Di waktu yang sama, di sekitar hutan di kaki Gunung Marapi terlihat wajah-wajah kaku dan serius menyaksikan dua orang sedang berkelahi dengan ganas. Mereka berbeda usia. Perbedaan fisik mereka juga begitu kentara. Yang lebih tua berbadan lebih besar dengan otot seperti seperti seorang binaragawan, sedangkan lawannya yang lebih muda mempunyai fisik yang langsing, atletis dan proposional namun dengan bahu dan dada yang kekar dengan otot perut yang terlatih. Gerakan mereka gesit, lincah dan lentur seperti seekor kucing.
Hari semakin gelap, mata mereka memancarkan sinar kuning. Mereka terikat oleh darah dan nasib yang sama. Mereka bukan manusia biasa, mereka adalah cindaku, manusia harimau.
Pertempuran semakin sengit. Kedua mata mereka berwarna kuning terang persis seperti harimau. Udara dingin yang menusuk tidak menghambat keduanya bertarung hebat. Beberapa buah obor terpasang di pohon-pohon kayu untuk membatasi wilayah duel. Sesekali terlihat bulan purnama diatas langit, namun lebih sering bersembunyi di balik awan. Sepertinya bulan pun enggan menyaksikan perkelahian tersebut.
Perkelahian kedua cindaku itu merupakan perebutan wilayah utama buruan. Pemenangnya akan memiliki hak utama dan prioritas untuk berburu di wilayah buruan. Para cindaku yang menyaksikan adalah mereka yang mempunyai hak berburu di Pulau Sumatera.
Perebutan wilayah juga menjadi ajang eksistensi bagi cindaku untuk mempertahankan wilayahnya. Tapi perkelahian ini bukan duel hidup atau mati. Sesama cindaku dilarang keras saling membunuh. Hukuman yang berat akan dijatuhkan jika hal itu terjadi.
Cindaku yang ingin merebut wilayah buruan atau menuntut haknya harus benar-benar yakin akan kemampuannya. Karena kalau kalah, ia akan menjadi cindaku pengemis. Dalam tingkatan sosial komunitas cindaku, cindaku yang kalah ditempatkan dalam strata terendah. Ia akan kehilangan hak utama dan prioritas untuk berburu di wilayah buruan. Untuk bertahan hidup, ia hanya dapat memakan sisa-sisa bangkai hewan buruan yang ditinggalkan oleh cindaku pemenang.
Sengketa wilayah buruan merupakan acara lokal yang tidak perlu dihadiri oleh seluruh anggota dewan cindaku. Namun acara itu istimewa, karena wilayah yang diperebutkan merupakan wilayah utama yang luas, strategis atau mempunyai sumber makanan dan air yang melimpah, terlebih lagi karena melibatkan cindaku berdarah biru.
Dewan cindaku kini berjumlah lima orang. Datuk Wusang Sati dari Sumatera Barat, Datuk Musas yang berasal dari Aceh dan Kar-Balan seorang cindaku dari Asia Selatan menghadiri acara itu. Mereka adalah anggota Dewan Cindaku. Ketiganya dengan seksama memperhatikan jalannya perkelahian, terlebih Datuk Wusang karena salah satu cindaku yang bersengketa adalah keponakannya sendiri melawan Zuma seorang cindaku yang sangat kuat. Zuma merupakan panglima persekutuan cindaku yang merangkap eksekutor. Ia atau cindaku pilihan lainnya akan diutus untuk membunuh siapapun yang mengancam keberadaan cindaku.
"Jangan harap kamu mengalahkanku!" matanya berkilat-kilat memandang lekat lawannya. Suara raungan Zuma memecah keheningan malam untuk menunjukkan keperkasaan dirinya.
" Kamu akan menyesal telah menantangku!"
Lawannya tidak menunjukkan emosinya, "Shut up! Just fight me!"
Zuma melototkan matanya, geram dengan sindiran kata-kata yang dibalas cindaku muda.
"Saya tidak peduli kamu berdarah biru, pangeran muda," balas Zuma pelan sambil tersenyum licik. Saat Zuma mengatakannya guratan haus darah begitu kentara di wajahnya.
