Bab 10 Bisikan

223 22 0
                                    


         Aika tersentak dari tidur, mendapatkan dirinya dalam kegelapan dan kesunyian. Ia mengerjap-ngerjapkan mata untuk melihat keadaan sekelilingnya. Hujan telah berhenti. Mesin mobil dalam keadaan mati,  terparkir di sisi jalan dan di bawah sebuah  lampu  yang redup.   Aika menyadari dia seorang diri, tanpa Alf maupun Iswan.

Kemana mereka?

    Aika mendekatkan wajahnya ke jendela mobil, berharap melihat kedua pria itu, namun ia tidak dapat melihat apa-apa. Aika hanya melihat  samar-samar  dedaunan dan pohon-pohon yang tinggi di kanan-kiri.

Mereka tampak seperti raksasa-raksasa yang sedang mengawasi dan menawan diriku.

Aika berusaha menghalau pikiran seram itu. Lalu ia memberanikan diri untuk membuka pintu mobil.    Aroma hujan, tanah dan dedaunan yang dibalut dengan udara dingin langsung menyergapnya seketika.  

             Aika   melangkah keluar pelan-pelan. Dilihatnya dahan-dahan tumbang dan dedaunan berserakan di jalan. Hujan lebat dan angin kencang telah  mengacaukan hutan ini, singgung Aika dalam hati. 

    " Paman..!Iswan!" panggil Aika beberapa kali. Namun tidak ada jawaban.   Kepanikan mulai merayapi gadis itu.

Ya Tuhan aku sendiri di tengah-tengah hutan!  Kenapa aku ditinggal sendirian? Teganya! Tidak Aika, hentikan pikiran itu! Serunya  dalam hati.

Tidak mungkin mereka   meninggalkanku, mereka   pasti akan segera kembali!

Aika berusaha melenyapkan kekhawatirannya dan menenangkan diri, walaupun perasaan ketakutan belum surut. Ia lantas membaca surat Al-Falaq dalam hati dan mengingat-ingat artinya, "Aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir  dan dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki." Perasaan takut yang sempat merayapi, berangsur menghilang, diganti dengan perasaan yang menenangkan.

        Aika menengadahkan kepala ke atas udara yang berkabut, tampak   bintang-bintang kecil yang berpendaran  di langit. Sayangnya mereka hanya  memberikan sedikit cahaya pada malam yang gelap. Sejenak ia  dapat melupakan kesendiriannya di hutan. Tak lama berselang,  sayup -sayup di antara bunyi serangga hutan dan hembusan angin malam, terdengar  bunyi gemerisik, disusul  suara yang mendesiskan namanya  putus-putus. Suara itu berasal dari balik semak  di belakangnya.

"A...i....ka...."

    Aika terdiam kaku. Jantungnya seperti mau copot. Ia  menolehkan kepalanya pelan-pelan ke arah  belakang. Terlihat  semak-semak rimbun setinggi orang dewasa yang bertumpuk-tumpuk. Tidak..tidak ... Aika  menggeleng-gelengkan kepala meyakinkan dirinya bahwa  suara itu hanya khayalannya saja.

     Aika masih  berusaha meyakinkan dirinya, kalau suara itu hanyalah tiupan angin.  Namun tak lama kemudian  terdengar desis itu kembali, "A...i....ka...." kini namanya dipanggil dengan  lebih jelas dan  suara itu bukan suara  paman  maupun Iswan.

"Si...siapa...?" tanya Aika dengan suara tercekat. Ia merasa janggal dengan diri sendiri. Kenapa mulutnya sampai keluar ucapan seperti itu  di tengah  hutan, seolah mengharapkan seseorang akan menjawab. Aika  berusaha tenang, namun ia gemetaran. Dan kini udara  dingin terasa berhembus di tengkuknya.

          Mendengar  namanya dipanggil dengan sangat jelas, Aika menjadi sangat penasaran.  Ayahnya pernah berkata, untuk mengalahkan rasa takut, hanya ada satu jalan keluarnya, yaitu menghadapinya. Semakin ditunda untuk beraksi, perasaan takut akan semakin bertambah.

Asal suara itu sepertinya tidak jauh, pikir Aika.

Aku harus mencari tahu, aku butuh jawaban,  tegasnya dalam hati.  Tiada jalan lain aku harus ke hutan!

THE KING'S CALLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang