Dalam perjalanan kembali pulang, Flora dan Aika asyik mengobrol.
"Mm sudah kerasan di sekolah?" tanya Flora pada Aika yang sedang memandang langit sore sambil menarik napas panjang menikmati udara segar sehabis hujan.
Aika berpikir sejenak sebelum menjawab Flora, "Em...fasilitas sekolah sangat baik. Guru-gurunya juga lumayan ......"
"Tampan seperti Pak Arif?" sambung Flora dengan nada jail .
Mata Aika membesar karena ucapan konyol Flora, lalu tersenyum lebar "Katanya sebal dengan Pak Arif?"
"Ya, aku tetap sebal dengannya, tapi harus aku akui ia memang tampan," balas Flora enteng.
"Dan sepertinya Reina juga ngefans sama kamu," lanjut Flora sambil membuat isyarat tanda kutip dengan kedua jari tangannya saat menyebut kata ngefans.
Aika mendengus, teringat ancaman Reina padanya.
"Ya, aku heran kenapa bisa punya banyak fans di sini," jawab Aika sambil berdecak kesal, "Damn! I hate that!"
Flora terkekeh, "Sepertinya kamu adalah contoh murid yang awalnya berkasta 5 lalu melompat ke kasta 3 karena kamu pintar."
Aika menggelengkan kepalanya, "Aku setia pada kasta 5." Sambil mengacungkan tangannya Aika berkata "Kasta 5 forever!"
"Hidup kasta 5!" timpal Flora.
Kedua gadis itu saling berpandangan, lalu tertawa terbahak-bahak.
"Eh masakan rendang ibunya Arul enak ya?" sela Aika mengalihkan pembicaraan.
"Tentu saja! Tapi kenapa kamu makannya sedikit seperti enggak berselera?" balas Flora. "Aku saja sudah tambah nasi dua kali!"
Aika menarik nafas, lalu berkata pelan "Kalau makan enak, aku teringat ayahku di penjara."
Mulut Flora berubah manyun, lalu merangkul bahu Aika.
"Ayahmu akan segera bebas."
Aika mengangguk sambil tersenyum ringan.
Kedua gadis itu tampak menikmati perjalanan pulang hingga tiba di Bukit Ambacang, tempat arena pacuan kuda.
Aika mendongakkan kepalanya menghadap langit. Awan kelabu tampak sedang menguraikan dirinya ke segala penjuru.
Sambil memegang makalah biologi dalam map plastik, Flora menerangkan bukit Ambacang sudah terkenal sebagai arena pacuan kuda sejak zaman pemerintahan kolonial Belanda.
"Menurut sejarah arena pacuan kuda ini adalah tempat teramai ketiga setelah pasar dan mesjid."
"Eh, awas lubang di depan mu!" seru Aika tiba-tiba memperingati Flora. Beruntung Flora masih bisa melompatinya. Karena hujan, tanah berumput yang mereka lewati becek disana-sini. Banyak pula kubangan air yang menghambat jalan.
Dari kejauhan tampak tiga orang pria muda yang saling berpacu dengan kuda-kuda mereka. Langkah Flora melambat melihat para pemuda itu. Salah satu diantara mereka orang asing berambut coklat agak pirang.
Flora menutup mulutnya yang terperanjat.
"Siapa mereka?" tanya Aika.
"Mereka adalah legenda sekolah kita, julukannya "the Shine" yang diambil dari nama mereka: Syam, Haikal dan Niko. Yang memakai kemeja jins biru itu adalah Syam. Pemuda itu keponakan Datuk Wusang Sati. Datuk Wusang adalah orang terkaya di Sumatra Barat. Dan yang berambut agak cepak itu adalah Haikal anak pejabat tinggi. Cowok bule blasteran itu adalah Niko. Ia pernah bersekolah di SMA kita selama 1 tahun. Kalau Syam dan Haikal adalah anak orang kaya dan keturunan bangsawan minang zaman dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
THE KING'S CALL
Fantasy(Book 1 COMPLETED/ To be continued on Book 2) Aika, 17 tahun, terpaksa pindah ke Bukittinggi akibat tragedi yang menimpa ibu dan ayahnya. Padahal ia benci Bukittinggi semenjak Ibunya dibunuh di Kota itu. Semenjak kedatangan di pulau Sumatra, Aika...