Bab 32 Mitos Lama

152 15 0
                                    


Tiba di luar kebun binatang, Aika  melihat  Arul yang terlihat agak syok.

"Bagaimana kalau cari  minuman dulu?" ajak Aika untuk meredakan ketegangannya.

"Aku harus pergi melihat keadaan Kirai," cetus arul dengan muram.

"Pelatih harimau bukanlah orang yang sembarangan, aku rasa Kirai akan cepat sembuh," hibur Aika.

Tiba-tiba Flora kaget, hingga tersedak. 

Aika menepuk-nepuk punggungnya.

Kemudian ia menatap Aika dengan serius.

"Ada apa?" tanya Aika.

"Sepertinya teriakanmu telah membantu Kirai terlepas dari gigitan Syawal," jawab  Flora.

"Jangan ngaco! Mungkin  hanya sedikit mengagetkan saja."

"Apa kamu pernah bertemu harimau secara langsung sebelumnya?" tanya Flora  dengan mata penuh selidik.

Ucapan Flora  membuat Aika terperanjat, apakah diam-diam ia seorang dukun?

Aika  mengangkat bahu, seolah tidak perduli, "Ya, di Jakarta, harimau sering berkeliaran di rumah, mencari sisa-sisa makanan di tong sampah," jawabnya  serampangan.

"Aikaaaa...serius dong!" seru Flora geregetan.

"Mungkin harimau tertarik warna bajuku," jawab Aika menduga-duga dengan menampakkan muka serius.

"Tidak...tidak!" potong Arul sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Harimau tidak tertarik pada warna tertentu, seperti serangga atau burung."

Flora kembali melayangkan pandangannya pada Aika. Ia masih belum puas dengan jawaban yang diberikannya.

"Ya enggaklah! masak harimau bertamu ke rumahku," balas Aika  sambil tertawa terkekeh. 

Namun di saat bersamaan, Aika teringat  pengalamannya  di hutan, membuat tertawanya  mereda. Apakah  sinar kecil yang ia lihat di hutan   adalah mata harimau?

Tiba-tiba Flora berkata dengan suara serius, "Kamu harus memeriksa silsilah keluargamu, terutama garis ibumu."

"Kenapa?"

"Kata  ayahku,  dahulu kala salah satu suku minang ada yang  mempunyai kemampuan berkomunikasi langsung dengan harimau. Jadi merupakan kemampuan yang sangat langka," ungkap Flora.

"Ayolah Flor, jangan menyebar cerita yang enggak-enggak!" potong Arul.

"Tapi siapa tahu, cerita orang tua bisa juga benar! " bantah  Flora.

Kendati Aika dan Arul memberikan raut muka sangsi, Flora tetap melanjutkan kisahnya.

"Berkat kemampuan tersebut, para harimau pernah bekerja sama dengan  para pendekar silat minang mempertahankan setiap lereng bukit dan lembah negeri ini dari serangan suku atau bangsa lain. Apalagi harimau adalah penghuni asli pulau  ini sejak ribuan tahun yang lalu. Mereka menguasai setiap jengkal tanah ini, dari puncak gunung hingga  dataran rendah.  Namun terjadi penghianatan diantara suku-suku minang yang menyebabkan persekutuan mereka dengan para harimau bubar.  Salah satu akibat dari penghianatan itu, Pemerintah kolonial Belanda berhasil menguasai seluruh Sumatera Barat pada tahun 1837. Mungkin sumber penghormatan kepada harimau oleh penduduk Sumatera Barat dimulai karena kisah itu. Dan karena dihormati, mereka sering dipanggil inyiak atau kakek," ujar Flora menyudahi.

"Mungkin karena mereka  berjanggut seperti kakek-kakek," sela Irul sambil nyengir.

"Sulit memercayainya," tanggap Aika.

"Iya, kini hanya sekedar mitos, belum ada bukti yang mantap  sampai sekarang," sambung  Flora.  
"Baiklah aku harus segera pulang. Keluarga harus diberitahu mengenai kejadian yang menimpa Kirai," sela Arul.

"Ok, kami pun juga harus pulang," tukas  Aika.

"Kakiku pegal sekali, bagaimana kalau kita naik kendaraan umum atau naik bendi saja?" usul Flora. "Bendi adalah kendaraan nenek moyang yang ramah lingkungan!," tambahnya.

"Setuju!"  balas Aika semangat.

Arul menarik nafas, menunjukkan ketidaksetujuannya.

"Ada apa?" tanya Aika menyadari perubahan raut muka Arul.

"Sejujurnya aku kasihan pada kehidupan kuda bendi. Seharusnya mereka hidup bebas berlarian di padang rumput yang hijau, bukan dipekerjakan di aspal keras dan berdebu seperti ini."

Ucapan Arul membuat kedua gadis itu saling berpandangan dengan tatapan kecewa. Dalam hati mereka menyetujui pendapat Arul.

"Ya...ya... baiklah, sekali ini saja ya...," cetus Arul menyadari suasana hati temannya.

"Tidak usah, kami naik angkot saja," potong  Aika.

"Jam segini sudah jarang angkot, adanya hanya taksi." balas Arul, "Tunggulah di sini, aku akan cari bendi dengan kuda yang masih kuat," tambah Arul.

"Setidaknya kita membantu Pak kusir mencari nafkah," bisik Flora pada Aika

Arul kemudian membantu kedua gadis itu memilih bendi dengan kuda yang cukup tinggi dan kekar.

    Kuda pun mulai berjalan pelan. Pengalaman baru Aika naik bendi  sedikit membantunya  meredakan syaraf ketegangan di kebun binatang. Dalam derap langkah kuda, Aika  dihanyutkan oleh irama hembusan angin semilir. Kedua matanya aktif beredar  menikmati suasana senja kota mengikuti jalan yang bergelombang.

    Ingatan akan masa kecil  menyeruak datang begitu saja. Dulu ia   ingin sekali  naik bendi. Pasti ia  akan melonjak kegirangan, jika dulu keinginannya dipenuhi. Membayangkan masa lalu membuatnya  tersenyum geli. 

    Ruas jalan yang dilalui oleh bendi  sudah agak lengang, tidak terlalu ramai seperti siang hari. Berbeda sekali dengan keadaan di Jakarta yang aktif hingga tengah malam. Sepertinya aktivitas masyarakat Bukittinggi sudah mulai mereda menjelang jam lima sore.

THE KING'S CALLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang