Aika tersentak dari tidur, mendapatkan dirinya dalam kegelapan dan kesunyian. Ia mengerjap-ngerjapkan mata untuk melihat keadaan sekelilingnya. Hujan telah berhenti. Mesin mobil dalam keadaan mati, terparkir di sisi jalan dan di bawah sebuah lampu yang redup. Aika menyadari dia seorang diri, tanpa Alf maupun Iswan.Kemana mereka?
Aika mendekatkan wajahnya ke jendela mobil, berharap melihat kedua pria itu, namun ia tidak dapat melihat apa-apa. Aika hanya melihat samar-samar dedaunan dan pohon-pohon yang tinggi di kanan-kiri.
Mereka tampak seperti raksasa-raksasa yang sedang mengawasi dan menawan diriku.
Aika berusaha menghalau pikiran seram itu. Lalu ia memberanikan diri untuk membuka pintu mobil. Aroma hujan, tanah dan dedaunan yang dibalut dengan udara dingin langsung menyergapnya seketika.
Aika melangkah keluar pelan-pelan. Dilihatnya dahan-dahan tumbang dan dedaunan berserakan di jalan. Hujan lebat dan angin kencang telah mengacaukan hutan ini, singgung Aika dalam hati.
" Paman..!Iswan!" panggil Aika beberapa kali. Namun tidak ada jawaban. Kepanikan mulai merayapi gadis itu.
Ya Tuhan aku sendiri di tengah-tengah hutan! Kenapa aku ditinggal sendirian? Teganya! ― Tidak Aika, hentikan pikiran itu! Serunya dalam hati.
Tidak mungkin mereka meninggalkanku, mereka pasti akan segera kembali!
Aika berusaha melenyapkan kekhawatirannya dan menenangkan diri, walaupun perasaan ketakutan belum surut. Ia lantas membaca surat Al-Falaq dalam hati dan mengingat-ingat artinya, "Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki." Perasaan takut yang sempat merayapi, berangsur menghilang, diganti dengan perasaan yang menenangkan.
Aika menengadahkan kepala ke atas udara yang berkabut, tampak bintang-bintang kecil yang berpendaran di langit. Sayangnya mereka hanya memberikan sedikit cahaya pada malam yang gelap. Sejenak ia dapat melupakan kesendiriannya di hutan. Tak lama berselang, sayup -sayup di antara bunyi serangga hutan dan hembusan angin malam, terdengar bunyi gemerisik, disusul suara yang mendesiskan namanya putus-putus. Suara itu berasal dari balik semak di belakangnya.
"A...i....ka...."
Aika terdiam kaku. Jantungnya seperti mau copot. Ia menolehkan kepalanya pelan-pelan ke arah belakang. Terlihat semak-semak rimbun setinggi orang dewasa yang bertumpuk-tumpuk. Tidak..tidak ... Aika menggeleng-gelengkan kepala meyakinkan dirinya bahwa suara itu hanya khayalannya saja.
Aika masih berusaha meyakinkan dirinya, kalau suara itu hanyalah tiupan angin. Namun tak lama kemudian terdengar desis itu kembali, "A...i....ka...." kini namanya dipanggil dengan lebih jelas dan suara itu bukan suara paman maupun Iswan.
"Si...siapa...?" tanya Aika dengan suara tercekat. Ia merasa janggal dengan diri sendiri. Kenapa mulutnya sampai keluar ucapan seperti itu di tengah hutan, seolah mengharapkan seseorang akan menjawab. Aika berusaha tenang, namun ia gemetaran. Dan kini udara dingin terasa berhembus di tengkuknya.
Mendengar namanya dipanggil dengan sangat jelas, Aika menjadi sangat penasaran. Ayahnya pernah berkata, untuk mengalahkan rasa takut, hanya ada satu jalan keluarnya, yaitu menghadapinya. Semakin ditunda untuk beraksi, perasaan takut akan semakin bertambah.
Asal suara itu sepertinya tidak jauh, pikir Aika.
Aku harus mencari tahu, aku butuh jawaban, tegasnya dalam hati. Tiada jalan lain aku harus ke hutan!
KAMU SEDANG MEMBACA
THE KING'S CALL
Fantasy(Book 1 COMPLETED/ To be continued on Book 2) Aika, 17 tahun, terpaksa pindah ke Bukittinggi akibat tragedi yang menimpa ibu dan ayahnya. Padahal ia benci Bukittinggi semenjak Ibunya dibunuh di Kota itu. Semenjak kedatangan di pulau Sumatra, Aika...