Bab 29 Sepak Rago

184 18 0
                                    

Di Sabtu pagi, Aika bangun lebih pagi dari biasanya. Cahaya di ufuk timur masih merona ungu dan merah jambu ketika ia melangkah keluar rumah. Ia berjalan menuju rumah Bu Husnar untuk membuat jus jambu biji yang akan dibagi pada pertemuan antar desa sekitar. Di sana akan diselenggarakan permainan tradisional antar desa dan bazar makanan murah.

Sambil bekerja, Bu Husnar menerangkan kalau ia yang telah membantu biaya sekolah Kalif. Pemuda itu hanya lebih tua setahun dari Iswan. Kalif berasal dari keluarga yang sangat sederhana, ayahnya telah lama meninggal, apalagi ia punya tiga orang adik.

"Apakah pekerjaannya hanya membantu di kebun?" tanya Aika.

"Tidak.Seperti almarhum ayahnya, ia punya keahlian membuat perabot dari kayu. Bengkelnya terletak di samping sebuah masjid kecil di dekat sini. Semua perabot kayu yang ada di rumahmu, adalah buatannya."

Hah? Informasi itu, membuat Aika tidak percaya. Ternyata Kalif telah mengenal ibunya sejak lama. Mungkin ia mengetahui sesuatu mengenai ibu.

"Bu Husnar menyekolahkannya sampai ia tamat SMA?"

Bu Husnar menggelengkan kepalanya.

"Sampai universitas. Ia telah mendapatkan gelar sarjana teknik."

Aika mengernyitkan dahinya.

"Mengapa ia tak mencari kerja yang sesuai dengan ilmunya?"

"Ia sudah bekerja di sebuah perusahaan selama dua tahun, lalu memilih berhenti karena ingin mengembangkan bengkel perabotnya."

Aika menatap Bu Husnar keheranan. Ia baru menyadari Husnar lebih ramah dan terbuka kepadanya.

"Ada apa?" tanya Bu Husnar menyadari tatapan Aika.

"Ah tidak ada" jawab Aika sambil pura-pura menyibukkan diri kembali dengan jus jambu biji.

Setelah selesai membantu Husnar, Aika segera mengganti bajunya dengan yang bersih. Dipakainya kaos warna hijau toska lengan pendek yang dipadankan dengan celana panjang jins berwarna putih . Lalu diikatnya rambutnya kuncir kuda. Karena cuaca akan panas, Aika menutup kepalanya dengan topi baseball warna coklat muda.

Mereka segera bergegas menuju lapangan sepak bola yang sudah ramai oleh warga sekitar. Musik tradisional pun mengalun dengan nada-nada indah menambah semarak suasana. Terlihat kerumunan orang yang sedang menonton olah raga yang mirip sepak takraw. Permainan dilakukan oleh dua regu yang saling berhadapan membentuk lingkaran, masing-masing regu berjumlah lima orang. Arena pertandingan hanya dibatasi oleh sebuah garis putih, tanpa ada jaring. Dari spanduk yang terpasang, Aika mengetahui bahwa permainan itu bernama sepak rago. Mungkin permainan ini adalah cikal bakal sepak takraw, pikir Aika dalam hati.

Bolanya terbuat dari kulit rotan yang dianyam. Pemainnya mengoper bola itu ke pemain lainnya dengan menggunakan kaki. Setelah beberapa saat Aika baru mengerti, bahwa bola itu tidak boleh jatuh ke tanah, kecuali ke area lawan. Para pemain harus memiliki teknik dan seni tertentu dalam memindahkan bola ke pemain berikutnya dan keahlian menerima bola terutama dengan kaki dan semua anggota badan kecuali tangan sebelum bola itu jatuh ke tanah.

Sambil sesekali melihat-lihat permainan, Aika membantu Husnar menyiapkan jus biji secara cuma-cuma kepada para pemain. Dari kejauhan Aika melihat Flora yang juga sibuk membantu ibunya berjualan ketupat sayur. Aika melambaikan tangan kepadanya, Flora pun membalasnya.

Seperti biasa penampilan Flora selalu menarik perhatian. Saat itu ia menggunakan kaos berwarna hijau lumut dengan celana panjang yang bercorak militer, ditambah sepatu bootnya, persis seperti seorang tentara.

THE KING'S CALLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang