Bab 18 Jiwa Hutan

203 17 0
                                    


              Di suatu hutan yang terdalam, terlihat sebuah rangkaian tebing curam yang mencurahkan tiga buah air terjun yang keluar dari celah-celahnya. Dibalik tebing curam itu terbentang sebuah lembah yang menghadap barisan pepohonan yang lebat. Diantara rimbunnya dedaunan terdapat pondok-pondok kecil yang terbuat dari bambu. Pondok-pondok itu tergantung di atas pepohonan. Beberapa di antaranya tersambung dengan jembatan gantung yang terbuat dari jalinan akar yang tebal.

Pada malam hari di salah satu pondok pohon, dengan diterangi dua buah lampu templok, tiga orang Suku Askara tengah terlibat pada suatu percakapan yang serius. Mio sedang berbicara dengan dua orang pria yang telah menyelamatkan Aika di hutan Bungo.

"Ramalanmu tentang kedatangan pelindung telah terbukti benar," ucap si pria jangkung yang bernama Bayan.

"kedatangannya bukan ramalan, sudah ada tanda-tanda yang menunjukkan kedatangannya," tanggap Mio.

"Gadis itu tidak akan bisa bertahan melawan mereka. Kita berhadapan dengan pasukan monster yang sudah siap tempur sejak ratusan lalu. sedangkan gadis kecil ini ....." ucap Talang sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dengan ekspresi pesimis.

Mio berdecak, "Tampaknya pikiran negatif telah menguasaimu Talang"

"Maafkan aku, aku tidak bisa berpikir lainnya. Gadis itu sudah terbiasa hidup nyaman di kota besar.  Aku tak yakin ia sanggup mengemban tugas sebagai pelindung."

"Seorang pelindung akan sanggup. Hal ini sudah mengalir di darahnya. Sosa sudah datang menyambutnya," ucap Mio.

"Dan Sosa sendiri telah mengujinya. Gadis itu berani menerjang hutan rimba sendirian di malam hari. Padahal saat itu, itu gelap sekali," ucap Bayan.

"Gadis itu pasti ketakutan ketika bertemu Sosa," sela Mio.

"Tentu saja! Ia melarikan diri, lalu terjatuh, lantas kepalanya terluka," balas Talang, sambil tertawa terkekeh-kekeh, namun bibirnya langsung dikerutkan saat melihat wajah Mio yang serius. Pria tua itu tidak senang mendengar tawa Talang.

"Jiwa dan darah gadis itu berharga! Jangan kau menertawainya!"

Talang langsung menunduk berusaha menekan tertawanya.

"Jangan khawatir aku telah mengobatinya," potong Bayan cepat-cepat.

"Aku yakin kesembuhan anak itu dipercepat dengan ramuanmu, tapi sebenarnya tanpa kalian ketahui Sosa telah membantu anak itu lebih dulu."

Talang dan Bayan terkejut mendengar

"Kalian terburu-buru, dan lupa memperhatikan jejak Sosa di sekelilingnya..

Bayan menggangguk-angguk, "Sosa tak akan membiarkan penolongnya celaka,"

"Beruntung aku membawa ramuan obatku pada saat itu."

Mio menarik nafas panjang.

"Harimau itu pasti sedang dalam kesulitan. Jika ia mengalami kesulitan, kita pun akan menerima nasib yang sama kelak. Harimau adalah jiwa dari hutan ini. Hutan ini akan segera musnah jika jiwanya tidak terjaga lagi."

Bayan dan Talang terdiam mendengar kecemasan Mio.

Mio memicingkan matanya yang buta, sambil menerawang jauh lalu berkata, "Dan jika ia memang seorang pelindung..." Milo menghela nafas , "Hidupnya tidak punya pilihan lain. Ia memiliki beban yang sangat berat dan akan menghadapi banyak rintangan."

"Kita harus melindungi gadis itu!" seru Bayan.

"Mio bisakah kamu mengetahui di mana gadis itu sekarang berada?" tanya Bayan.

"Ya, aku sudah tahu di mana dia sekarang," jawab Mio.

THE KING'S CALLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang