"Siapa para penyerang itu ?" tanya Aika pada Kalif.
"Salah satu dari mereka sepertinya pernah bekerja di peternakan kuda Syam."
"Apakah dia terlibat dalam penyerangan ini?" sambung Arul.
Kalif menggeleng kepala,
"Saya belum yakin, Syam sepertinya bukan orang semacam itu."
Kalif lalu tertegun melihat burung elang yang sudah mati terpanah, begitu pula Arul. Keduanya memandang Aika meminta penjelasan.
"Burung elang ini tiba-tiba saja datang dari langit hendak mencakar mukaku, tapi seseorang telah memanahnya."
"Berarti ada yang telah menolongmu!" seru Arul.
"Tapi kita tidak tahu siapa," lanjut Kalif.
Kalif berusaha tidak menunjukkan kecemasannya pada Aika.
Dalam hati ia sudah menduga bahwa serangan burung elang itu, bukan kebetulan belaka.
Penyerangan ini bukan main-main dan sudah direncanakan, pikirnya dalam hati.
Kalif membungkukkan badannya mengambil burung elang itu.
"Hendak diapakan burung itu?" tanya Arul.
"Aku mau mengambil anak panah ini, siapa tahu bisa diselidiki pemiliknya"
"Akkh..."
Aika tiba-tiba mengaduh merasakan perih cakaran Syawal di lengannya.
Kalif melihat goresan cakar itu.
"Goresan luka mu cukup panjang, tapi sepertinya tidak terlalu dalam. Luka ini harus dibersihkan dan diobati segera."
"Kita pergi ke mesjid di sekitar jalan Panorama dekat Ngarai Sianok saja," usul Arul, "di tempat wudhu kamu bisa membilasnya dengan air."
Mereka bertiga kemudian langsung pergi mencari mesjid terdekat. Di tempat berwudhu, Aika membersihkan lukanya.
Cakaran Syawal untungnya tidak terlalu dalam. Dan ia telah membantuku keluar dari dunia aneh yang aku masuki, pikir Aika dalam hati.
Kalif kemudian mendatangi Aika dengan membawa sebuah botol obat kecil penyembuh luka dan plester.
"Darimana kamu mendapatkannya?" tanya Aika.
"Mesjid ini menyimpan kotak P3K," balasnya sambil membuka tutup obat .
"Ulurkan lenganmu," ucap Kalif.
"Kamu mau apa?" tanya Aika.
"Mengobati lukamu. Memangnya apalagi?"
"Aku bisa sendiri," balas Aika hendak merebut obat di tangan Kalif.
Namun Kalif lebih gesit menghindar, "Obat ini harus diolesi cepat-cepat dan agak perih. Lebih baik aku yang bantu," balasnya sambil menggenggam jari tangan kanan Aika.
Menyaksikan perhatian Kalif pada Aika membuat Arul risih. Ia sengaja berdehem agak keras untuk mengakhirinya.
Serempak Kalif dan Aika menoleh ke arah Arul dengan tatapan bertanya.
Dengan kikuk, Arul berkata sambil mengusap-usap kepalanya, "Eh, hari sudah gelap. Sebaiknya jangan terlalu lama berdebat."
Seketika Kalif dan Aika baru menyadari bahwa kedua jari tangan mereka saling bertautan.
Menyadari hal itu, mereka cepat-cepat melepaskannya.
Keduanya berusaha meredam kecanggungan diantara mereka.
"Arul benar, ayo cepat aku obati," tandas Kalif dengan cepat memasang ekspresi datar.
Aika merengut, tapi akhirnya mengulurkan lengannya yang terluka ke arah Kalif didorong isyarat mata Arul.
Kalif tersenyum, melihat Aika menyerah juga. Begitu juga Arul.
"Baiklah, aku sholat dulu," lanjut Arul sambil beranjak.******
Aika dan Arul duduk-duduk di teras mesjid sambil menunggu Kalif yang masih sholat. Mereka berdua masih tidak percaya dengan kejadian yang telah dialami.
Arul mencoba menganalisa sel Syawal yang telah terbuka pada saat mereka datang.
"Aku yakin para penyerang itu yang telah membuka sel Syawal."
"Bagaimana dengan suara seruling itu?" tanya Aika
"Aku memang mendengarkannya, tapi hanya sayup-sayup," sahut Arul.
Aika menghembuskan napasnya, "Kalau aku dapat mendengarnya dengan sangat jelas."
Hening sesaat merayapi mereka berdua. Keduanya menghabiskan waktu sambil melihat suasana sekitar yang sudah sepi. Di dalam mesjid hanya tinggal beberapa orang untuk sholat dan mengaji, sampai Kalif datang menghampiri.
"Ternyata kamu punya dasar ilmu karate yang lumayan," singgung Kalif pada Aika, lalu duduk di samping Arul di anak tangga teras masjid.
"Dulu pernah belajar sedikit" jawab Aika terperangah. Aika tidak mengira, Kalif masih sempat memperhatikannya saat melakukan perlawanan .
"Yang jelas, kamu jauh lebih baik dariku," ucap Arul pelan sambil mengusap-usap kepalanya.
"Apa yang telah kamu lakukan sehingga penyerang itu begitu kesakitan?" tanya Kalif.
Aika menunjukkan tangkai permen lolipop yang sudah agak bengkok.
"Permen ini aku tusukkan di jakunnya. Kebetulan aku menemukannya di jalan. Rencananya mau diberikan kepada anak kecil yang berpapasan .
"wow!" seru Arul kagum. "Ternyata permen sekecil ini berguna juga untuk melindungi diri."
"Ya." Jawab Aika sambil membuang permen itu ke tong sampah. "Aku juga tidak menyangka."
"Kalau sudah terdesak, kita harus memberdayakan apa pun untuk mempertahankan diri,"
Sejenak mereka terdiam mengingat perlawanan yang baru saja dilalui sampai Arul memecah keheningan.
"Aika bisa tolong ceritakan apa yang terjadi dengan dirimu. Saat bertemu Syawal," pinta Arul tiba-tiba.
"Awalnya kami berdua melihat kamu terdiam seperti patung dengan mata terpejam, kemudian kamu susah bernafas. Apa yang terjadi?" potong Kalif .
"Entahlah, sukar menjelaskannya, kalian mungkin tidak percaya dengan yang ku alami ..."
"Aku yakin kamu memang mempunyai hubungan yang istimewa dengan harimau," ucap Kalif dengan mimik serius.
Aika ingin membantahnya, tapi dengan kejadian yang ia alami, ia tidak bisa membuka mulutnya.
"Syawal tidak menunjukkan sikap agresif ketika bertemu kita. Apalagi saat kamu memenjamkan mata sesaat. Pada saat itu juga, mata Syawal hanya tertuju kepadamu."
"Katakanlah pada kami, kami akan percaya," tambah Arul dengan mata penuh harap.Aika menutup mata dan menarik napas. Dalam hati ia berharap, mungkin keanehan ini bisa terjawab dan dapat meringankan pikiran jika dibagi dengan mereka.
Akhirnya ia menceritakan semua yang dialaminya termasuk melihat pria tua yang dapat menatapnya. Kalif dan Arul menyimak dengan sungguh-sungguh setiap perkataan yang mengalir dari mulut Aika.
"Sepertinya kamu telah menembus lorong waktu kembali ke masa lalu!" seru Arul sambil tegak berdiri.
"Maksudmu, aku telah berkelana dengan kecepatan cahaya, mengarungi luar angkasa, melewati galaksi, lalu menembus lubang hitam?" ujar Aika.Arul mengangkat bahunya, "Belum pernah ada bukti valid bahwa manusia telah berhasil menembus lorong waktu dan kemudian menceritakan pengalamannya."
"Pengalamanku benar-benar aneh. Syawal seperti menghipnotis diriku, lalu entah bagaimana caranya ia memberikan informasi mengenai masa lalu."
"Apa yang kamu rasakan atau kamu lihat sebelum membuka mata?" tanya Arul.
"Entahlah, seingatku hanya kegelapan..."
Ekspresi wajah Arul masih menunjukkan ia masih berpikir, mencoba menganalisa apa yang dialami Aika.
"Sudahlah Rul, sesuatu yang gaib, tak mungkin dijelaskan oleh nalar manusia dan teori fisika" ungkap Kalif sambil menepuk punggung Arul.
Arul menarik napas panjang, sambil memandang kedua temannya dengan serius.
"Yah, memang belum ada fisikawan top dunia yang dapat membuktikan manusia bisa loncat ke masa lalu karena hal itu melawan hukum alam."
KAMU SEDANG MEMBACA
THE KING'S CALL
Fantasy(Book 1 COMPLETED/ To be continued on Book 2) Aika, 17 tahun, terpaksa pindah ke Bukittinggi akibat tragedi yang menimpa ibu dan ayahnya. Padahal ia benci Bukittinggi semenjak Ibunya dibunuh di Kota itu. Semenjak kedatangan di pulau Sumatra, Aika...