Cindaku yang masih muda itu berusaha tidak terpancing emosinya.
Tanpa basa basi, Zuma Kembali melancarkan serangan dengan ganas.
Sang cindaku muda harus memilih posisi bertahan saat itu. Zuma tidak membuka ruang untuk membalas. Ia mulai menyadari kekuatan Zuma yang besar bagai berhadapan dengan seekor gajah besar. Perkelahian pun beralih ke batang sungai yang berbatu-batu besar. Mereka meloncat-loncat di atasnya dengan lincah.
Ketika pertarungan masih berlangsung, seseorang mendatangi sang datuk, dan membisikkan sesuatu ke telinganya. Orang itu adalah salah satu penyerang Aika di Jempaten Limpapeh.
Sesaat datuk tidak berkata apa-apa, tetapi tampak kejenggkelan dari raut mukanya.
"Ck...ck...ck...." datuk berdecak kesal kepada si pembawa berita.
Pria yang memberi kabar itu, menjadi gugup.
"Kalian berjumlah lima orang, dan tidak berhasil menangkap gadis itu?"
"Harimau di kebun binatang itu telah melukai tangannya."
Datuk Wusang mendengus, "Itu bukan prestasi yang patut kalian banggakan!"
"Seorang pria muda yang sangat hebat ilmu silatnya telah membantu gadis itu."
"Siapa dia?"
"Dulu ia pernah bekerja di peternakan tuan ."
Datuk Wusang Sati memicingkan matanya.
"Gadis itu pun pandai membela dirinya Datuk..." sambung pembawa berita dengan suara pelan dan dengan wajah yang menunduk.
Wajah sang Datuk memperlihatkan riak kekesalan. Ia begitu terganggu dengan berita itu, sehingga meminta persetujuan Datuk Musas dan Kar Balan untuk menghentikan pertarungan.
Tak lama berselang, Datuk Wusang mengumumkan perkelahian ditunda. Tiba-tiba secepat kilat tangan datuk berayun ke dada pembawa berita. Ia terlempar ke tengah perkelahian ke sungai. Sang cindaku muda terkejut melihat tubuh yang sudah tidak berdaya itu.
Mata Zuma berkilatan, terbit rasa laparnya. Tanpa ampun Zuma langsung menerkam dan mencabik-cabik si pembawa berita itu. Sang cindaku muda yang menyaksikan pembantaian itu mengalihkan pandangannya. Ia memutuskan segera pergi meninggalkan arena perkelahian. Ia tidak mengacuhkan pandangan mata para cindaku yang tertuju padanya. Sebagian menganggapnya nekat dan sebagian lagi meremehkannya.
"Hi man!"
Seorang memanggilnya, Niko, salah satu sahabatnya. Ia mengulaskan senyum di bibirnya. Pemuda itu seumuran dengannya dan pernah bersekolah di SMA BK1 bersama Syam, selebihnya ia tinggal di Australia. Pada saat di Indonesia, ia berhasil dinobatkan menjadi cindaku.
"You can beat him, man!"
Cindaku muda itu menganggukkan kepalanya sekilas, kemudianberlalu pergi. Tubuhnya sangat lelah untuk sekedar bercakap-cakap. Kadang ia belum bisa memutuskan apakah ucapan Niko jujur atau tidak, mengingat Niko juga seorang "young prince." Ayahnya Vasiliy adalah cindaku yang menguasai Siberia. Ia disiapkan sebagaicalon pemimpin cindaku masa depan. Dengan kemunculan dirinya sebagai cindakuyang juga didaulat sebagai pangeran,situasi pasti berubah
KAMU SEDANG MEMBACA
THE KING'S CALL
Fantasy(Book 1 COMPLETED/ To be continued on Book 2) Aika, 17 tahun, terpaksa pindah ke Bukittinggi akibat tragedi yang menimpa ibu dan ayahnya. Padahal ia benci Bukittinggi semenjak Ibunya dibunuh di Kota itu. Semenjak kedatangan di pulau Sumatra, Aika...