Bab 7 Asmiar

235 19 2
                                        

Asmiar, begitulah nama ibunya Aika. Hidup wanita itu berakhir di kota Bukittinggi enam tahun yang lalu. Pada saat itu, ia pergi sendirian tanpa ditemani suami maupun putrinya. Aika masih berusia sebelas tahun dan sedang menempuh ujian sekolah. Sedangkan Riz sibuk dengan penelitiannya. Asmiar pergi ke Bukittinggi bukan bermaksud untuk liburan. Ada sesuatu yang membuatnya pergi mendadak ke Bukittinggi.

Asmiar adalah seorang arkeolog dan ahli sejarah Asia Tenggara yang terkenal sampai manca negara. Beberapa buku karangannya menjadi referensi wajib para mahasiswa. Berkat dedikasinya, kajian mengenai sejarah Nusantara kembali diminati banyak kalangan.

Salah satu keberhasilannya adalah saat menemukan dan mempelajari sebuah naskah kuno yang diduga kuat berasal dari masa Raja Adityawarman seorang pendiri kerajaan Pagaruyung yang diperkirakan memerintah di tahun 1343 sampai 1374 masehi. Naskah yang terbuat dari kulit kayu itu menjadi penting karena selama ini, karya tulis dari abad 14 lebih banyak ditemukan pada media batu atau prasasti.

Berkat keahliannya Asmiar sering diundang menjadi dosen tamu di banyak universitas luar negeri ataupun sebagai pembicara ahli di seminar seminar yang diadakan di dalam maupun luar negeri. Kematiannya yang mendadak, membuat masyarakat sangat kaget. Apalagi kalangan akademisi dan sejarawan. Mereka merasa kehilangan seorang rekan dan teman yang dapat diandalkan.

Jenazah Asmiar dijemput oleh Riz. Aika sempat ditunjukkan wajah Asmiar yang pucat, kaku dan membisu sesaat sebelum ia dikuburkan. Ketika melihat ibunya dalam keadaan seperti itu, ia seperti mati rasa. Hari itu dunianya berubah menjadi gelap. Begitu gelap sehingga sinar matahari yang bersinar sangat terik nampak kelam di matanya.

Gadis itu bingung bagaimana harus bereaksi. Ia tidak mau merasa sedih. Ia yakin kematian ibunya hanya mimpi buruk. Ditahannya air mata yang akan jatuh kuat-kuat. Butiran air mata yang telah jatuh, dihapusnya cepat-cepat lalu ia mengurung di dalam kamarnya seharian, dadanya terasa sesak oleh rasa kecewa yang menyengat.

Hari demi hari terus berganti, Aika semakin merasakan ketiadaan sosok ibu. Hidupnya terasa tidak lengkap, merasa ada yang hilang. Apalagi bagi seorang anak tunggal, sosok ibu adalah segalanya. Sangat sulit bagi Aika menerima kenyataan bahwa ibunya memang sudah pergi dan tak akan kembali.

Semenjak kematian ibunya yang misterius, suasana rumah menjadi hampa dan muram. Hidup Aika tak lagi bergairah, ia malas melakukan apapun, termasuk belajar. Biasanya ia selalu juara kelas.

Kini ia menjadi penyendiri dan pendiam. Satu demi satu teman-temannya menjauh. Ia memang sengaja melakukannya, karena tak mau kesedihan dan kekecewaan di hatinya disaksikan oleh siapa pun. Dan dengan kesendiriannya, ia tak perlu menjawab pertanyaan apapun.

Riz pun menenggelamkan dirinya dalam pekerjaan. Ia berangkat ke pusat penelitian pagi-pagi sekali dan pulang ke rumah kembali baru sekitar jam sembilan malam. Walaupun ia berusaha tidak menunjukkan kesedihannya, tapi batinnya tersiksa. Ditambah lagi dengan desas-desus kematian istrinya yang merebak tak karuan, setidaknya di lingkungan tempat tinggal. Para tetangga kerap memandang dirinya dengan menyembunyikan rasa kasihan mereka.

Hubungan Aika dengan ayahnya semenjak kepergian Asmiar, bertambah dekat secara emosional, walaupun mereka jarang mengobrol maupun melakukan aktivitas berdua. Riz selalu menghindar berbicara panjang lebar dengan putrinya, ia takut pembicaraan sewaktu-waktu akan berujung pada sebab-sebab kematian istrinya. Riz hanya berbicara singkat dan seperlunya. Walau tampak datar-datar saja, mereka berdua sebenarnya saling membutuhkan.

Di kala senggangnya pun Riz dan Aika menghabiskan waktu sendiri-sendiri. Riz membaca di ruang kerjanya, dan Aika di kamarnya. Namun semenjak Aika hampir tinggal kelas, Riz mulai memberikan perhatian lebih pada pendidikan putrinya di sekolah. Ketertinggalan Aika di sekolah telah memberikan tamparan keras baginya.

THE KING'S CALLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang