Bab 14 Kota Kecil di Tengah Pegunungan

206 17 0
                                    


Setelah melewati Kota Solok, Alf mengarahkan mobil menuju Kota Padang Panjang.

"Sebentar lagi kita akan menjumpai Danau Singkarak asal ikan bilih yang sering aku bawa." Sesaat kemudian, kedua mata Aika disambut oleh pesona danau kedua terluas di pulau Sumatra itu. Riak-riak airnya seperti sedang memainkan kilauan sinar matahari.

"Dari dekat akan lebih indah pemandangannya., Kamu harus berkunjung ke sana jika sempat," saran Alf. Aika mengiyakan dalam hati. Matanya masih terpaku dengan pesona danau itu.

Perjalanan menuju Kota Padang Panjang banyak melalui tanjakan dan tikungan. Hamparan perbukitan hijau yang megah bersebaran sejauh mata memandang. Hembusan hawanya pun masih sejuk, serasa mengisap aroma mentol. Tak lama kemudian, tampaklah dua buah gunung yang kelihatannya saling berseberangan dan seolah-olah hendak menghadang perjalanan mereka. "Yang sebelah barat adalah Gunung Singgalang dan yang agak ke selatan adalah Gunung Marapi yang masih aktif," jelas Iswan.

Terlihat Gunung Merapi yang puncaknya masih berkerucut dan sedikit menguarkan buntalan-buntalan asap di kepundannya. Kedua gunung itu tampak kokoh, megah dan menyimpan misteri.

Sekitar jam dua belasan, Aika melihat kendaraan yang semakin ramai. Dan entah kenapa jantungnya berdebar ringan. Lalu Iswan berucap, "Selamat datang di kota Bukittinggi," sambil melirik sekilas ke arah Aika. Aika tersenyum kecut.

Saat itu kepadatan dan suasana kota begitu nyata terlihat. Mobil, sepeda motor, angkot, sampai bendi berseleweran di jalan. Tempat-tempat komersial seperti hotel, toko swalayan, dan restauran tampak berjejeran di sepanjang jalan saling berdesakan. Sementara mobil masih terus melintasi jalan utama, melewati jembatan besi yang digantung diatas jalan. Jembatan itu dikenal dengan sebutan Jembatan Limpapeh yang membentang memanjang sekitar sembilan puluh meter. Sesekali terlihat para turis asing yang sedang berjalan di trotoar menjelajahi kota.

Hanya selang beberapa waktu, tampak Ngarai Sianok dengan jurang menganga membentang dengan megahnya di sebelah barat kota. Selama ini Aika hanya melihat Ngarai Sianok lewat lukisan dan tayangan sekilas di televisi saja. Kini lembah itu begitu nyata di depan matanya.

"Rumah ibumu ada di sebelah utara kota Bukittinggi," singgung Iswan, "sekitar lima belas menit lagi kita sampai," sambung nya.

Lama-kelamaan ruas jalan yang dilalui berkurang keramaiannya, memberikan kesempatan pada Aika untuk menyadari deretan rumah-rumah yang masih mempertahankan arsitektur lama yang berdiri diatas bentangan alam yang masih berbukit-bukit.

"Jangan khawatir, kamu akan betah di sini," singgung Alf sambil sekilas melihat Aika lewat kaca spion. Walaupun ia sedang menyetir, Alf senantiasa memperhatikan Aika yang terlihat tidak semangat.

THE KING'S CALLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang