi kacau balau.
Aika menahan napas tidak percaya dengan apa yang terjadi. Penonton dengan anak kecil mulai berebutan keluar dari arena pertunjukan. Aika, Flora dan Arul yang duduk di tengah-tengah tak mampu menahan arus penonton. Aika terpisah dari Arul dan Flora. Mereka berdua terdesak ke pinggir arena. Sedangkan Aika terdorong ke depan arena. Dengan susah payah Aika melewati sela-sela penonton yang tak sabaran ingin keluar. Aika menepi ke pagar pembatas di pinggir arena. Matanya terpaksa menyaksikan Syawal yang kembali mengincar tengkuk Kirai.
Oh tidak..tidak...Syawal berhasil mencengkram Kirai! seru Aika dalam hati.
Tubuh pelatih itu tampak letih menghadapi gempuran Syawal yang bertenaga. Syawal berusaha mencari leher pelatihnya.
"TIDAK! JANGAN!!!" teriak Aika spontan ke arah harimau itu.
Syawal tiba-tiba melepaskan cengkramannya, menegakkan kepalanya, kedua telinganya mengarah lurus ke atas. Harimau itu tampak tertarik dengan suara Aika. Lantas harimau itu mengangkat kepalanya tinggi-tinggi lalu mengedarkan pandangannya ke area penonton seolah mencari sumber suara. Memutar-mutar kepalanya sampai ia melihat Aika. Harimau itu terpaku menatap gadis itu. Aika tersentak. Apakah harimau itu kini menatapku, pikirnya. Kedua mata mereka bertemu. Aika pun terpaku tidak percaya. Mata harimau itu seperti menguncinya.
Syawal kemudian berlari ke arahnya, berenang menyeberangi parit yang mengelilingi pagar dan kembali menyeruak ke permukaan. Setelah menginjakkan kakinya ke rumput yang kering Syawal mengaum sangat keras. Kedua kaki depannya tampak berusaha memanjat pagar yang tinggi. Mata Aika terbelalak tidak percaya. Harimau itu tepat berdiri di bawahnya, sambil menatapnya! Gadis itu mundur perlahan-lahan dari tempatnya berdiri. Untungnya tempat pertunjukan masih dikelilingi pagar yang tinggi mencegah Syawal untuk memanjatnya. Harimau itu seperti kesal. Ia bergerak bolak balik tak karuan di sepanjang pagar sambil menggeram mencari jalan keluar dari pagar penghalang.
Tiba-tiba terdengar bunyi letusan senapan. Syawal disuntikan obat bius yang ditembakkan dari senapan khusus. Obat bius itu tidak langsung bekerja. Letusan kedua kembali terdengar. Syawal mulai berjalan sempoyongan sebelum jatuh pingsan.
Aika menyeka keringat dingin di keningnya. Punggungnya juga basah. Ia tak percaya dengan yang dilihatnya. Jantungnya pun masih berdebar keras.
"Aika!" terdengar suara Flora dan Arul menghampirinya.
"Kamu tidak apa-apa? Kamu terlihat pucat."
Aika menggeleng pelan, "Aku tidak apa-apa."
Ketiga anak itu menyaksikan para petugas kebun binatang yang menggotong Syawal untuk diamankan. Kirai pun sudah dikelilingi oleh petugas medis. Dari jauh terdengar suara sirene ambulan untuk membawa Kirai ke rumah sakit.
Akhirnya Aika, Arul dan Flora keluar dari arena pertunjukan. Ketiganya berjalan terdiam walaupun di sepanjang perjalanan hampir setiap orang membicarakan dengan antusias mengamuknya Syawal.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE KING'S CALL
Fantasía(Book 1 COMPLETED/ To be continued on Book 2) Aika, 17 tahun, terpaksa pindah ke Bukittinggi akibat tragedi yang menimpa ibu dan ayahnya. Padahal ia benci Bukittinggi semenjak Ibunya dibunuh di Kota itu. Semenjak kedatangan di pulau Sumatra, Aika...