Bab 9 Badai

241 20 0
                                        

Menjelang jam delapan malam, mereka tiba di Lubuklinggau, Sumatera Selatan. Tak lama kemudian Alf membelokkan mobilnya di sebuah restoran kecil yang juga menyediakan penginapan sederhana. Setelah menikmati makan, mereka beristirahat sejenak sambil melihat tayangan televisi. Alf sudah bersiap-siap untuk merokok, tapi urung melakukannya saat berita televisi memberitahuan perkiraan badai yang akan menghantam wilayah Sumatera besok.

"Kita harus segera melanjutkan perjalanan sekarang. Bagaimana pendapat kalian?" tanya Alf pada Aika dan Iswan.

"Badai bisa berlangsung berhari-hari, aku setuju usulan paman," jawab Iswan.

"Aika, kamu tidak keberatan?" tanya Alf.

"Terserah kalian saja," tanggap Aika,

Mereka lalu bergegas menuju mobil. Alf kembali mengambil kemudi dan mengarahkan perjalanan menuju wilayah Bungo, provinsi Jambi, seraya berkata, "Kalau perjalanan lancar, kita akan sampai di Solok besok pagi."

Sejam waktu berlalu, tiba-tiba terdengar bunyi gemuruh dan petir bersahut-sahutan dari kejauhan. Angin yang berhembus kencang di malam yang pekat, seakan-akan sedang menghantam-hantam mobil yang mereka tumpangi. Dedaunan kering beterbangan seperti serbuan rombongan kelelawar hitam. Tak lama kemudian, hujan yang sangat lebat datang. Hujan tidak datang lapis demi lapis, tetapi langsung menyerang dengan kekuatan penuh.

"Hujannya ternyata tidak main-main," komentar Alf.

"Paman, ini badai!" seru Aika.

"Ya, ternyata perkiraan cuaca meleset," sahut Alf dengan nada menyesal.

Alf tidak menyangka badai datang begitu cepat. Tapi sudah terlambat untuk kembali. Ia harus terus bergerak maju dan berharap badai segera mereda. Ia mengemudikan mobil dengan ekstra hati-hati, apalagi ditambah dengan kondisi jalan yang tidak jelas dalam badai.

Selama perjalanan, mereka jarang berpapasan dengan kendaraan lainnya, hanya sesekali berjumpa dengan truk barang. Melihat cuaca buruk seperti itu, Aika lebih banyak diam selama di perjalanan.

"DWWAAARRRR!!" terdengar bunyi kilat yang mengagetkan dan beberapa detik kemudian sesuatu yang besar jatuh berdebum beberapa meter di depan mobil. Alf terlonjak kaget sehingga ia harus menginjak rem tiba-tiba hingga berdecit sambil membanting setir ke kanan. Akibatnya, mobil menerobos masuk ke semak belukar.

Aika berteriak sambil memejamkan mata dan secara reflek tangannya mencengkram jok bangku mobil dengan kuat. Tubuh mereka terdorong ke depan lalu terhempas lagi ke jok. Setelah mobil tidak bergerak lagi. Aika membuka matanya dan membalikkan badan untuk melihat dengan lebih jelas benda apa yang nyaris menimpa mobil. Matanya terbelalak tidak percaya. Samar-samar ia dapat melihat sebuah batang pohon sebesar pohon kelapa tergeletak tepat melintang di tengah jalan, nyaris menimpa mobil. Batang pohon itu seperti tercabik dari sangkutannya dan di beberapa bagian kelihatan hangus tersambar petir. Mereka bertiga terdiam sesaat. Mesin mobil pun mati.

Alf mencoba menghidupkan mobil kembali, tetapi mesin mobil tidak merespon. Lima belas menit kemudian, setelah beberapa kali percobaan akhirnya mesin mobil berhasil dinyalakan. Sayangnya tidak mudah menggerakkan roda mobil yang terbenam di dalam tanah yang becek.

Alf menarik nafas, "Mobil harus didorong," ucapnya.

"Aku akan keluar," ujar Iswan segera.

"Aku ikut," sahut Aika sambil memakai jaket hujan

Aika dan Iswan terpaksa keluar untuk mendorong mobil. Untungnya hujan sudah tidak begitu lebat. Dengan susah payah akhirnya usaha mereka berhasil. Alf dapat menggerakkan mobil kembali ke jalur utama. Mereka pun kembali melanjutkan perjalanan di tengah hutan Sumatera.

THE KING'S CALLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang